Aliran Minyak Ilegal

Setelah Diolah di Bayat, Minyak Ilegal asal Bajubang Kembali untuk Dijual di Jambi. Segini Harganya

Penulis: tribunjambi
Editor: Fifi Suryani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Seorang warga enggan antre di SPBU, dan lebih memilih membeli bensin di eceran

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Penambangan minyak bumi secara tidak resmi (ilegal drilling) terus terjadi di Desa Pompa Air, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari. Padahal tujuh bulan yang lalu, aktivitas pengeboran minyak ini sudah ditutup pemerintah bersama Pertamina EP.

Informasi yang didapat Tribun menunjukkan, sekitar 20 sumur minyak yang masih dioperasikan di wilayah itu. Aktivitas ini secara langsung telah mencemari lingkungan di desa tersebut. "Kami dirugikan, airnya tercemar minyak. Sudah dak biso lagi di pakai air sungai," kata Mamas (bukan nama sebenarnya), warga Pompa Air.

Dia mengungkapkan, tambang minyak ilegal itu dioperasikan warga lokal dan juga sebagian warga pendatang. Minyak yang diperoleh dari tanah itu ditampung di dalam wadah yang sederhana, selanjutnya dibawa ke luar daerah menggunakan mobil truk dan tangki.

Baca: Berdua dalam Lift, Cewek Ini Cepat-cepat Turunkan Celana. Kejadian Selanjutnya Bikin Melongo

"Mereka ambil minyak mudah sekali, 10 sampai 20 meter sudah ketemu minyak," katanya.

Pengakuan seorang sumber Tribun, yang bekerja di tambang ilegal itu, tambang itu dikerjakan oleh masyarakat lokal, sementara pengendalinya adalah dari warga Jambi, yang juga sebagai pemodalnya.

Minyak ditampung dan dikemas ke berbagai macam wadah untuk dikirim ke daerah pengolahan . "Ada yang pakai mobil truk tangki kapasitas 8.000 liter. Ada juga truk yang mengangkut dengan menggunakan tedmon 1.000 liter dan drum 220 liter," ujarnya.

Minyak kemudian dibawa menuju Bayung Lencir, Provinsi Sumatera Selatan, tepatnya Simpang Bayat. Perjalanan ditempuh dalam waktu sekitar 1-2 hari, atau hingga tiga hari bila hujan, karena jalan Desa Pompa Air masih tanah liat.

Setiba di Simpang Bayat, sopir yang mengangkut minyak mentah itu tidak langsung pulang. Para sopir akan menunggu lagi hingga minyak tersebut selesai diolah. “Pengolahannya di Bayat itu. Setelah diolah di sana jadi bensin dan solar, sopir akan mengangkut lagi ke Jambi,” ungkapnya.

Baca: WADUH! 50 Persen Bayi yang Dilahirkan Wanita Usia Subur yang Menikah di Jambi, Tidak Diinginkan

Baca: Bos Tidak Percaya Alasan Karyawan yang Tidak Bisa Datang Bekerja, Ia Pun Mengirim Foto Ini

Kebanyakan minyak mentah asal Bajubang diolah menjadi solar. Minyak itu banyak yang beli. Satu drum berkapasitas sekitar 220 liter dijual sekitar Rp 650 ribu. Harga untuk bensin lebih mahal tapi tidak terlalu jauh bedanya. Bensin lebih mahal karena sifatnya lebih mudah menguap.

Informasi yang dihimpun, mereka yang membeli dalam hitungan drum ini merupakan agen di Jambi. Selanjutnya agen ini memasarkan ke sejumlah pedagang pengecer dengan harga lebih mahal, dan bisa per jeriken. Biasanya satu pedagang eceran membeli 100 liter atau tiga jeriken.

Kepada pedagang pengecer, agen tersebut menjual hingga Rp 4.000 per liter. Sementara pengecer menjual hingga Rp 7.000 per liter kepada para pengendara. "Kebanyakan bensin harga Rp 7.000 yang di pinggir jalan itu berasal dari Bayat, produksi awalnya di Bajubang,” katanya.

Baca: 6 Intansi Ini Paling Rawan Korupsi di Provinsi Jambi, Simak Rinciannya

Baca: Lima Orang Diamankan dalam Penangkapan 1 Kg Sabu di Muarojambi. 2 Diantaranya Perempuan

Baca: Angka Usia Subur 15-19 Tahun Jambi Tertinggi di Sumatera, Pernikahan Remaja Terbanyak di Bungo

Berita Terkini