TRIBUNJAMBI.COM.COM - Keadaan alam Indonesia yang bergunung-gunung dan berhutan, membuat strategi pertahanan negara juga turut menyesuaikannya.
Jika perang sebelum dan mempertahankan kemerdekaan, maka para pejuang Indonesia selalu menggunakan taktik perang Gerilya.
Perang Gerilya adalah perang berintensitas rendah dan kecil.
Selain itu perang Gerilya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dengan mobilitas tinggi serta melakukan sabotase dan melemahkan kekuatan musuh.
Baca: Atasi Batanghari 1-0 di Semi Final, Kesebelasan Merangin Tantang Bungo di Final Gubernur Cup 2019
Para pejuang Indonesia melakukan perang gerilya karena tahu kekuatan musuh lebih besar dan tak bisa ditandingi dengan perang konvensional (langsung).
Tentu Jenderal Soedirman juga melakukan perang gerilya melalui taktik 'Siasat Nomor Satu' saat agresi militer Belanda II berlangsung.
Taktik gerilya jenderal Soedirman berhasil membuat tentara penjajah stres bukan kepalang karena pertempuran panjang yang berlarut-larut menghadapi para pejuang Indonesia.
Baca: Pria Ini Lamar Pacar yang Sudah Menikamnya 13 Kali Saat Persidangan, Ini Kronologinya
Tak hanya Jenderal Sudirman saja yang ahli dalam taktik perang gerilya.
Ada satu jenderal lagi yang sangat mahir melakukan perang gerilya, yakni Jenderal Abdul Haris Nasution.
Jenderal Nasution lahir di Mandailing Natal, Sumatera Utara, Hindia Belanda pada 3 Desember 1918.
Karir militernya dimulai ketika Nazi Jerman menduduki Belanda dan negara Kincir Angin itu membuka Korps Perwira Cadangan di Hindia Belanda, Nasution kemudian masuk ke korps tersebut.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Nasution kemudian bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan cikal bakal dari TNI.
Baca: Seminggu Jelang Bebas Ahok Tulis Surat dari Mako Brimob untuk Para Pendukungnya
Karena pengalamannya sebagai seorang perwira di Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL), Nasution kemudian diangkat sebagai komandan Divisi Siliwangi.
Dua tahun menjabat sebagai komandan Divisi Siliwangi, Nasution kemudian ditunjuk sebagai wakil panglima TKR sebagai wakil dari Jenderal Soedirman.
Saat menjadi wakil panglima TKR, Nasution terlibat dalam berbagai pertempuran lainnya termasuk pada Peristiwa Pemberontakan Madiun yang didalangi oleh PKI pada September 1948.
Tiga bulan kemudian tepatnya pada 19 Desember 1948, Belanda melakukan agresi militernya ke ibukota Indonesia di Jogjakarta.
Baca: Karnaval Branded di Ramayana, Ada Sepatu dan Jeans
Baca: Ajang Internasional Prince Princess Internasional, Tiga Pelajar Jambi di Kirim ke Myanmar
Ia bersama para pasukan TKR mundur ke pedesaan dan melakukan perang gerilya terhadap Belanda.
Nasution juga pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada tahun 1950.
Namun pada 17 Oktober 1952 Nasution dan TB Simatupang mengarahkan moncong meriam pasukannya ke Istana Kepresidenan Indonesia, memprotes campur tangan sipil di tubuh angkatan bersenjata.
Aksinya ini membuat Nasution kehilangan jabatannya dan ikatan dinas ketentaraan.
Ketika kehilangan jabatannya di angkatan bersenjata, Nasution kemudian menulis sebuah buku yang ia beri judul 'Pokok-Pokok Gerilja' atau dalam bahasa Inggrisnya 'Fundamentals of Guerilla Warfare.'
Baca: Wisata Religi, Pemkot Gelar Haul Pangeran Wirokusumo
Baca: Nongkrong di Resto Anaisa Culinary, Jangan Lupa Sambil Nikmati Bola-Bola Talas
Buku ini ia tulis berdasarkan pengalamannya saat berperang dengan taktik gerilya melawan Belanda.
Tak disangka, ternyata buku yang ditulis Nasution pada tahun 1953 ini berdampak amat luas dalam taktik militer pada negara-negara lainnya.
Salah satunya seorang jenderal terkenal Vietnam, Vo Nguyen Giap yang menggunakan buku ini sebagai acuan untuk menghancurkan Prancis dan Amerika Serikat yang pernah bercokol di negaranya.
Baca: Tahu Akan Makin Kasar & Menyakiti Perasaan Orang Lain, Ahok Bersyukur Karena Ditahan di Mako Brimob
Baca: 8 Fakta Kenapa Vanessa Angel Ditetapkan Polda Jatim Jadi Tersangka
Sejak saat itu buku ini menjadi terkenal dan banyak negara di dunia yang mencontek taktik perang gerilya karangan Nasution.
Bahkan di West Point (Akademi Militer Amerika Serikat) buku Pokok-Pokok Gerilya menjadi pegangan wajib bagi para taruna-taruninya dalam mempelajari peperangan intensitas rendah ini. (Grid.ID)