Berita Nasional

Fenomena Pengibaran Bendera One Piece, Simbol Kekecewaan dan Perlawanan Rakyat

Viral fenomena bendera One Piece jelang HUT RI, sebagai simbol perlawanan yang kuat dari masyarakat terhadap kekuasaan. 

Penulis: tribunjambi | Editor: Suci Rahayu PK
Ist/ Kolase Tribun Jambi
Ilustrasi bendera One Piece 

TRIBUNJAMBI.COM - Viral fenomena bendera One Piece jelang HUT RI .

One Piece merupakan serial kelompok bajak laut topi jerami yang bernama Monkey d Luffy.

Jelang HUT RI muncul fenomena pengibaran bendera kelompok bajak laut ini.

Terkait fenomena ini, Pakar Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya (UB), Anang Sujoko, menilai gerakan ini bukan sekadar tren, melainkan telah bertransformasi menjadi simbol perlawanan yang kuat dari masyarakat terhadap kekuasaan. 

Kata Anang, ketika sebuah simbol diadopsi secara massal dengan pemaknaan yang seragam, maka simbol tersebut dapat menjadi alat protes yang efektif.

Fenomena ini mencerminkan kebuntuan komunikasi, di mana masyarakat merasa kata-kata tidak lagi memadai untuk menyampaikan kritik atau aspirasi guna mengubah kebijakan yang ada.

"Ketika simbol ini digunakan, sebetulnya gerakan ini sangat kuat sekali. Ini harus menjadi perhatian prioritas oleh masyarakat, pemerintah, atau pihak-pihak yang dituju atas gerakan itu," ujar Anang pada Minggu (3/8/2025).

Baca juga: Petani Koperasi Tanjung Bungo Tebo Jambi Resah, Emas di Dalam Tanah Diambil Orang, Hancur

Baca juga: KECEWA Laskar Merah Putih ke Pengibar Bendera One Piece: Jangan Lukai Nasionalisme, Simbol Negara

Ia menjelaskan bahwa gerakan pengibaran bendera One Piece merupakan wujud perlawanan di saat masyarakat merasa tidak memiliki daya (powerless) dalam menghadapi kebijakan penguasa. 

Namun, Anang menekankan pentingnya untuk tetap berkomitmen pada cara-cara damai dalam menyampaikan protes. 

"Ini adalah bentuk komunikasi high context culture, di mana seharusnya dipahami secara bijaksana. Pemerintah atau legislatif seharusnya melihat fenomena ini sebagai bentuk ketiadaan daya masyarakat dalam menghadapi kebijakan oleh penguasa, namun mereka tetap berkomitmen ingin berperilaku damai," ungkapnya. 

Menanggapi beberapa respons dari pejabat publik dan anggota legislatif yang cenderung reaktif, Anang menyayangkan sikap tersebut. 

Ia berpendapat bahwa respons yang menyalahkan para pengibar bendera justru menunjukkan hilangnya komunikasi yang bersifat empati dari pihak penguasa. 

Seharusnya, lanjut Anang, pemerintah dan legislatif menjadikan fenomena ini sebagai momentum untuk introspeksi dan evaluasi diri secara serius. 

"Respons dari pemerintah atau legislatif harusnya adalah betul-betul membaca dan mengevaluasi diri, bukan kemudian menyalahkan mereka. Kalau sampai menyalahkan, artinya komunikasi yang sifatnya empati itu sudah tidak ada," jelasnya. 

Anang juga mencontohkan salah satu pemicu kekecewaan publik yang relevan dengan gerakan ini, yaitu kebijakan pemblokiran rekening yang digeneralisasi.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved