Wawancara Eksklusif

Perjalanan Hurmin dari Sopir hingga Bupati Sarolangun

Sebelum jadi Bupati Sarolangun, banyak liku-liku yang dilewati oleh H Hurmin. 

|
Penulis: Hasbi Sabirin | Editor: Mareza Sutan AJ
Tribunjambi.com/Hasbi Sabirin
WAWANCARA EKSLUSIF - Pemimpin Redaksi Tribun Jambi, Yoso Muliawan (kanan) saat mewawancarai Bupati Sarolangun, Hurmin, beberapa waktu lalu. Bupati yang pernah mengemban amanah sebagai wakil rakyat itu menceritakan perjalanan kariernya dari sopir, kepala desa, hingga kini sebagai Bupati Sarolangun. 

TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Sebelum jadi Bupati Sarolangun, banyak liku-liku yang dilewati oleh H Hurmin

Ia menceritakan kisah perjalanan kariernya dalam wawancara bersama Tribun Jambi, Senin (16/6). Berikut petikannya.

Tribun: Bagaimana awal mula merintis karier, sejak jadi kades, anggota DPRD Sarolangun tiga periode, hingga jadi bupati?

Hurmin: Alhamdulillah, kita meniti karier mulai dari nol, saya memang dari orang biasa, termasuk orang tua saya juga orang biasa. Tamat SMA, saya pernah merantau ke Jambi dan menapak untuk berkerja di salah perusahaan yang ada di Seberang Kota Jambi.

Merasa tidak begitu hebat dalam bekerja dan biasa saja, saya harus gigih dan nekat meskipun berkerja sebagai sopir. Setelah beberapa tahun kerja, habis itu pulang kampung, berkeluarga, punya anak satu orang. 

Saat itu punya modal sedikit, hanya cukup untuk usaha kecil-kecil dan kerja serabutan sopir, bawa mobil ke mana mana, kemudian narik amprah karet, setelah itu belajar berdagang karet.

Karena sejak SMP saya sudah mulai kerja cari duit, pernah jual batu es pas puasa puasa, karena orang tua kita bukan dari orang berada.
Hanya modal pergaulan dan kepercayaan, ambil karet orang kemudian bawa ke Jambi, habis itu baru bayar.

Kalau kita bayar langsung ke bawah kita tidak punya uang, hal itulah yang saya lakukan sepanjang hari.

Tribun: Pernah menjadi kades sebelum meniti karier politik?

Hurmin: Awalnya saya tidak mau, namun semua pemuda sudah tunjuk saya. Tiap orang rapat karang taruna saya tidak pernah ikut, karena saya pikir setiap amanah yang kita pegang harus tanggung jawab, walaupun hanya ketua karang taruna.

Saya tidak hadir waktu pemilihan ketua karang taruna, tiba-tiba saya terpilih datang kabar dari rekan saya.

Setelah satu tahun jadi ketua karang taruna, paman waktu itu kepala desa dan meninggal dunia, ketika itu masyarakat pun langsung mendorong dirinya jadi kades.

Wah, ini berat juga jadi kades, waktu itu gaji kades hanya 500 ribu, kerjanya banyak. Tidak sesuai keinginan masyarakat, takut kecewa, akhirnya saya menolak tidak mau mencalonkan kades.

Orang tuanya saya waktu itu masih ada, dan beliau juga tidak mengizinkan untuk nyalon Kades. 

Namun, waktu itu masyarakat terus memberikan dorongan, agar saya maju nyalon kades. Ada satu orang tokoh Sarolangun menyampaikan pesan pada saya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved