AKBP Bintoro Terjerat Kasus Pemerasan, Pengamat Menilai Harus Libatkan Eksternal saat Penyelidikan

Selidiki kasus dugaan pemerasan yang dilakukan AKBP Bintoro dkk, pihak kepolisian dinilai harus libatkan pihak eksternal.

Editor: Suci Rahayu PK
Tribunnews/Fahmi Ramadhan
Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro. Dia terlibat kasus pemerasan pada dua tersangka kasus pembunuhan yang ditanganinya. 

TRIBUNJAMBI.COM - Selidiki kasus dugaan pemerasan yang dilakukan AKBP Bintoro dkk, pihak kepolisian dinilai harus libatkan pihak eksternal.

Diektahui saat ini mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro, menghadapi tuduhan melakukan pemerasan terhadap dua tersangka kasus pembunuhan yang ditanganinya.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengakui, dalam penyelidikan kasus yang melibatkan internal, kepolisian dituntut untuk objektif.

“Pihak yang memberikan uang, korban dalam hal ini, kalau ini dikatakan sebagai pemerasan, tentu pihak tersebut adalah korban, ini bisa melaporkan ke kepolisian juga,” ucapnya dalam dialog Kompas Petang yang ditayankan Kompas TV, Selasa (28/1/2025).

“Memang menjadi problem ketika pihak kepolisian dalam konteks ini tentu adalah menjadi pihak yang disudutkan, apakah kepolisian bisa obyektif dalam menangani kasus ini atau tidak,” tegasnya.

Oleh sebab itu, menurutnya, kepolisian harus menggandeng pihak eksternal dalam menangani kasus dugaan pemerasan yang menjerat AKBP Bintoro, misalnya Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

“Makanya  harus ada pihak eksternal, dalam hal ini bisa saja Kompolnas masuk di sini,” tegasnya.

Baca juga: 5 Berita Politik Terpopuler Jambi Pekan Ini, 6 Kepala Daerah Dilantik 6 Februari 2025, 6 Belum

Baca juga: Daftar Nama 5 Bupati dan Wakil Bupati di Lampung yang Tidak Dilantik 6 Februari 2025

Ia menyebut kasus semacam ini cukup banyak terjadi, tetapi hanya sedikit yang berani melaporkan atau mengungkapkan.

“Tapi yang mencuat, yang berani speak up (berbicara, red) hanya beberapa orang, seperti pada kasus DWP (pemerasan terhadap penonton Djakarta Warehouse Project/DWP), yang berani speak up adalah warga negara asing, seperti itu,” jelasnya.

“Di kepolisian memang harus ada pembenahan dalam sistem kontrol, karena kalau tidak ada perbaikan dalam sistem kontrol, ini akan terulang-terulang lagi.”

Bambang menambahkan, sebenarnya kepolisian harus membangun sistem informasi proses penyelidikan untuk transparansi.

Tujuannya, agar masyarakat bisa melihat sejauh mana proses hukum itu dilakukan oleh kepolisian.

“Kalau tidak, yang muncul ya seperti ini, masyarakat tidak bisa mengontrol, akhirnya muncullah transaksi-transaksi haram seperti ini. Ada yang menyuap, ada yang memeras, seperti itu. Siapa yang memeras atau menyuap, sama-sama tentu adalah tindak pidana,” bebernya.

Publik, kata dia,  tentu tidak bisa menyudutkan salah satu pihak. 

Oleh karenanya, penyelidikan terkait kasus AKBP Bintoro memang harus dibuka secara transparan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved