Aturan PPPK Tak Adil
Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih menilai Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) merupakan sebuah aturan yang tidak adil.
"Menurut kami itu bukan solusi yang berkeadilan," kata Titi saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/11/2018).
Titi mengatakan, aturan itu tidak adil karena beberapa pekerjaan tenaga honorer tidak diakomodasi. Ia mengaku sudah mengupas tuntas pekerjaan apa saja yang bisa diangkat sebagai P3K.
"Ada beberapa pekerjaan yang tidak diakomodasi dalam PPPK yang sudah dilakukan oleh honorer K2. Contoh pramu kantor itu tidak ada di P3K. Staf TU juga tidak ada," ucap Titi.
Selain itu, Titi juga menyoroti skema rekrutmen P3K yang tidak memperhitungkan lamanya tenaga honorer sudah mengabdi untuk negara. Rekrutmen hanya dilakukan secara umum berdasarkan hasil tes semata.
"Kalau skema umum, sama dong yang sudah mengabdi puluhan tahun dengan yang tidak mengabdi," kata dia.
Titi juga mempertanyakan nasib honorer K2 yang sudah mengikuti rekrutmen P3K namun tidak juga lulus tes. Ia juga mempertanyakan klaim pemerintah yang menyebut PNS dan P3K akan mendapat hak keuangan yang sama.
"Kalau gajinya sama dengan PNS, kenapa tidak jadi PNS saja? Kan anggarannya sama?" ujarnya.
Pada intinya, ia tetap menuntut agar pemerintah tetap bisa mengangkat tenaga honorer sebagai pegawai negeri sipil, bukan PPPK.
"Pemerintah harusnya membuat regulasi yang bisa menyelesaikan honorer K2 menjadi PNS secara bertahap," ujarnya.
Titi mengaku pihaknya tengah mempertimbangkan untuk menggugat PP P3K ini lewat jalur hukum. Saat ini, ia masih menunggu salinan PP tersebut diunggah di situs resmi Sekretariat Negara.
PGRI Juga Protes
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengkritik Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Peraturan pemerintah sebagai solusi masalah tenaga honorer itu justru melukai para guru honorer, khususnya yang sudah mengabdi puluhan tahun.