Human Interest Story
Kisah Warga Jambi Lepas Baiat NII Seri II, Guru Besar Unja Prof Hadiyanto Pernah Hendak Dikirimi Algojo
Kejanggalan lain, dalam penilaian Prof Hadiyanto, kelompok NII pernah menyebutkan padanya bahwa taat orang tua adalah bukan hal wajib.
Penulis: Rifani Halim | Editor: Duanto AS
DI antara ratusan perempuan dan laki-laki yang duduk di kursi di lapangan Mapolda Jambi pada Kamis (25/7), terlihat Profesor Hadiyanto.
Lelaki yang kini merupakan Guru Besar Universitas Jambi itu ikut dalam pelepasan baiat Negara Islam Indonesia (NII).
Di depan 256 orang eks simpatisan NII, Wagub Jambi, Kapolrda Jambi dan petinggi Densus 88 Anti Teror Polri yang ada di sana, Prof Hadiyanto menceritakan pengalamannya pernah bergabung kelompok Negara Islam Indonesia (NII).
Peristiwa itu terjadi pada 1995, saat dia masih menjadi mahasiswa strata satu (S-1).
Namun, sekira tiga tahun, dalam waktu yang cukup singkat, pascareformasi 1998, dia bisa keluar dari kelompok tersebut.
"Saat menjadi anggota, dulu banyak mendapat pengalaman. Dalam proses itu, pertama bagus semuanya, seolah-olah apa yang mereka sampaikan itu adalah kebenaran dan seolah-olah NKRI ini adalah salah dan kafir," kata Hadiyanto saat menyampaikan testimoni seusai pelepasan baiat.
Pikirannya mulai kritis pada tahun ketiga bergabung dalam kelompok NII.
Kala itu Hadiyanto menemukan kejanggalan-kejanggalan.
Kelompok tersebut membolehkan anggota untuk mengambil apa pun, asalkan bukan dari internal kelompok.
"Misalnya kita pergi ke suatu tempat, barang-barang itu halal sebagai harta rampasan. Itu sudah mulai bertentangan dengan saya," sebutnya.
Kejanggalan lain, dalam penilaian Prof Hadiyanto, kelompok NII pernah menyebutkan padanya bahwa taat orang tua adalah bukan hal wajib.
"Karena belum beriman kepada Allah, bahkan memperbolehkan membohongi orang tua," ujarnya.
"Yang ketiga, kejanggalan itu, salatnya itu dakwah," kata Hadiyanto.
"Kemudian yang terakhir, sampai membuat saya puncak ingin keluar itu. Ketika keuangan tidak transparan, kita harus mengambil infak yang sebanyak-banyaknya dari anggota," ungkap Prof Hadiyanto.
"Karena itu, saya protes, karena tidak sesuai dengan keislaman. Dengan protes itu, saya dikirimkan surat agar datang ke Jakarta (NII)," ujarnya.
"Akhirnya saya datang ke Jakarta. Sampai ke stasiun, saya naik mobil Panther. Mata saya ditutup, sampai ke suatu rumah. Saya tidak tahu itu di mana," lanjut Hadiyanto.
Setelah sampai, Prof Hadiyanto langsung diceramahi oleh petinggi NII karena kerap melayangkan protes.
Saat itu, jika tidak menerima dan menjalani apa yang disampaikan pemimpin kelompok NII, dia ditahan dan tidak dibolehkan untuk balik ke Jambi.
"Akhirnya saya pura-pura tobat, kemudian diminta uang tobat sebesar Rp50 ribu. Pada massa itu uang segitu cukup besar. Sampai ke Jambi (uang) harus dibayarkan," kata Hadiyanto.
"Setelah saya pulang (Jambi), saya kirim surat bahwa saya keluar dari NII," ujarnya.
Kisah itu tak berhenti di situ.
Hadiyanto mendapatkan balasan ancaman, bahwa NII akan mengirimkan algojo untuk memberikan hukuman terhadapnya.
Namun, Hadiyanto justru balik menantang.
Prof Hadiyanto bercerita, setelah keluar dari NII, langsung mengumpulkan orang-orang yang mau mengikutinya untuk keluar dari organisasi tersebut.
"Ketika itulah saya ditangkap oleh Korem Jambi, dari polda dan dari kejaksaan. Terus dibawa dan dibina," ujarnya.
"Saya terus wajib lapor di Polresta Jambi, setiap hari. Lalu saya menjadi informan untuk mencari dan memanggil," kata Hadiyanto.
"Setelah perjalanan panjang, saya sudah keluar dan memantau pergerakan mereka, tapi masih ada yang datang ke rumah saya. Saya nyatakan saya sudah berubah dan tidak mau," lanjut Hadiyanto.
Sampai pada akhirnya, Prof Hadiyanto kembali didatangi dan berdiskusi bersama direktorat.
Dalam diskusi itu, ada tim Densus 88 memintanya untuk menulis pernyataan.
"Saya bersedia dan bahkan sudah menunggu agar orang-orang ini bertemu. Kalau tidak begitu, saya tidak tahu bahwa orang ini sudah keluar.
Jadi saya sangat berterima kasih tim Densus 88 dan saya juga menyampaikan kepada rektor (Unja) bahwa saya bersedia untuk cabut baiat pada hari ini, karena menguntungkan juga untuk saya. Karena takut nama saya masih di pakai dalam grup itu," pungkasnya. (rifani halim)
Baca juga: Kini Pegang Bendera Merah Putih, Kisah Warga Jambi Lepas Baiat NII, Seri I
Baca juga: Pengakuan Ustaz Abu Mahmudah, Eks Senior Jamaah Islamiyah, Seri II
Baca juga: Kisah Sabarno Eks Petinggi JI Dikejar-kejar Densus 88, Setelah 10 Tahun Akhirnya Menyerah
human interest story
lepas baiat
Negara Islam Indonesia
gerakan radikal
Guru Besar Universitas Jambi
Prof Hadiyanto
Kisah Orang Rimba Jambi Beli Sapi dari Menabung dan Hidup di Sudung |
![]() |
---|
Juliana Perempuan Pertama Suku Anak Dalam Jambi yang Jadi Sarjana, Seri V |
![]() |
---|
Puluhan Tahun Alex Bertahan Jajakan Putu di Era Modernisasi Kuliner: Dulu Harganya Rp50 |
![]() |
---|
Ratusan Warga Padati Sungai Batang Asam Kabupaten Bungo, Buka Lubuk Larangan |
![]() |
---|
Bripka Arjunif Sulap Lahan Tidur Jadi Embung di Babeko Bungo, Larang Penambangan Emas Ilegal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.