Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan
Apa Kata Kadiv Propam Polri Soal Polisi Tembak Polisi dan Penembakan Pelajar SMK di Jateng?
Belakangan ini tengah hangat menjadi perbincangan yang menyorot perilaku oknum anggota Polri.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Belakangan ini tengah hangat menjadi perbincangan yang menyorot perilaku oknum anggota Polri. Diantaranya terkait aksi polisi tembak polisi dan anggota tembak pelajar SMK di Semarang Jawa Tengah.
Tindakan yang menghilangkan nyawa tersebut membuat masyarakat khawatir.
Dalam aksi penembakan sesama anggota itu misalnya, AKP Dadang Iskandar menembak Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar pada 22 November 2024 lalu.
Aksi polisi tembak polisi itu diduga karena pelaku tak terima korban menangkap orang yang diyakini terlibat tambang ilegal.
AKP Dadang saat kejadian itu menjabat sebagai Kabag Ops Polres Solok Selatan.
Sementara Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Solok Selatan.
Tak lama kemudian di Semarang, Jawa Tengah, polisi juga menembak seorang pelajar SMK hingga tewas.
Baca juga: Teka-teki Polisi Tembak Pelajar SMK di Semarang, Korban Lain Bantah Tawuran saat Penembakan
Baca juga: Daftar 5 Pertanyaan Tak Terjawab di Prarekonstruksi Polisi Tembak Pelajar SMK di Semarang, Apa Saja?
Alasan terjadinya penembakan itu disebut saat melerai aksi tawuran dan gengster.
Lalu bagaimana mengatur penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian?

Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Abdul Karim mengatakan, aturan penggunaan senjata api (senpi) oleh personel kepolisian sudah jelas.
“Aturan yang mengatur penggunaan dan pengelolaan senpi sudah jelas dan tepat, tinggal optimalisasi saja,” kata Irjen Abdul Karim ketika dihubungi di Jakarta, Senin (2/12/2024) dikutip dari Antara.

Optimalisasi tersebut, kata dia, kembali pada mekanisme yang dilakukan oleh Kapolda masing-masing daerah.
Aturan penggunaan senpi oleh petugas kepolisian diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkapolri), salah satunya dalam Pasal 47 Nomor 8 Tahun 2009.
Baca juga: Prarekonstruksi Polisi Tembak Pelajar SMK di Semarang Tak Hadirkan Pelaku, Tawuran Tak Terbukti
Pada Pasal 47 ayat (2) Nomor 8 Tahun 2009 Perkapolri disebutkan bahwa penggunaan senjata api oleh petugas hanya boleh digunakan untuk dalam hal menghadapi keadaan luar biasa, membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat, membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat, serta mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang.

Selain itu, senjata api boleh digunakan petugas untuk menahan, mencegah, dan menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa dan untuk menangani situasi yang membahayakan jiwa di mana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.