Berita Nasional

Yunarto Wijaya Soroti Nasib Jokowi: Terlupakan sebagai Presiden, Diingat karena Anak

Setelah satu dekade menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, masa pensiun Joko Widodo (Jokowi) ternyata tidak berjalan tenang.

Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
Tangkap Layar Kompas Tv.
Presiden ke-7 RI Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan keterangannya di Solo, Jawa Tengah, Jumat (13/6/2025). Setelah satu dekade menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, masa pensiun Joko Widodo (Jokowi) ternyata tidak berjalan tenang. Alih-alih dikenang karena deretan kebijakan besar dan pembangunan infrastruktur masif yang pernah ia dorong, publik justru lebih banyak membicarakan kontroversi yang membayangi sosok Jokowi pasca lengser dari Istana. 

TRIBUNJAMBI.COM -Setelah satu dekade menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, masa pensiun Joko Widodo (Jokowi) ternyata tidak berjalan tenang.

 Alih-alih dikenang karena deretan kebijakan besar dan pembangunan infrastruktur masif yang pernah ia dorong, publik justru lebih banyak membicarakan kontroversi yang membayangi sosok Jokowi pasca lengser dari Istana.

Fenomena ini mencerminkan bagaimana ruang publik politik di Indonesia tak selalu memberikan ruang penghargaan yang cukup terhadap pencapaian seorang pemimpin. 

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, menyoroti kondisi ini dalam sebuah diskusi di podcast GASPOL yang tayang di kanal YouTube Kompas.com pada Sabtu (28/6/2025).

"Pak Jokowi adalah presiden dua periode, sudah bekerja keras. Tapi masa pensiunnya malah dipenuhi polemik soal keluarganya, bukan legasi pemerintahan," ujar Yunarto.

Menurut Yunarto, publik seolah lupa akan kerja-kerja besar Jokowi, seperti pembangunan infrastruktur, deregulasi, dan upaya debirokratisasi selama dua periode kepemimpinannya. 

Yang justru terus digaungkan adalah isu-isu sensasional, seperti dugaan intervensi politik terkait anaknya, Gibran Rakabuming Raka, dan polemik lainnya.

“Sayangnya, yang diperbincangkan bukan kerja-kerja nyatanya, tapi soal 'cawe-cawe', soal posisi anaknya, dan bahkan spekulasi apakah beliau ingin memimpin partai,” ungkapnya.

Yunarto pun menilai, dalam demokrasi yang sehat, seharusnya masa purnatugas seorang kepala negara bisa menjadi momen untuk mengenang kontribusi, bukan sekadar membidik kontroversi.

Deretan Polemik Pascakepemimpinan

Setidaknya ada dua isu utama yang membuat nama Jokowi terus bergema di ruang publik, meski bukan lagi sebagai pejabat negara aktif:


Ijazah S1 Jokowi dari Fakultas Kehutanan UGM sempat digugat keabsahannya oleh sejumlah pihak. 

Meski Bareskrim Polri telah membuktikan keasliannya melalui uji forensik, tudingan terus bergulir.

 Figur seperti Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma, dan Rismon Hasiholan Sianipar tetap melayangkan kecurigaan.

Jokowi pun menanggapi dengan jalur hukum. Ia melaporkan pihak-pihak tersebut ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran hoaks. 

Namun hingga kini, publik menanti apakah sang mantan presiden bersedia menunjukkan langsung ijazahnya jika diminta secara resmi oleh pengadilan.

 

Isu lain yang menyeret nama Jokowi adalah desakan agar putranya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dimakzulkan. 

Forum Purnawirawan TNI bahkan telah mengirim surat resmi ke DPR dan MPR untuk mempercepat proses tersebut. Meski belum dibahas di forum resmi DPR, isu ini mendapat respons langsung dari Jokowi.

Dalam pernyataannya kepada media, Jokowi menyebut dinamika tersebut sebagai bagian dari demokrasi.


 Ia mengingatkan bahwa sistem pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia dilakukan secara paket, dan proses pemakzulan pun harus mengikuti prosedur ketatanegaraan yang ketat.

"Kalau bicara pemakzulan, ya harus sesuai aturan. Tidak bisa sekadar karena tidak suka," tegasnya.


Fenomena ini membuka ruang refleksi: apakah publik Indonesia lebih tertarik pada narasi konflik ketimbang pencapaian? 

Apakah mantan pemimpin bisa benar-benar ‘pensiun’ dari sorotan ketika keluarganya masih aktif di politik?

Dalam demokrasi yang semakin dewasa, warisan kepemimpinan seharusnya tetap bisa dibicarakan dengan objektif. 

Namun faktanya, perbincangan tentang Jokowi hari ini lebih banyak berkutat pada persoalan personal dan politik dinasti, bukan pencapaian strategis selama dua periode pemerintahannya.

 

 

(Tribunjambi.com/Tribunnews.com)

Baca juga: ISI Percakapan 4 Mata Jokowi dan Tom Lembong di Istana Bogor 10 Tahun Silam: Singgung Impor Gula

Baca juga: SIAPA yang Perintah Impor Gula? Tom Lembong Sebut Nama Jokowi: Beberapa Kali Beliau Menelepon

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved