Berita Nasional

Negara Rugi Rp100 T gara-gara Beras tak Sesuai Standar, Oplosan hingga Kurang Takaran

Sebanyak 25 pemilik merek beras kemasan 5 kilogram diperiksa karena diduga melanggar ketentuan standar mutu dan takaran.

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Mareza Sutan AJ
Kompas
BERAS- Ilustrasi beras. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengaku menemukan adanya dugaan penipuan pada isi beras kemasan premium. (Kompas.com) 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Sebanyak 25 pemilik merek beras kemasan 5 kilogram diperiksa karena diduga melanggar ketentuan standar mutu dan takaran.

Informasi ini disampaikan oleh Dirtipideksus Bareskrim Polri sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (15/7/2025).

"Mulai hari ini penyidik Satgas Pangan Polri melakukan pemeriksaan terhadap 25 pemilik merek beras kemasan 5 Kg lainnya," tuturnya.

Menurut Helfi, sebelumnya penyidik telah memeriksa enam perusahaan dan delapan pemilik merek beras kemasan 5 kilogram.

Dengan demikian, total saksi yang telah dimintai keterangan berjumlah 22 orang.

"Pemeriksaan tersebut untuk pendalaman ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum atas dugaan penjualan beras dalam kemasan yang tidak sesuai komposisi yang tertera pada kemasannya," terang jenderal polisi bintang satu tersebut.

Hasil Kajian IPB

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Edi Santosa, mengungkapkan hasil kajian terkait temuan dugaan kecurangan produsen beras yang sebelumnya disampaikan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.

Dia mengungkap bagaimana hitung-hitungan akibat beras yang dijual tidak sesuai standar tersebut, baik beras oplosan maupun kurang takaran.

Timnya telah melakukan penelitian dengan mendatangi pasar, melakukan penimbangan, hingga mengklasifikasikan jenis beras.

"Kalau yang kami kaji itu awalnya itu adalah beras yang ada di pasar 10 provinsi itu kami datangi, kemudian dicek, ditimbang, diklasifikasikan dulu ini medium apa premium, ditimbang labelnya berapa bobotnya, cocok nggak," ungkapnya saat dihubungi Tribun Network, Senin (14/7).

Prof Edi juga menambahkan bahwa beras-beras yang diperiksa dipastikan apakah mencantumkan label SNI serta mengetahui harga jual ke konsumen.

Dari ketiga aspek tersebut, kemudian diperoleh data bahwa sekitar 40 persen merupakan beras premium, sementara 60 persen sisanya beras medium.

"Kemudian ditanya dari sisi data harga jual gimana tuh apakah melebihi HET atau tidak? Jadi, dari hitung-hitungan itu kemudian dicoba diekstrapolasi artinya dari sampling itu dibuat generalisasi," tuturnya.

Berdasarkan hasil tersebut, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai hampir Rp100 triliun.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved