Mahfud MD Buka-bukaan, Ungkap Partai Politik Telah Disandera Penguasa: Bukan Rahasia Lagi
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD membongkar joroknya kondisi politik Indonesia saat ini. Dia bilang parpol telah disandera
Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI.COM - Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD membongkar joroknya kondisi politik Indonesia saat ini. Dia bilang parpol telah disandera.
Dia menyebut belakangan ini semakin parah. Permainannya tidak hanya melibatkan politisi lagi, tapi juga lembaga peradilan yang harusnya berdiri secara independen.
"Waktu saya sebagai Menko, itu memang sudah terjadi. Semua tergantung pada partai ya, tapi tidak separah ini," kata Mahfud di kanal Youtube Bambang Widjojanto, yang tayang pada Jumat (30/8/2024).
Menurutnya, adanya penyanderaan partai politik sudah diketahui oleh banyak orang. "Penyanderaan sudah bukan rahasia lagi, semua orang tahu," jelasnya.
Profesor Hukum ini menjelaskan, cara penyanderaan partai politik, dengan ada ancaman yang dikeluarkan agar parpol tersebut mengikuti keinginan dari penguasa.
"(contoh ancaman) Kalau kamu nggak mau saya ginikan, kalau nggak mau gini, menterimu saya copot. Kasus ini itu sudah lama, bahkan korban-korban itu sendiri juga sudah menyatakan itu kepada partainya," ucap Mahfud. Tapi pimpinan partai tidak bisa berbuat banyak.
Permainan sekarang, ucapnya, semakin jorok. Sebab bukan hanya partai saja yang digunakan.
Contohnya ketika urusan partai politik yang gagal mengikuti pemilu, digugat secara perdata, dan justru dikabulkan.
"Sekarang lebih jorok lagi karena yang dipakai pengadilan. Kalau dulu dengan partai ya untuk main keputusan publik di DPR, dan sekarang pengadilan juga dipakai. Pengadilannya jadi murahan, mau yang kayak gitu. Ini kan bahaya untuk masa depan negara kita," terang Mahfud MD.
Dia mengutip dari buku Herman Mustar berjudul Peradilan Yang Sesat. Di sana diungkapkan biasanya hakim-hakim menjadi sesat karena kepentingan karir.
Masuknya peradilan ke ruang politik, atau dimanfaatkan menjadi alat politik, ucapnya, ada kemungkinan terkait uang. Contoh soal gugatan parpol yang tidak lolos dibawa ke perdata. Juga soal syarat umur calon kepala daerah ke mahkamah agung.
"Bisa saja dibayar. Masa orang begitu bodohnya hakim gitu. Ini urusan PTUN, urusan hukum pemilu, kok diadili di Perdata," ucapnya.
Menurutnya, urusan ketidaklolosan parpol tidak seharusnya masuk ke ruang perdata. Dia heran bisa diadili perdata, gugatan pun dikabulkan.
"Jadi bisa saja karena hakim itu bodoh bin bodoh, atau yang kedua dibayar. Hanya itu saja teorinya, tidak ada teori lain yang bisa menjelaskan itu," tutur Mahfud MD.
Adanya peradilan sesat, menurutnya, sudah terkonfirmasi dengan telah dipindahkannya hakim yang memutus perkara perdata tidak masuk akal itu ke luar Jakarta.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.