Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika terus anjlok, sejumlah pengusaha mulai mempertimbangkan harga jual produk agar tak ikut menggelepar.
Hendri, seorang pedagang toko emas di salah satu pasar tradisional belakangan rajin memantau pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Baginya, pergeseran kurs rupiah, sangat berdampak terhadap harga emas yang akan dia jual. Jika rupiah melemah, maka harga emas akan ikut naik. “Informasi nilai tukar rupiah itu sangat penting karena berkaitan dengan harga emas juga,” ujarnya.
Tak hanya pedagang seperti Hendri, ada banyak pengusaha berbagai lini belakangan ini juga rutin memantau pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Apalagi, dalam dua bulan terakhir, pergerakan rupiah seakan tak bertenaga di hadapan dollar AS. Pergerakan kurs rupiah memang sangat berdampak terhadap operasional banyak pelaku usaha.
Baca: Koalisi Demokrat-Gerindra Terbuka Lebar, Penuhi Syarat Presidential Threshold
Merujuk kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Kamis (5/7) nilai tukar rupiah bertengger di Rp 14.387 per dollar AS. Beberapa hari sebelumnya, dollar AS sempat menembus Rp 14.400. Sebagai perbandingan, awal tahun 2018 rupiah masih ada di kisaran Rp 13.500 per dollar AS.
Amelia Tjandra, Direktur Marketing PT Astra Daihatsu Motor (ADM), mengatakan, pergerakan dollar AS sangat berperan dalam pembentukan harga mobil yang dijualnya di Indonesia. Maklum, banyak komponen mobil Daihatsu masih impor. “Sampai Juli ini, kami belum menaikkan harga jual,” kata Amelia.
Saat ditanya kapan Daihatsu menaikkan harga jual, Amelia bilang, akan menghitung kondisi pergerakan rupiah selama Juli 2018. Hasil kajian tersebut nantinya akan menjadi acuan bagi produsen otomotif terbesar kedua di Indonesia ini untuk menentukan harga jual mobilnya. “Agustus kami akan kaji harga,” kata Amelia.
Harga akan naik
Di saat rupiah anjlok dan harga bahan baku impor terkerek, maka menaikkan harga jual menjadi pilihan bagi sejumlah industri.
Betul, ada cara lain yang bisa ditempuh pengusaha untuk meredam dampak buruk terpuruknya kurs rupiah (Baca: Beragam Jurus Menahan Jatuhnya Rupiah). Namun, tak semua perusahaan bisa mengambil pilihan-pilihan tersebut.
Menurut kata Adhi S Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), beberapa perusahaan, terutama perusahaan makanan skala besar, bisa saja melakukan pengurangan margin, agar pelanggannya tidak hengkang.
Namun, usaha mengurangi margin tidaklah sehat bagi keberlangsungan bisnis perusahaan. Maka, pilihan menaikkan harga jual produk sulit terelakkan ketika harga bahan baku, terutama bahan baku impor naik tinggi.
“Perkiraan kami, kenaikan harga makanan bisa 3%-6%. Persentase ini juga cukup berat pengaruhnya bagi industri makanan dan minuman,” kata Adhi.
Baca: Atasi Persoalan Kali Item Jelang Asian Games, Berikut Langkah yang Akan Dilakukan Anies Baswedan
Baca: Merasa Tak Ada Peluang Maju Pilpres 2019, Gatot: Semuanya Masih Cair
Adapun industri makanan dan minuman yang paling rentan menaikkan harga jual adalah industri makanan yang memakai bahan baku impor, seperti terigu, gula dan susu.