Berita Internasional

70 Persen Wilayah Gaza jadi Zona Terlarang usai Israel Langgar Gencatan Senjata

OCHA menemukan bahwa Israel telah membatasi akses ke sekitar 70 persen wilayah Jalur Gaza.

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Mareza Sutan AJ
Tangkapan Layar/Al Jazeera
PETA GAZA.- Tangkapan layar dari Al Jazeera, Rabu (7/5/2025). Israel telah mengubah 70 persen wilayah Gaza menjadi zona terlarang, dalam peta. Sejak Israel melanggar gencatan senjata, negara itu telah menyatakan sebagian besar wilayah Gaza sebagai zona terlarang, memaksa pengusiran di tengah serangan, dan memblokir semua bantuan kemanusiaan. 

TRIBUNJAMBI.COM - Terungkap, Israel menjadikan 70 persen wilayah Gaza sebagai zona terlarang.

Hal itu berdasarkan temuan Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).

OCHA menemukan bahwa Israel telah membatasi akses ke sekitar 70 persen wilayah Jalur Gaza.

Wilayah tersebut telah dinyatakan sebagai zona terlarang atau berada di bawah perintah pemindahan paksa.

Di Gaza selatan, hampir seluruh wilayah Rafah telah dikosongkan setelah perintah pemindahan oleh militer Israel sejak akhir Maret.

Adapun di Gaza utara, hampir seluruh Kota Gaza telah ditetapkan sebagai zona terlarang.

Hanya beberapa kantong kecil di barat laut yang masih dikecualikan dari larangan tersebut.

Selain itu, daerah timur lingkungan Shujayea dan sepanjang perbatasan Israel juga berada dalam status terlarang.

Peta animasi yang dirilis oleh OCHA menunjukkan bagaimana perluasan zona ini terjadi setelah Israel melanggar gencatan senjata pada 18 Maret lalu.

Pendudukan dan “Kehadiran Berkelanjutan”

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana serangan darat baru yang akan dilancarkan di Gaza.

Dalam pernyataan publiknya pada Senin kemarin, Netanyahu menyebut lebih dari dua juta warga Gaza “akan dipindahkan”.

Ia menegaskan bahwa pasukan Israel akan mempertahankan wilayah yang direbut untuk membangun “kehadiran berkelanjutan”.

Langkah ini diperkuat dengan persetujuan kabinet Israel untuk memanggil 60.000 tentara cadangan.

Selain itu, militer Israel kini mengendalikan pengiriman bantuan makanan dan pasokan penting lainnya ke Gaza.

Mereka memblokade bantuan yang masuk untuk para warga sipil di Gaza.

Kontrol Teritorial Diutamakan

Koresponden Al Jazeera, Tareq Abu Azzoum yang melaporkan dari Deir el-Balah,  menyebut warga Palestina melihat langkah ini sebagai bentuk hukuman kolektif.

Menurutnya, warga meyakini Israel lebih memprioritaskan kontrol wilayah ketimbang mencari solusi politik.

Warga juga menyatakan ketakutan mendalam: mereka mungkin tidak akan pernah bisa kembali ke rumah mereka.

Banyak yang percaya bahwa tujuan Israel bukan hanya untuk melemahkan Hamas, tetapi juga mengosongkan Gaza dari penduduk sipil.

Israel dituding menerapkan strategi militer sambil memakai bahasa kemanusiaan untuk melegitimasi aksi di mata dunia.

Caranya termasuk memperluas serangan darat dan memperketat distribusi bantuan ke wilayah Gaza.

Warga Gaza Tolak Mengungsi

Di tengah tekanan dan ancaman, muncul gelombang perlawanan di kalangan warga Palestina.

Media sosial ramai dengan pesan-pesan keteguhan dan tekad warga untuk tetap tinggal di tanah mereka, apapun risikonya.

Banyak yang menolak untuk dievakuasi, bahkan jika itu berarti menghadapi kelaparan dan bahaya serangan.

Kiamat Pangan

Situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk.

Palestinian Red Crescent Society (PRCS) menyebut Gaza kini menghadapi “risiko kelaparan ekstrem”.

Mereka melaporkan bahwa tidak ada lagi makanan tersisa di pasar maupun pusat distribusi bantuan.

Stok makanan PRCS bagi para pengungsi kini benar-benar habis.

Yang tersisa hanyalah sedikit kacang-kacangan yang masih bisa disalurkan ke dapur umum.

Organisasi itu menegaskan bahwa lebih dari satu juta pengungsi tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan makanan harian minimum.

Selama hampir tiga bulan ini, pasukan Israel memblokade bantuan kemanusiaan untuk masuk ke Jalur Gaza.

Alasannya, untuk menekan Hamas agar segera membebaskan para sandera.

Padahal, bencana kelaparan di Gaza sudah berada di depan mata.

Program Pangan Dunia (WFP) mengumumkan minggu ini bahwa gudang-gudangnya kini kosong.

Dapur umum yang masih beroperasi di sana sangat membatasi persediaan terakhir mereka.

Adapun sedikit makanan yang tersisa di pasar-pasar Gaza, kini dijual dengan harga selangit yang tidak terjangkau oleh kebanyakan orang.

Sekantong tepung terigu kini harganya setara dengan $100 atau setara dengan Rp1,6 juta.

Kasus kekurangan gizi akut pada anak juga meningkat pesat, salah satu tanda pasti akan datangnya bencana kelaparan.

Hampir 3.700 anak didiagnosis kurang gizi bulan lalu, meningkat 82 persen dari Februari, menurut PBB.

Organisasi-organisasi bantuan yang pernah menjadi jawaban atas krisis pangan yang telah melanda Gaza selama perang hampir 19 bulan ini, kini juga kehabisan jawaban.

Berdiri di gudang kosong, koordinator darurat WFP di Gaza Yasmin Maydhane mengatakan persediaan organisasinya telah “habis”.

"Kita sekarang berada dalam posisi di mana lebih dari 400.000 orang yang menerima bantuan dari dapur umum kami – yang merupakan satu-satunya sumber penghidupan bagi masyarakat – justru mengalami kesulitan," katanya.

Jika Israel mau membuka gerbang menuju Gaza, WFP mengatakan siap untuk menyalurkan bantuan yang cukup ke Gaza untuk memberi makan seluruh penduduk hingga dua bulan.

UNRWA, badan utama PBB yang mendukung warga Palestina, mengatakan memiliki hampir 3.000 truk berisi bantuan yang menunggu untuk menyeberang ke Gaza.

Keduanya membutuhkan Israel untuk mencabut blokadenya agar bantuan tersebut dapat masuk.

Sementara kondisi di Gaza memburuk, Israel sejauh ini belum memberikan indikasi apa pun bahwa mereka berencana melakukan tindakan apa pun untuk mencegah kelaparan parah.

Kelompok HAM Israel, B’Tselem, menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata perang di Gaza.

Mereka menyebut bahwa setengah dari warga yang kelaparan di Gaza adalah anak-anak.

Jumlah Korban

Sejak Israel melanggar gencatan senjata dengan Hamas pada 18 Maret lalu, lebih dari 2.400 warga Palestina telah tewas.

Data dari Otoritas Kesehatan Gaza mencatat total korban tewas sejak awal perang kini mencapai 52.567 jiwa.

 

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

 

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Temuan OCHA Ungkap Israel Jadikan 70 Persen Wilayah Gaza Zona Terlarang

 

Baca juga: Gaza Hari Ini: Bencana Kelaparan di Depan Mata, Israel tak Kunjung Izinkan Bantuan Masuk

Baca juga: Rusia di Mahkamah Internasional: Tindakan Israel di Gaza Rusak Hukum dan Kemanusiaan

Baca juga: Warga Sipil Kelimpungan Cari Tempat Aman, Total 36 Tewas Dampak Konflik India vs Pakistan

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved