Renungan Kristen

Renungan Harian Kristen 10 Maret 2025 - Puasa yang Berdampak

Bacaan ayat: Yesaya 58:6-7 (TB)  Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali k

Editor: Suci Rahayu PK
Instagram @ferinugroho77
Pdt Feri Nugroho 

Renungan Harian Kristen 10 Maret 2025 - Puasa yang Berdampak

Bacaan ayat: Yesaya 58:6-7 (TB)  Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! 

Oleh Pdt Feri Nugroho

 

Yesaya berhadapan dengan kemerosotan moral yang parah. Kedapatan secara masal di Kerajaan Yehuda, melakukan kejahatan yang masif.

Pelakunya bukan hanya rakyat jelata, melainkan para rohaniwan. Ritual yang mereka lakukan ialah berpuasa. Tentu ada harapan besar bahwa dengan berpuasa akan membuat kehidupan menjadi lebih baik.

 Paling tidak secara ritual akan terlihat bahwa mereka adalah orang-orang saleh yang hidupnya dekat dengan Tuhan. Harapan ini gagal.

Mereka protes kepada Tuhan dengan mempertanyakan, "Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?" 

Terhadap teriakan protes mereka, Yesaya tampil dengan sebuah pesan yang menohok.

 Yesaya harus berseru dengan keras dan menyaringkan suaranya seperti sangkaka. Ini memperlihatkan kesungguhan dan keseriusan Tuhan dalam merespon perilaku mereka.

 Faktanya, mereka kedapatan saat berpuasa masih sibuk dengan urusan bisnis yang menguntungkan. Kejahatan masih saja terjadi.

 Pertengkaran, tindakan semena-mena dan menindas sesamanya, masih saja terjadi padahal sedang berpuasa. Ini menjadi penanda bahwa puasa yang dilakukan sebatas ritual menahan diri dari lapar dan haus.

Persoalannya, secara psikologis, bukankah saat seseorang lapar dan haus akan sangat mudah emosinya tersulut? Dengan demikian sangat wajar jika pada akhirnya puasa yang dilakukan tidak mendatangkan manfaat apapun bagi diri sendiri maupun sesama yang ada disekitarnya. 

Tidak demikian puasa yang dikehendaki oleh Tuhan. Ia menghendaki puasa yang membawa dampak bagi kehidupan yang lebih luas. 

Puasa bukan persoalan menahan lapar dan haus lagi. Puasa itu tentang merendahkan diri di hadapan Tuhan. Puasa itu tentang berbagi makanan dan minuman kepada sesama; menolong sesama yang terbeban.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved