Dedi Mulyadi Geram, Alih Fungsi Lahan di Puncak Picu Banjir Bandang: Saya Marah, Saya Nangis

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi geram atas alih fungsi lahan di Puncak yang picu banjir bandang.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Kolase TikTok @dedimulyadiofficial
GERAM:  Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi saat meninjau sungadi di Bekasi (kiri). Hujan lebat yang mengguyur wilayah Jabodetabek beberapa waktu lalu menyebabkan banjir bandang di berbagai daerah, termasuk kawasan yang memiliki kontur tinggi seperti Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dedi Mulyadi geram atas alih fungsi lahan di Puncak yang picu banjir bandang. (Kolase TikTok @dedimulyadiofficial) 

Dedi Mulyadi Geram, Alih Fungsi Lahan di Puncak Picu Banjir Bandang: Saya Marah, Saya Nangis

TRIBUNJAMBI.COM - Hujan lebat yang mengguyur wilayah Jabodetabek beberapa waktu lalu menyebabkan banjir bandang di berbagai daerah, termasuk kawasan yang memiliki kontur tinggi seperti Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Jika sebelumnya banjir lebih sering melanda dataran rendah seperti Jakarta, kini daerah hulu pun tak luput dari bencana. 

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, apakah banjir hanya disebabkan oleh cuaca ekstrem, atau ada faktor lain seperti alih fungsi lahan yang kian masif?

Menurut Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, alih fungsi lahan menjadi salah satu penyebab utama yang memperparah banjir di kawasan hulu dan hilir. 

Ia menegaskan pentingnya perbaikan tata kelola ruang secara menyeluruh di wilayah Jawa Barat.

"Ini memang soal tata kelola ruang. Penanganannya harus menyeluruh, bukan hanya di hulu tapi juga di hilir seperti Bekasi dan Jakarta. Kalau kita konsisten membenahi di hulu, hilirnya juga harus dibenahi," ujar Dedi Mulyadi dalam program "Dipo Investigasi" pada Senin malam (10/3/2025).

Kritik Pedas Soal Pengawasan Perizinan

Dalam wawancara tersebut, Dedi juga melontarkan kritik keras terhadap lemahnya pengawasan perizinan di daerah resapan air. 

Baca juga: Tak Hanya Laut, Dedi Mulyadi Ungkap Sungai Bersertifikat: Orang Jahat di Indonesia Terlalu Banyak

Baca juga: Dedi Mulyadi Sebut PTPN dan Perhutani Menikmati Alih Fungsi Lahan: Kami Sibuk Menangani

Ia mengaku kecewa dengan maraknya pembangunan yang merusak kawasan konservasi.

"Saya marah, saya nangis. Sebagai orang Sunda, saya paham betul bahwa Bogor adalah tempat leluhur kami."

"Kini kawasan yang disakralkan justru diubah menjadi tempat rekreasi. Ini harus dibenahi," tegas Dedi dengan nada emosional.

Ia juga menyalahkan pemerintah yang dinilai abai dalam mengatur tata ruang dan lebih mementingkan pendapatan daerah. 

"Yang salah itu pemerintahan yang nggak ngerti tata ruang. Tahunya cuma cari pendapatan daerah terus," imbuhnya.

Pembongkaran Wisata Hibisc Fantasy Puncak

Puncak kemarahan Dedi terlihat dari keputusannya membongkar kawasan wisata Hibisc Fantasy Puncak di Tugu Selatan, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, yang baru beroperasi selama empat bulan. 

Pembongkaran dimulai pada Kamis (6/3/2025) setelah ditemukan sejumlah pelanggaran serius.

"Banyak pelanggarannya, mulai dari lingkungan hingga izin lokasi. Mereka membangun melebihi batas yang ditetapkan, termasuk ketinggian bangunan," jelas Dedi di lokasi pembongkaran.

Meski dikelola oleh PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ), anak perusahaan BUMD Jawa Barat, Dedi menegaskan tidak akan tebang pilih dalam menegakkan aturan.

Baca juga: Proyek Ridwan Kamil Disegel Dedi Mulyadi, Jembatan Rp 800 Miliar di Bogor Bermasalah: Hutan Rusak!

Dedi juga menuding adanya praktik jual beli lahan yang melibatkan pihak swasta dan pemerintah. 

"Kalau PT Perkebunan nggak mampu menghasilkan dari perkebunan, ya mundur saja. Jangan jadikan lahan ini sebagai proyek bangunan."

"Dan orang Jakarta juga jangan cuma menyalahkan orang atas, karena yang punya lahan ini kebanyakan orang Jakarta," tandasnya.

Kasus ini menjadi sorotan sebagai cerminan carut-marutnya tata kelola ruang di kawasan Puncak dan sekitarnya, yang berdampak langsung pada kerusakan lingkungan dan bencana banjir.

Ungkap Sungai Bersertifikat

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menemukan fakta mencengangkan terkait adanya sungai yang bersertifikat selain pagar laut di pesisir Tangerang, Banten.

Sertifikat itu terungkap saat meninjau pengerukan dan pelebaran sungai di Bekasi.

Saat itu Kang Dedi, sapaan akrabnya mendapat laporan dari petugas Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).

Dedi Mulyadi dilaporkan terkait sejumlah daerah aliran sungai sudah bersertifikat dan menjadi hak milik perorangan.

"Bupati Bekasi sebenarnya sudah ada proyek normalisasi sungai, pengerukan dan pelebaran di Kali Bekasi," kata Dedi Mulyadi, dikutip dari akun TikToknya @dedimulyadiofficial, Senin (10/3/2025).

Diketahui, proyek itu berada di daerah Babelan.

Progres pengerjaan proyek sudah 50 persen. 

Baca juga: Kronologi Polisi di Semarang Cekik Bayi 2 Bulan, Bermula saat Istri Titip Anaknya dan Berbelanja

Sisanya terhambat lantara daerah aliran sungai sudah disertifikatkan.

"Bahwa daerah aliran sungai yang akan dinormalisasi sudah ada sertifikat hak milik," kata Dedi.

Ia menyindir, bukan hanya laut yang disertifikatkan, sekarang sungai juga disertifikatkan.

"Isukan (besok) langit disertifikatkan. Nanti kita turun ke sana, mau memilih (tetap) banjir atau ridhokan (lahannya). Gitu aja," jelas Dedi.

Ia pun kemudian menayakan proyek mana lagi yang mentok atau terhambat karena daerah aliran dimiliki perorangan.

Salah seorang petugas BBWS menyampaikan, ada salah satu proyek yang progres pelaksanaan hanya 11,6 persen.

Dalam kunjunggannya ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Bekasi, Dedi menyoroti lambannya progres normalisasi sungai akibat kendala kepemilikan lahan.

"Sebenarnya anggaran normalisasi sungai itu ada. Ini 50 persen mentok karena ada kendala. Tanahnya menjadi hak milik. Hal ini juga terjadi di Paket 6, sebelumnya di Paket 7."

"Pelaksanaannya progresnya hanya mentok di 11,6 persen karena terkendala masalah lahan," ujar Dedi dikonfirmasi ulang, Senin (10/3/2025).

Menurut Dedi, kepemilikan lahan oleh individu maupun perusahaan menjadi hambatan utama dalam penyelsaian proyek ini.

"Betul, karena terkendala dimiliki perorangan dan perusahaan. Ini nu jarahat di Indonesia teh loba teuing, Gusti. Ari sia walungan disertifikatkeun (Yang jahat di Indonesia terlalu banyak, Ya Allah. Ini sungai disertifikatkan)," ungkapnya dengan nada geram.

Dedi juga menegaskan bahwa sebenarnya proyek ini sudah berjalan dan tidak membutuhkan tambahan dana yang besar.

Baca juga: Pengangkatan 248.970 CPNS, 1.017.111 PPPK Ditunda, Pemerintahan Presiden Prabowo Dinilai Carut Marut

Akan tetapi, ia mengaku terpaksa mencari solusi alternatif, termasuk mengumpulkan dana sebesar Rp 500 miliar untuk menyelsaikan kendala ini.

"Saya sampai nekat iuran Rp 500 miliar itu sebenarnya nggak mesti, karena proyek sudah ada, sudah berjalan. Tapi kendalanya, DAS Bekasi, Cikeas, dan Cileungsi sudah bersertifikat. Untuk itu, ini harus diselesaikan. Paling disomasi," tegasnya. 

Dedi Mulyadi berharap pemerintah pusat dan daerah segera mencari solusi hukum untuk mengatasi permasalahan lahan ini.

Sehingga proyek normalisasi dapat berjalan lancar dan mengurangi risiko banjir di wilayah Bekasi dan sekitarnya.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Lantai Jembatan Bailey Jambi-Sumbar Rampung, Tinggal Pemasangan Oprit

Baca juga: Sosok Helmi Hasan, Gubernur Bengkulu Periode 2025-2030

Baca juga: Kunci Jawaban  IPAS Kelas 5 Halaman 167, Menggali Informasi Peta

Baca juga: Prediksi Skor dan Statistik LOSC Lille vs Dortmund di Liga Champions, Head to Head Sama Kuat

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved