Berita Jambi

Lambatnya Penanganan Kasus di Polda Jambi, Kuasa Hukum PT BBS Surati Irwasda dan Kapolda

Kantor Hukum Eka Wanti & Associates melayangkan surat resmi kepada Kombes Pol Jannus Parlindungan Siregar, Irwasda Polda Jambi, terkait lambannya

Editor: Suci Rahayu PK
ist
Kantor Hukum Eka Wanti & Associates melayangkan surat resmi kepada Kombes Pol Jannus Parlindungan Siregar, Irwasda Polda Jambi, terkait lambannya proses penanganan perkara klien mereka, PT Bumi Berdikari Sentosa (PT BBS). 

TRIBUNJAMBI.COM, Jambi - Kantor Hukum Eka Wanti & Associates melayangkan surat resmi kepada Kombes Pol Jannus Parlindungan Siregar, Irwasda Polda Jambi, terkait lambannya proses penanganan perkara klien mereka, PT Bumi Berdikari Sentosa (PT BBS).

Surat yang dikirim pada 4 Juli 2025 itu juga ditembuskan kepada Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar.

Dalam surat tersebut, tim kuasa hukum menyampaikan kekecewaan atas lamanya waktu yang dihabiskan oleh penyidik Subdit II Jatanras Reserse Kriminal Umum Polda Jambi dalam menyelesaikan berkas perkara.

Bahkan, Surat Perintah Dilakukan Penyidikan (SPDP) yang telah diterbitkan dikabarkan telah dikembalikan oleh Kejaksaan Tinggi Jambi tanpa kejelasan lebih lanjut.

Permohonan ini diajukan oleh dua kuasa hukum dari kantor Eka Wanti & Associates, yakni Eka Wanti, S.H. dan Andi Rezeki Saputra, S.H., yang mewakili PT BBS sebagai pelapor dalam perkara pidana yang kini mandek di tangan penyidik.

Surat tertanggal 04 Juli 2025 itu dikirim dari Pekanbaru, tempat kantor hukum tersebut berkedudukan. Tujuannya adalah untuk mengadukan langsung kepada Irwasda dan meminta perhatian dari Kapolda Jambi.

Surat ini dikirim karena kuasa hukum menilai telah terjadi penundaan yang tidak wajar dalam pelimpahan berkas perkara ke tahap II.

Baca juga: Sisi Lain Misri Puspita Sari Saat Hidup di Jambi, 2 Beasiswa Tak Diambil Pilih Kerja untuk Adik-adik

Baca juga: Rugikan Negara Rp 285 T, Peran 18 Tersangka Korupsi Pertamina, Sewa Terminal BBM-Beli BBM RON Rendah

Mereka bahkan menyebut adanya dugaan bahwa penyidik dengan sengaja mengulur-ngulur waktu sehingga menghambat keadilan bagi klien mereka.

Kuasa hukum berharap agar Kapolda Jambi segera turun tangan dan memberi atensi khusus atas kasus ini. Mereka juga meminta agar oknum penyidik yang diduga menghambat jalannya proses hukum segera diberi sanksi dan dievaluasi.

 "Kami harap atensi langsung dari Kapolda agar perkara klien kami segera diproses dan tidak dipermainkan oleh oknum penyidik," tulis Eka Wanti.

Hingga berita ini ditulis, pihak Polda Jambi belum memberikan keterangan resmi terkait surat permohonan tersebut. 

Awal Mula Kasus

Perkara ini bermula ketika Ilham Putra selaku supervisor PT BBS tanpa izin resmi menjual batu bara kepada tersangka Aliefin.

Tersangka Aliefin adalah pemegang saham PT Prima Dito Nusantara (PDN). 

Ilham Putra sendiri telah divonis bersalah atas kasus penggelapan batu bara di Pengadilan Negeri Sengeti pada 30 Oktober 2024.

Namun, tersangka Aliefin hingga kini belum diproses secara cepat oleh Polda Jambi dalam kasus dugaan penadahan.

Di sisi lain, sempat ada upaya mediasi antara pihak pengacara tersangka dengan pelapor, termasuk permintaan ganti rugi.

PT BBS meminta uang ganti rugi sebesar Rp3 miliar dari nilai batu bara yang diduga ditadah tersangka Aliefin sekitar Rp700 juta.

Kuasa hukum menyatakan PT BBS memiliki tolok ukur dalam meminta ganti rugi senilai Rp3 miliar.

Baca juga: Pemilik Kebun Sawit di Rimbo Bujang Tebo Jadi Tersangka Setelah Menganiaya Pencuri Sawit

Baca juga: RESPON Pertamina soal Riza Chalid Cs Tersangka Baru Korupsi Tata Kelola Minyak: Hormati Proses Hukum

Eka Wanti, kuasa hukum PT BBS, menjelaskan bahwa ganti rugi Rp3 miliar itu tidak hanya soal harga batu bara yang digelapkan dan ditadah.

"Jika batu bara yang digelapkan dan ditadah itu diputarkan selama ini, maka ada kerugian keuntungan di situ," kata Eka Wanti, Selasa (10/6/2025).

"Ada kerugian opportunity juga. Contoh, Ketika ada permintaan batu bara yang mendesak," ujar Eka Wanti.

Eka Wanti juga menyebut adanya kerugian immateril.

"Selama ini, kami harus bolak balik dari Riau ke Jambi, dan ada salah satu komisaris kami yang harus bolak balik dari Jakarta ke Jambi untuk urusan ini saja," katanya.

"Kerugian immaterial lainnya, sampai-sampai manajer operasional kami sakit dan meninggal karena memikirkan perkara ini tidak kunjung selesai-selesai," sambung Eka Wanti.

Menurut Eka Wanti, permintaan uang ganti rugi Rp3 miliar itu pun bersifat penawaran.

"Tidak serta merta harus segitu," imbuhnya.

Sayangnya, kata Eka Wanti, penawaran nilai ganti rugi tersebut tidak mendapatkan tanggapan.

"Tidak ada tanggapan yang pasti atas penawaran itu," ujarnya. 

Selain itu, pihaknya berharap dari penawaran ganti rugi Rp3 miliar itu, dapat menimbulkan efek jera. 

"Sebab, jika hukum di negara ini hanya mengganti kerugian yang ditimbulkan saja tanpa adanya efek jera, maka pasti banyak orang di luar sana yang berbuat kejahatan. Begitu ketahuan dan ada ancaman pidana, kemudian dengan seenaknya saja mengganti rugi sesuai nilai kejahatannya," kata Eka Wanti.

"Hukuman itu nggak seperti itu. Harus ada efek yang ditimbulkan agar jera dan tidak mengulangi, baik mengulanginya kepada batu bara milik PT BBS maupun batu bara milik orang lain," sambung Eka Wanti. (*)

 


Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Sisi Lain Misri Puspita Sari Saat Hidup di Jambi, 2 Beasiswa Tak Diambil Pilih Kerja untuk Adik-adik

Baca juga: Rugikan Negara Rp 285 T, Peran 18 Tersangka Korupsi Pertamina, Sewa Terminal BBM-Beli BBM RON Rendah

Baca juga: Pemilik Kebun Sawit di Rimbo Bujang Tebo Jadi Tersangka Setelah Menganiaya Pencuri Sawit

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved