WAWANCARA EKSKLUSIF

Hubungan Pegi dengan Sudirman Patut Dicurigai, Mantan Kabareskrim, Ito Sumardi, Seri I

Di media sosial beredar video Pegi sebelum sidang praperadilan yang mengatakan tidak sama sekali mengenal para tersangka.

Editor: Duanto AS
TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
TELUSURI KASUS - Mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi (kiri), melakukan sesi wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahedra Putra (kanan) di Studio Tribun Network, Jakarta Pusat, Kamis (25/7). 

KOMJEN Pol (Purn), Ito Sumardi Djunisanyoto, menyoroti pernyataan Pegi Setiawan yang awalnya tidak mengenal para terpidana kasus Vina berubah seusai putusan praperadilan.

Di media sosial beredar video Pegi sebelum sidang praperadilan yang mengatakan tidak sama sekali mengenal para tersangka.
Namun, kemudian Pegi mengaku mengenali Sudirman temannya di masa sekolah dasar (SD).

"Sebelum praperadilan kan tidak diakui. Kemudian akhirnya putuslah daripada sidang peradilan bahwa polda dalam hal ini telah salah tangkap atau error in persona, kemudian juga ada digunakan peraturan Kapolri yang sebenarnya sudah tidak berlaku," kata Ito dalam podcast di kantor Tribun Network, Jakarta, Kamis (25/7).

Ito tidak bermaksud menyalahkan keputusan hakim praperadilan, tetapi pernyataan Pegi tersebut patut dicurigai. "Tapi itu hak hakim, ya, tiba-tiba pada saat selesai peradilan menang muncul lagi video yang mengatakan bahwa Pegi Setiawan itu kenal tersangka-tersangka termasuk Sudirman," urainya.

Setelah sidang praperadilan, Pegi menunjuk tersangka Sudirman yang merupakan temannya semasa kecil. "Ini sesuatu yang janggal tapi kan saya tidak bisa menilai pengadilan di sini kan," imbuh Ito.

Dia menambahkan sudah ada Komisi Yudisial dan mungkin ada instasi lain yang bisa melihat termasuk masyarakat. "Kita harus jujur lah ya kemudian yang kedua tiba-tiba setelah 8 tahun ada pengakuan namanya Dede yang mencabut keterangannya di pengadilan 8 tahun yang lalu. Ada peraturan, ya, kalau memang ada novum yang baru itu harus diajukan setelah 180 hari," pungkasnya.

Padahal, Pegi Setiawan pernah berencana melaporkan rekan SD-nya itu ke polisi karena memberikan keterangan palsu kepada penyidik Polda Jabar.

Selain Aep, Sudirman merupakan orang yang menyampaikan keterangan kepada penyidik bahwa Pegi Setiawan terlibat dalam kasus tewasnya Vina dan kekasihnya Rizky alias Eky di Cirebon pada tahun 2016.

Tetapi Pegi yang telah menghirup udara bebas setelah memenangkan gugatan praperadilan kini malah siap membantu para terpidana kasus Vina Cirebon.

Berikut wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, dengan Ito Sumardi.

Sebagai mantan reserse kawakan atau mbahnya reserse, bisa cerita dalam pandangan Pak Ito, sekarang ini seorang terpidana sudah bebas yaitu Saka Tatal mengajukan peninjuan kembali ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Cirebon. Atas dasar pencabutan pengakuan dari para sejumlah saksi dan juga para narapidana yang lain. Bagaimana menurut Pak Ito?

Saya kira, kita perlu sepakat dulu saat ini yang ingin dibuktikan adalah adanya keadilan dan kebenaran. Kita harus sepakat dulu tanpa melalui satu rekayasa atau framing, baik melalui media ataupun opini masyarakat. Masyarakat perlu tahu bahwa pengajuan peninjuan kembali Itu adalah merupakan hak daripada seorang yang telah mendapatkan Keputusan pengadilan yang bersifat inkrah.

Itu adalah ruang hukum yang disiapkan dalam sistem peradilan di negara kita. Syaratnya adalah harus ada novum baru, karena novum yang lama itu kan sudah digunakan sampai dia mendapatkan keputusan inkrah. Nah, kemudian bergulirnya kasus ini melalui Saka Tatal saat ini Itu adalah selain daripada yang bersangkutan itu mendapatkan pendampingan hukum.
Tentunya yang bersangkutan itu dari para penasihat hukumnya yakin bahwa yang bersangkutan itu tidak bersalah. Keyakinan itu kan boleh-boleh saja, itu hak setiap orang. Demikian pula yang akan diuji nanti di PK, ini adalah keyakinan hakim yang memutuskan dari tiga tingkat peradilan dan sampai dengan bahkan grasi daripada Bapak Presiden.

Oleh karena itu, apa-apa yang merupakan novum baru ini, tentunya harus bisa dipertanggungjawabkan di depan hakim mereka. Apakah ini mempunyai nilai atau tidak. Karena tidak punya nilai, ya, percuma tidak ada artinya sama sekali. Kasus ini kan sudah bergulir 8 tahun yang lalu tiba-tiba menjadi heboh sekarang setelah ada penayangan film.

Kemudian secara liar kasus ini bergulir lagi dengan ditetapkannya saudara Pegi Setiawan sebagai tersangka yang akhirnya di praperadilan kemudian dari pihak penyidik kalah. Tentunya ini pun juga perlu mendapatkan sesuatu apa namanya penilaian dari masyarakat karena di media sosial beredar video daripada saudara Pegi Setiawan yang sebelum sidang praperadilan mengatakan bahwa dia itu sama sekali tidak mengenal para tersangka.
Tujuh narapidana itu dia tidak mengenal sama sekali meskipin salah satu di antaranya yang menunjuk Pegi Setiawan itu adalah temannya tapi sebelum peradilan kan tidak diakui. Kemudian akhirnya putus lah daripada sidang peradilan bahwa Polda dalam hal ini telah salah tangkap atau error in persona kemudian juga ada digunakan peraturan Kapolri yang sebenarnya sudah tidak berlaku.

Tapi itu hak-hakim, ya, tiba-tiba pada saat selesai peradilan menang muncul lagi video yang mengatakan bahwa Pegi Setiawan itu kenal tersangka-tersangka termasuk Sudirman. Pegi menunjuk tersangka Sudirman nah ini kan sesuatu yang janggal tapi kan saya tidak bisa menilai pengadilan di sini kan.

Ada Komisi Yudisial dan mungkin ada instasi lain yang bisa melihat termasuk masyarakat kita harus jujur lah, ya. Kemudian yang kedua, tiba-tiba setelah delapan tahun ada pengakuan namanya Dede yang mencabut keterangannya di pengadilan delapan tahun yang lalu. Ada peraturan, ya, kalau memang ada novum yang baru itu harus diajukan setelah 180 hari.
Ini tentunya hakim juga menilai, apakah ini masuk dalam setelah 180 hari atau tidak kemudian juga tentunya secara hukum kebetulan. Jadi saya pikir di sini adalah yang perlu diuji apakah yang disampaikan Dede ini bisa dipertanggungjawabkan secara hukum atau tidak, bagaimana caranya saat ini kan dikatakan Dede bahwa semua direkayasa oleh Rudiana, sehingga Rudiana dilaporkan ke Mabes Polri dengan beberapa orang.

Kemudian sebaliknya, Rudiana karena merasa dia difitnah, merasa dicemarkan dengan baik, merasa ada berita bohong disebarkan ke masyarakat. Dia juga melaporkan ke polda. Jadi saling melapor tentunya secara logika, ya, saya kira secara logika dan normatif pengakuan Dede ini harus diuji dulu di pengadilan.

Apakah pengakuannya benar atau tidak sehingga kalau ini diajukan sebagai novum dan diterima oleh hakim saya kira mungkin satu kejanggalan. Ada orang mengakukan bisa saja mengaku apa saja, bicara apa saja tapi kan negaranya kita secara hukum. Jadi nanti kalau misalnya terbukti bahwa memang betul yang dikatakan si Dede itu bahwa diarahkan oleh Rudiana tentunya dengan satu penelusuran kembali kronologis kejadian pasti itu akan jadi novum yang sangat kuat.

Menurut saya, tapi kalau tidak ya tentunya akan kembali kepada saudara Dede ini bahwa dia bisa ada konsekuensi hukum bahwa dia bisa dikenakan fitnah pencemaran nama baik, penyebaran berita umum media dan sebetulnya dia katakan lebih baik saya di penjara darioada teman-teman saya di penjara katanya si Dede kan. Kalau di dalam sistem hukum kita orang yang sudah dihukum seperti Sengkon dan Karta Itu setelah tiba-tiba ada orang yang mengaku dia adalah pembunuhnya dan setelah dibuktikan betul dia pembunuhnya maka Sengkon dan Karta ini dilepaskan mendapat rehabilitasi mendapatkan penggantian rugi dari negara.

Ini hal yang tentunya perlu dicermati bukti-bukti yang akan diajukan oleh penasihat hukumnya Saka Tatal dan saya melihat banyak mengacu kepada bukti-bukti yang sudah digunakan di pengadilan. Tentunya hakim dari PK ini tentunya akan mempertimbangkan apakah bukti-bukti itu sudah masuk dalam keputusannya inkrah atau ada hal-hal yang bisa diangkat sebagai bukti baru itu adalah inginnya kepada hakim.

Saya tidak mengatakan delapan terpidana itu salah karena saya tidak tahu, yang tahu yang melakukan itu hanya Tuhan saja bukan kita. Tapi janganlah kita mengandai-andai kemudian membuat framing sehingga membuat seolah-olah ini ditujukan sepenuhnya kesalahan pada saat proses penyidikan.

Nah kita sekarang bicara masalah proses penyidikan itu ada dalam penyidikan di dalam peraturan Kapolri. Pertama, seorang penyidik itu dia harus melakukan penyidikan dengan secara berhati-hati dan cermat. Penyidikan itu terminologinya adalah membuat terang satu perkara dia mengumpulkan alat-alat bukti sesuai dengan pasal 184 ayat (1), baik dari keterangan saksi keterangan terdakwa, kemudian saksi ahli dan alat-alat bukti lain yang pendukungnya ada lima.

Jadi kalau setelah dikumpulkan oleh penyidik ini disajikan atau diteruskan ke jaksa penuntut umum setelah diterbitkan surat pemberitahuan dimulai penyidik, nanti jaksa menilai apakah ini layak atau tidak untuk dilanjuti. Jadi tidak bisa seorang penyidik ini memaksa jaksa untuk menerima. Itu gak ada ceritanya, ya, kalau itu namanya satu kejahatan berjamaah.
Kemudian setelah jaksa menerima, dia akan memberikan petunjuk namanya P18, P19 sampai dinyatakan lengkap P21 tahap 1. Kemudian diterbitkan P21 tahap 2 yaitu tersangka dan barang bukti selesai tugas penyidik tahun 2016.

Tahun 2016 itu manakala JPU mengatakan bahwa berkas diterima tersangka diterima, barang bukti diterima kemudian setelah itu oleh jaksa dibuatlah rencana penuntutan berdasarkan bukti-bukti ataupun keterangan-keterangan syariat atau terdakwa yang sudah diberikan.

Dia membuat satu resume kesimpulan. Dari kesimpulan itu jaksa akan memberikan satu pertimbangan hukuman apa yang pantas diberikan kepada calon terdakwa. Diajukanlah kepada pengadilan, di sana jaksa menyampaikan argumentasinya bahwa orang ini terbukti secara sah melakukan satu kejahatan dengan unsur-unsur pidananya apa ancama hukumannya apa dilihat.
Jadi berat ringannya hukuman itu tergantung daripada pasal apa yang didakwakan. Nah di sini kenapa pasal 340, karena saat itu banyak orang bertanya-tanya kenapa tidak ditelusuri handphone, kan pembunuhan berencana. Kalau pengertian daripada pembunuhan berencana itu bisa dalam waktu lama, bisa dalam waktu segera.

Banyak orang bertanya-tanya, dan dari hasil autopsi itu ada namanya sperma. Pak Deddy Mulyadi, mantan Bupati Purwakarta itu pun telah mewawancarai orang perempuan yang memandikan Vina. Ditanya sama Pak Deddy, ada rekamannya, apakah Vina ini kecelakaan atau pembunuhan. Ibu itu mengatakan pembunuhan Pak. Karena banyak luka-luka di badannya dan juga ada sperma

Saya bertanya kepada ahli autopsi, kenapa kok sperma itu tidak ditindaklanjuti? Pak dokter itu bilang; pak, sperma itu memiliki masa rusaknya dan waktu ditemukan ekshumasi atau penggalian kembali ternyata sperma itu sudah bercampur dengan tanah, bercampur dengan air sehingga tidak bisa diidentifikasi. Oleh karena itu pasal perkosaan tidak dimasukkan di dalam tuntutan.
Banyak orang bertanya, kenapa tidak diidentifikasi itu kan bicaranya secara teknis daripada autopsi. Saya mengatakan bahwa orang bertanya Pak Kapolri saat itu tidak dilakukan secara scientific crime investigation, pemahaman saya kalau kita melakukan autopsi itu bagian daripada scientific crime investigation dan tentunya ini kan masalahnya laporan kepada Bapak Kapolri waktu itu mungkin kurang lengkap.

Sehingga dari sana kemudian setelah dijatuhi hukuman dibutuhkan melalui sempat dilakukan perapradilan oleh mereka pada saat sidanf berlangsung. Tapi karena kemudian sudah diajukan prapradilannya gugur, sehingga tiga proses ini sudah dilakukan sampai kasasi. Dan sampai akhirnya tahun 2019 mengajukan grasi kepada Bapak Presiden, namun ditolak semuanya. Sampai muncullah sekarang ini drama koreanya.

Jadi di sini kita perlu memahami bahwa kalau masalah ini kita lihat secara komprehensif dalam sistem peradilan pidana, ini sudah lengkap, sudah selesai. Tinggal ada satu hukum, yaitu PK. Kalau PK ini misalnya nanti dikabulkan, tentunya tergantung daripada jaksa. Jaksa mau PK lagi, PK kan bukan sekali, tapi kan ada hal-hal yang harus kita lihat, kita ingin mencari keadilan.
Saya juga sama sekali sebagai mantan polisi, saya tidak mau orang yang tidak bersalah dihukum. Tapi saya juga tidak mau orang yang bersalah tidak dihukum, bagaimana haknya orang yang meninggal itu. Kemudian muncullah cerita-cerita bahwa Rudiana itu melarang orang untuk mengunjungi kuburannya, namanya siapa.

Saya tidak kenal sama namanya, kata Rudiana, tidak pernah melarang itu kan kuburan-kuburan umum nanti bisa dibuktikan. Terus ada lagi mengatakan bahwa ternyata yang dikubur itu namanya Panji, kebetulan Rudiana menyampaikan saya punya kartu keluarga, saya punya akta kelahirannya si Eky, saya punya juga akta kematiannya si Eky. Ini dari pihak Rudiana.
Kita tidak bicara masalahnya si Vina Jadi kalau saya lihat ada sesuatu yang mungkin membuat nanti masyarakat menjadi bingung. Jadi lebih baik kita coba berpikir secara objektif jangan subjektif. Kalau subjektif itu kebawa netizen dan sebagainya. Wah, Pak Ito mantan polisi pasti membelain polisi.

Kalau polisi salah kasusnya Pak Sambo, kasusnya Pak Teddy Minahasa. Berapa kali saya jadi narasumber dan kamilah yang mengatakan ada kejanggalan pada saat kasus Pak Sambo kan bisa saja saya menutup-nutupin. Tapi untuk kasus kini, saya coba berpikir secara jernih, secara objektif dan jangan sampai masyarakat itu terbawa kepada opini.

Karena itu juga ada rasa ketidakadilan yang akan dialami oleh keluarganya Eky dan keluarganya Vina. Nah, di sinilah dari proses yang saya sampaikan pengalaman saya sebagai penyidik pengalaman saya sebagai orang praktisi hukum ini saya pakai di sini untuk bisa memberikan pencerahan atau edukasi kepada masyarakat.

Sekali lagi, bahwa yang kita cari di sini dua. Satu adalah keadilan bagi semua pihak yang. Yang kedua adalah kebenaran dan harus melalui satu proses serta sesuatu pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Pak Ito kan sebagai mantan polisi, punya akses ke mana-mana. Bisa diceritakan bahwa dari penelusuran awal mulanya bagaimana Pak Rudiana sampai membantu untuk sampai kepada delapan orang tersangka terdakwa?

Satu saya tidak ingin bicara tanpa fakta. Saya tidak ingin bicara hanya berdasarkan opini, asumsi saya.
Pertama, Rudiana itu dilaporkan bahwa anaknya Eky itu meninggal karena tabrak lari, awalnya setelah beberapa hari diserahkan helmnya dan motornya. Dia tuh bertanya-tanya, kok helmnya tidak rusak kemudian motornya juga tidak ada rusak.
Sebagai nalurinya reserse kita jangan bicara narkotik. Naluri reserse dimana dia adalah ayah kandung daripada Eky. Siapa sih yang mau anaknya meninggal kan dia berusaha mencari keterangan sehingga dia menemukan yang namanya Dede dengan Aep. Dialah yang mengatakan bahwa Itu Pak sekarang anaknya lagi kumpul sehingga Rudiana dengan teman-temannya.

Meskipun memang harus diakui waktu itu tanpa surat perintah. Tanpa surat perintah, karena dianggap, kalau dia harus bikin surat perintah malam itu mungkin orang-orang itu sudah bubar gitu loh. Jadi dengan inisiatif yang mungkin juga itu dilakukan oleh setiap orang yang kehilangan anggota keluarganya dia amankanlah orang-orang itu.

Kemudian dia menyerahkan kepada penyidik, ini fotonya ada. Rudiana menunjukkan di tempat penyidik yang dikatakan bahwa dia menyiksa. Sama sekali dia tidak terlibat di dalam penyidikan. Dia hanya sebagai saksi pelapor karena anaknya yang meninggal, dia saksi pelapor, diserahkan penyidikannya kepada penyidik.
Sehingga di sini, setelah itu Rudiana berpikir ini pasti akan ada yang tidak benar. Dia mintalah dilakukan ekshumasi, yaitu penggalian mayat kembali, setelah kalau gak salah 9 hari dilakukan ekshumasi. Setelah di sana barulah ahli daripada forensik ini mengatakan adanya kematian yang tidak wajar.

Jadi ada beberapa orang yang mengatakan fakta orang ahli forensik dan sebagainya mengatakan, kenapa dia tidak mengatakan itu karena pembunuhan. Memang seorang dokter forensik tuh tidak boleh, hanya dua mati dengan wajar atau mati tidak wajar. Nah, mati tidak wajar ini menjadi petunjuk sesuai dengan pasal 184 ayat (1) itu, bagi penyidik untuk melihat, kenapa dia tidak wajar dikumpulkanlah cerita-cerita, dikumpulkanlah keterangan saksi, dikumpulkanlah bukti-bukti analisis dan sebagainya, sampai dengan rekonstruksi, sampai bisa disimpulkan, betul itu merupakan pembunuhan.

Jadi kasus ini yang mengungkap itu adalah dari kecurigaan, karena melihat secara naluri seorang reserse kok anak saya mati, helmnya tidak rusak. Kemudian mati, motornya juga katanya tabrak lari, tapi motornya tidak rusak. Sehingga di sana ditemukanlah ternyata anak ini tengkoraknya, menurut keterangan dari autopsi, ya tengkoraknya itu pecah.

Kemudian di belakang ini patah semua badan, kemudian ada sayatan. Nah, yang digunakan oleh mohon maaf mungkin, ya, salah satu novum surat keterangan daripada seorang dokter di Rumah Sakit Umum Gunung Jati Itu adalah surat keterangan pertama pada saat dilaporkan yang bersangkutan itu tabrak lari.

Pada saat diduga terjadi pembunuhan, barulah dilakukan autopsi, setelah ekshumasi, di mana tadi saya katakan yang dikatakan sperma itu sudah rusak sudah tidak bisa lagi dianalisis lagi.

Dan saya sudah bicara langsung dengan dokter forensik yang saat ini sebagai kepala di Rumah Sakit Polri, yang melakukan autopsi dan saya cari pembanding kepada ada namanya Ibu Dokter Harsi, brigjen. Saya bicara, Bu, kalau ini bagaimana jadi dari keterangan beliau itu di dalam frame saya sebagai mantan reserse oh pantas tidak dikenakan kasus perkosaan, oh pantas sperma itu tidak bisa ditindaklanjuti.

Nah, kalau sudah rusak bagaimana mau ditindaklanjuti. Nah, jadi hanya sekarang Untuk bagaimana ada dikenakan dakwaan bahwa yang bersangkutan itu atau mereka itu kelompok itu melakukan 340. Kan harus ada cerita yang kemudian oleh penyidik dibuat dalam satu berita acara, yang kemudian disimpulkan oleh jaksa memang betul terjadi, apa namanya 340, ya, yaitu pembunuhan berencana.

Hakim pun rupanya setelah mendengarkan itu dan memeriksa ada 20-an saksi lebih yakin bahwa betul terjadi pembunuhan berencana sehingga memutuskan hukuman maksimal. Sekarang secara logika seorang Rudiana apa mungkin dia bisa mempengaruhi kejaksaan, apa mungkin dia bisa mempengaruhi polda.

Setelah tiga hari ditangani di polres, ditarik oleh pak kapolda waktu itu, kenapa? Supaya tidak ada conflict of interest, karena Rudiana ini kan tugas di polres, yang mati itu adalah anaknya. Makanya ditariklah ke polda.

Kan ini satu upaya yang bagus supaya objektif kan. Nah, kemudian dari sana setelah diproses, pertanyaan saya lagi seorang Rudiana yang pangkatnya masih Iptu bintangnya tinggi waktu itu apa bisa mempengaruhi hakim, apalagi dia menentukan orang-orang yang dia tidak kenal supaya mendapatkan hukuman yang istilahnya merampas masa depan mereka. Hukuman seumur hidup ini kan merampas masa depan mereka. Apa mungkin seorang Rudiana demikian.

Nah, tentunya ini kan harus dibuktikan saya juga tidak mengatakan Rudiana benar, saya juga tidak mengatakan dari mereka ini benar kita uji saja di pengadilan. Jadi saya kira apapun hasil dari pengadilan harus kita hormati.

Kalau memang ketujuh tersangka itu terpidana itu mereka tidak bersalah wajib dilepaskan. Itu adalah merupakan hak asasi manusia. Berarti ada satu sistem penegakan hukum yang mungkin perlu dikaji ulang atau perlu dianalisis kenapa bisa terjadi.

Tapi kalau memang mereka bersalah, ya, harus menerimalah itu kan. Jadi saya melihat bahwa banyak pendapat-pendapat yang mungkin menurut saya itu berdasarkan versinya kurang objektif.

Pak Ito tadi menyebut bahwa berdasarkan pengakuan Pak Rudiana, dia melakukan pengamanan kepada orang-orang itu delapan orang. Dan ada cerita bahwa sebelum diserahkan kepada reserse umum, dia periksa dulu di narkoba. Di situlah kemudian muncullah kemudian laporan panjang. Menurut beberapa tangan bahwa di LP-nya itu gak wajar karena berparagraf-paragraf dalam laporan itu seolah-olah Pak Rudiana ini adalah orang yang melihat kejadian itu. Menurut yang Pak Ito ketahui bagaimana?

Rudiana itu kan mendapatkan identitas, mereka berdelapan, ya, berdelapan, itu kan dari saksi ini kan dua orang, Dede. Menurut pengakuan, bukan menurut saya loh, ya.

Tentunya dia juga hati-hati karena kalau tidak ada konsekuensinya, dia menangkap orang yang bisa berkakibat kepada pelanggaran kode etik, sehingga ini sudah didalami oleh Tim Irwasum. Jadi pada saat Pak Kapolri mengatakan ada kejanggalan, diturunkanlah Bareskrim, Irwasum yang memeriksa itu bekas sekpri saya, jadi beliau itu gak mungkin lah ngebohong dan dia memang orang reserse.

Kemudian dari Propam juga diperiksa, sehingga kan waktu itu sempat Pak Kadiv Humas Mabes Polri mengatakan hasil pemeriksaan tidak terdapat pelanggaran kode etik. Karena Rudiana waktu itu memeriksa orang itu secara naluri adalah meskipun secara kedinasan ini juga merupakan sesuatu yang tidak benar. Tapi kan dia mengamankan orang ini ingin diyakin apakah orang-orang ini memang bersalah atau tidak gitu, sebelum diserahkan ke penyidik.

Itu kan saya kira satu hal yang bagus daripada nangkap orang menyerahkan tahu-tahu salah. Kalau salah kan Rudiana bisa kena kode etik.

Nah, dari situlah dia menyerahkan, sambil difoto, satu-satu fotonya ada. Semuanya dalam keadaan mulus. Nah, pada saat dimasukkan ke polda itulah kemudian di penjara itu, istilahnya ada tindakan kekerasan, yang akhirnya muncullah foto-foto dulu.

Sehingga dari foto-foto itu dilaporkan kemudian, dari tim Propam Polda melakukan penyelidikan, akhirnya 16 orang itu semua ditindak. Ya, baik dari tahanan, kemudian dari fungsi-fungsi yang terkait dengan tahanan, itu ada 16 orang. Datanya ada di Polda, bisa dilihat. Sehingga di sini adalah muncullah sekarang di-framing seolah-olah Rudiana memeriksa. Kemudian disiksa. Ini sudah menjadi bahan yang dilakukan eksaminasi oleh Mabes Polri setelah Pak Kapolri memerintahkan turun dikawal oleh Kompolnas.

Saya kebetulan kan dekat dengan teman-teman, beberapa teman di Kompolnas. Saya juga selalu bertanya, apa sih yang sebenarnya terjadi supaya kalau kita bicara jangan asal ngomong, jangan asal kita membuat versi sendiri, yakin-yakin padahal kita gak tahu apa yang terjadi.

Saya punya akses penuh, Pak, 100 persen saya punya akses penuh baik di polda maupun di Mabes Polri. Sehingga untuk saya berbicara itu adalah bagaimana saya menyampaikan fakta.

Nah, sekarang orang bilang kan, kenapa Polri kok diam saja. Kalau Polri bicara, ada kesan membela diri. Tentunya ini kan juga gak bagus, karena kan menyangkut satu orang sedang dinas kan ini kan masih polisi aktif. Orang bilang kenapa Rudiana tidak muncul, Rudiana ini polisi aktif.

Untuk dia bisa berbicara atau melakukan sesuatu di luar daripada penugasan dia, dia harus dapat izin pimpinan. Dan pimpinan akan menentukan apakah itu urgensinya terhadap tugas dia. Sehingga selama ini tidak muncul. Nah, sekarang, saya tanya, kenapa kok kamu sekarang memakai penasihat hukum pak, saya tidak punya uang, saya cuma seorang iptu, uang dari mana.
Sampai ada tiba-tiba orang menawarkan kepada saya sekarang penasihat hukumnya kepada Pak Rudiana, Bu Elsa Pak Fitra dan sebagainya.

Setelah itu, barulah saya ceritakan dan itu adalah Rudiana menceritakan sebagai seorang manusia biasa bukan sebagai polisi. Jadi tolong, ini juga dimaknai bahwa dia juga punya hak untuk bisa menentukan keadilan atas kematian anaknya.
Nah, saya kira itulah yang mungkin perlu menjawab kenapa selama ini, Rudiana seolah-olah melarikan diri, mungkin dia lari, dia polisi aktif, bisa-bisa dipecat.

Jadi dia tuh selama ini, menurut Rudiana, dia melihat TV tuh dia sedih. Saya berkali-kali menangis, demi Tuhan, dia ngomong gitu. Kenapa? Saya diperlakukan tidak adil, padahal saya kehilangan anak saya. Anak kandung siapa, apakah orang yang mau anaknya meninggal.

Tentunya dia ingin mendapat keadilan, dia ingin mendapatkan kepastian hukum dan dia juga kan gak kenal dengan tujuh orang atau delapan orang. Nah, kalau misalnya itu dibebaskan, mungkin buat Rudiana waktu itu sudah selesai. Tinggal nyari lagi siapa pelaku utamanya. Pelaku yang sebenarnya siapa.

Mungkin ini masih episodenya jadi agak panjang saya kira. Kita serahkan saja pada proses hukum yang berlaku.

Pak Ito, ini supaya clear and clean. Kdang-kadang kita itu mendapatkan satu persepsi yang salah. Jadi Pak Ito tadi mengatakan bahwa sebenarnya dalam proses penyidikan, polisi ini sudah menghindari conflict of interest dengan cara penyidikan diambil alih oleh Polda Jabar, karena muncul anggapan seolah-olah yang menyidik itu Polres Cirebon lalu Pak Rudiana ini ikut intervensi dalam proses penyidikan. Dan kemudian ikut-ikutlah Pak Cawe-cawe, kalau di istilah kita. Ternyata, tadi, tidak. Tidak mungkin seorang yang perwira iptu kemudian bisa mempengaruhi penyidik yang ada di polda. Pak Ito tadi menyebut bahwa ada satu proses yang perlu dicermati terkait dengan Sudirman dan Peggy. Karena banyak orang mengatakan Peggy Setiawan yang disebut oleh Sudirman kemudian dimunculkan dalam DPO mempunyai ciri-ciri yang tidak sama dengan Peggy Setiawan. Ini gimana?

Ini supaya clear jelas, ya, saya tentunya harus menanyakan kepada penyidik dalam kapasitasnya sebagai pensiunan. Kebetulan saya juga Ketua Ikatan Sarjana Profesi Perpolisian Indonesia. Saya sudah hampir tiga tahun saya punya akses ke bawah seperti teman saya Pak Beni Mamoto di Kompolnas. Dan Pak Beni juga ikut Lihat disana menanyakan, sekarang kamu menentukan bahwa Peggy Setiawan itu sebagai tersangka dari mana, keterangan menurut Sudirman.

Sehingga pada saat ditemukan antara Peggy dengan Sudirman, Peggy mengatakan dia tidak mengenal Sudirman. Itulah yang dijadikan oleh mereka mengajukan prapradilan.

Bahwa ada polisi salah tangkap, error in persona dan lain sebagainya, itu proses hukum yang harus kita terima. Kemudian di sana kan hanya sayangnya ada jejak digital yang mengatakan bahwa Peggy itu tidak mengenal semua tersangka. Termasuk Sudirman.

Padahal Sudirman yang menjadikan Pegi itu seolah-olah tersangka yang tadinya di penyidikan itu adalah dia katakan ciri-cirinya ini, pada saat ditunjukkan melalui sesuatu media yang dia tidak lihat, itu Pegi bukan dia Pak, Pegi itu. Sehingga penyidikan yakin, kan tidak mungkin penyidik itu menunjuk seseorang yang tidak dikenal oleh sumber yang Sudirman. Nah setelah prapradilan selesai, muncul lagi satu jejak digital yaitu video yang mengatakan dia kenal Sudirman itu teman sekolah, teman itu.

Nah, ini kan ada sesuatu yang tentunya saya mengajak. Ada sesuatu yang selama ini tidak jujur gitu. Kalau tidak jujur sampai menjadi satu keputusan pengadilan itu kan berarti kan ini ada sesuatu, apa namanya, keputusan yang salah gitu kan.

Sama juga dengan misalnya, misalnya memang betul ternyata ini tujuh terpidana dengan Saka Tatal ini, misalnya dinyatakan dia tidak bersalah. Berarti kan ada satu keputusan pengadilan yang salah. Tapi tentunya itu juga harus melalui proses pembuktian, mencari kebenaran yang betul-betul objektif.

Pak Ito, artinya Pak Ito ingin mengatakan sebenarnya tugas polisi ini sudah kelar. Artinya untuk membuka tabir kematian dari Vina dan Eky ini kelar. Kalau mau membuktikan sebaliknya, ya, pihak lain harusnya melakukan sesuatu. Tapi ada pihak lain yang mengatakan justru ini polisi punya tugas baru. Gimana ini?

Gini, Mas, kita bicara masalah sistem pradilan pidana. CJS, criminal justice system, ya. Di sana adalah ada tiga lembaga yang bekerja secara berkesinambungan. Di hulu ya, itu adalah penyidikan.

Untuk bagaimana itu membuktikan adanya satu tindak pidana atau tidak. Dia hanya mengumpulkan bukti, mengumpulkan keterangan dan sebagainya. Di sini saja.

Kemudian masuk kepada lembaga penuntut. Penuntut yang bagaimana menentukan orang ini betul tidak terbukti dengan sangkaan pasal yang di penyidikan. Di sini nanti setelah terbukti maka dia buatlah, oh unsur-unsur pidananya memenuhi dan kemudian berat ringannya di sini adalah ada melalui pertimbangan jaksa, akhirnya jaksa menentukan tuntutannya, tuntutan hukumannya.

Kemudian setelah ini dibawalah ke peradilan. Sistem peradilan ini menghadirkan semua hakim itu menurut pasal 183 ayat (1) tidak bisa memutuskan kesalahan seseorang, menghukum seseorang tanpa ada minimal dua alat bukti yang sama dan keyakinan. Keyakinan hakim ini dah menentukan apa betul orang ini telah melakukan pembunuhan yang berencana.

Nah, di sini tugas polisi sudah selesai. Sudah selesai, tugas polisi gak bisa lagi. Jadi itu dasar hukumnya di mana, referensinya apa.

Nah, setelah ini sudah selesai, maka inilah keputusan harus bisa diterima dan diuji lagi. Melalui banding, melalui kasasi, melalui PK. Sekarang sedang trending kasus di Surabaya. Mungkin sudah, ya. Kasus Surabaya ada dugaan pembunuhan yang dilakukan oleh anak seorang mantan Anggota DPR. Kebetulan yang menangani adalah mantan ajudan saya, Wakaserse Polrestabes Surabaya.

Nah, divonis bebas. Bisa apa polisi? Kalau kasusnya si Rudiana ini, delapan orang divonis bebas,. Bsa apa kita? Kita kan sudah selesai tugas kita. Nah, yang di Surabaya tugas polisi sudah selesai. Nah, nanti tinggal jaksa, jaksa kan menuntut 12 tahun.
Nanti jaksa ngebanding, akan itu terserah. Tapi tugas polisi sudah selesai. Sehingga kalau dikatakan dalam proses penyedihkan itu banyak kelemahan.

Saya akui, banyak yang sebetulnya bisa membuat sesuatu tidak terbantahkan. Kalau dalam satu proses itu kita membuat, apa namanya, penyelidikannya itu kepada bukti-bukti yang tidak terbantahkan, tidak akan ada masalah ini. Sekarang kan banyak, kenapa kok tidak sidik jarinya? Tapi hakim, jaksa menganggap dengan bukti-bukti yang ada, itu sudah cukup.
Tadi kan minimal dua alat bukti, satu keyakinan, hakim dapat memutuskan satu perkara. (tribun network/reynas abdila)

Baca juga: Susno Duadji Sesalkan Kecerobohan di Kasus Afif Maulana, Seri II

Baca juga: Susno Duadji Puji Eman Sulaeman Hakim PN Bandung tak Terpengaruh Tekanan Kekuasaan, Seri I

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved