Keanehan Dialami Guido Hutagalung Punxgoaran saat  Syuting Video Klip, Ada Khodam

"Tapi memang, banyak orang yang bilang, aku punya khodam (roh penjaga)". Demikian diungkapkan Guido Hutagalung Punxgoaran saat berada di sana.

Editor: Duanto AS
ISTIMEWA
Guido Hutagalung Punxgoaran saat rekaman video klip di kawasan tanah adat Sihaporas, Kecamatan Pematangsidamanik, Kabupaten Simalaungun, Sumatera Utara. 

Dia ragukan.  

“Pada saat aku masuk ke hutan atau melihat ritual ritual budaya yang ada di Sihaporas, aku mencoba untuk kaki ayam (nyeker, tanpa alas kaki), tanpa memakai sepatu atau sandal. Kenapa? Karena aku berpikir, benar nggak ya, aku dijagain? Jawabannnya benar. Pada saat aku masuk ke dalam hutan, yang belukarnya luar biasa, tak satu pun ada duri  melukai badan maupun kaki ku. Bahkan, satu biji pasir pun tidak ada yang kurasakan sakit terkena kakiku,” kata Guido yang bersama band Punxgoaran menulis dan memopulerkan lagu Sayur Kol

Ia melanjutkan, "Biasanya jika kita masuk ke hutan, kita pasti tertusuk duri. Ini sama sekali tidak ada. Inilah yang kurasakan, dan aku bisa pastikan bahwasanya situasi di tempat itu menjaga aku," katanya.

Demikian juga saat berencana membaut video klip. 

"Kami disambut masyrakat Sihaporas, seperti memperlakukan raja. Saat untuk membuat konten pribadi, membuat single, saya tidak pernah merasakan hal aneh seperti itu. Saya bisa jamin, ini bukan gimmick ya. Sungguh luar biasa. Kemudian saya mengunggah lagu single pertamaku ini pada akun YouTube mulai dari nol, baru satu hari sudah 156 subscriber dan penonton lebih dari seribu viewers. Ini luaar biasa. Itulah kisah di balik single," kata Guido.

Guido juga menuturkan, merasakan campur tangan Tuhan. 

"Saya merasakan seperti dituntun. Dan sampai hari ini, merasa seperti dituntun pada diemensi baik. Untuk tetap menyuarakan kebenaran. Konsisten berjuang. Semacam ada ucapan, ‘tenang kau. Adanya rezekimu. Tidak usah kau kreativas  seperti apa, tetapi kreativitas yang membawa kemerdekaan. Soal masa depan, atau perut, tidak usah kau takutkan.  Apakah ini terkait dengan dengan Ompu Mamantang Laut, aku nggak tahu. Tapi memang, banyak orang yang bilang, aku punya khodam (roh penjaga)," tuturnya.

Dikisahkan Ketua Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Mangitua Ambarita, ratusan tahun lalu, Martua Boniraja Ambarita meninggalkan kampungnya di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. 

Ia trauma melihat Johana Naera br Ambarita, adiknya, dikubur hidup-hidup orang ibu kandung korban. 

Sang ibu menyuruh Naera menjaga padi menguning di ladang. Namun ia kelaparan  dan tertidur. 

Ibunya marah lalu memaksa putri menggali lubang, yang menjadi liang kubur Naera. Seluruh badan terkubur, sisa leher dan kepala di perkuaan tanah, hanya. 

Sebelum wafat, Naera dijumpai seakrat oleh Martua Boniraja. 

Ia menanyakan apa musabab kekejian terhadap adik perempuannya. 

Singkat cerita, sebelum menyampaikan permintana terakhir, nasi kuning dan telur ayam kampung masak, Naera meminta abangnya pergi jauh, sebab terancam akan dibunuh juga.  

Lalu pergilah  Martua Boniraja bertapak ke Pusik Buhit. 

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved