Berita Nasional

Lempar Kucing Berujung Penjara, Pedagang Konveksi di Sukoharjo Jadi Tersangka

Kasus dugaan kekerasan terhadap hewan kucing kembali mencuat ke publik.

Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
GENERATED GEMINI AI
KUCING -Kasus dugaan kekerasan terhadap hewan kucing kembali mencuat ke publik. 

TRIBUNJAMBI.COM– Kasus dugaan kekerasan terhadap hewan kucing kembali mencuat ke publik.

Seorang pedagang konveksi di Pasar Ir. Soekarno, Sukoharjo, Jawa Tengah, berinisial S, resmi ditetapkan sebagai tersangka atas tindakannya melempar seekor kucing di lingkungan pasar.

 Insiden yang terjadi pada 25 Februari 2025 itu kini memasuki babak hukum, setelah aparat kepolisian menyelidiki laporan masyarakat dan bukti yang ada.

Polres Sukoharjo secara resmi menetapkan status tersangka terhadap S pada Kamis (13/6/2025). Ia dijerat dengan Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana penganiayaan terhadap hewan.

 Ancaman hukuman maksimal yang bisa dijatuhkan adalah sembilan bulan kurungan penjara atau denda, bergantung pada hasil pemeriksaan dan tingkat kerusakan fisik yang dialami oleh hewan tersebut.

Ketua Rumah Difabel Meong, Hening Yulia, menyampaikan bahwa kasus ini harus menjadi preseden penting untuk menyadarkan masyarakat mengenai posisi hukum perlindungan hewan di Indonesia.

Menurutnya, banyak yang belum memahami bahwa menyakiti hewan dapat berujung pidana.

“Ini bukan lagi sekadar soal etika atau rasa kasihan. Negara punya hukum yang melindungi hewan dari penyiksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 302 KUHP. Kalau menyiksa sampai menyebabkan cacat, ancamannya sembilan bulan penjara. Kalau menyebabkan kematian, bisa lebih dari setahun,” jelas Hening.

Namun, Hening juga menekankan bahwa esensi dari proses hukum ini bukan semata untuk menghukum pelaku, melainkan sebagai peringatan luas kepada masyarakat bahwa setiap tindakan terhadap hewan memiliki konsekuensi hukum.

 Ia menambahkan bahwa Rumah Difabel Meong tidak berniat ‘memenjarakan orang’, namun ingin mendorong kesadaran publik akan pentingnya memperlakukan hewan secara layak.

“Tiga bulan penjara pun sebenarnya sudah cukup memberi efek jera. Yang penting adalah memberikan pesan bahwa hukum itu ada dan bisa ditegakkan.

Kalau tidak, masyarakat bisa main hakim sendiri,” ujarnya.

Kasus ini sekaligus membuka diskusi tentang perlunya edukasi yang lebih luas terkait perlindungan hewan.

 Tidak hanya bagi pelaku kekerasan, namun juga bagi para pemilik hewan peliharaan yang lalai atau abai. Dalam banyak kasus, pemilik yang tak memelihara dengan baik pun bisa dikenai pasal serupa.

Peristiwa di Sukoharjo ini menjadi contoh nyata bahwa kekerasan terhadap hewan bukan lagi perkara sepele.

Dalam sistem hukum Indonesia, perlakuan tidak manusiawi terhadap hewan bisa diadukan dan diproses secara hukum, dengan sanksi yang jelas. Sebuah peringatan bahwa tindakan sepele bisa berujung perkara serius  bahkan kehilangan kebebasan.

(TRIBUNJAMBI.COM/SURYA)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved