Kasus Pembunuhan Vina Cirebon
Jogi Nainggolan Kuasa Hukum 5 Terpidana Kasus Pembunuhan Vina Ungkap Fakta Baru
Jogi Nainggolan selaku kuasa hukum 5 terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eki, mengungkap fakta baru peristiwa yang terjadi 8 tahun silam di Cirebon
Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI.COM - Jogi Nainggolan selaku kuasa hukum 5 terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eki, mengungkap fakta baru peristiwa yang terjadi 8 tahun silam di Cirebon.
Dia menyebut para tersangka saat itu ternyata ditangkap Rudiana dan kawan-kawan yang berasal dari satuan narkoba Polres Cirebon.
Rudiana adalah ayah dari Muhammad Rizky Rudiana alias Eki. Jogi menilai penangkapan ini dipaksakan sebab penyelidikan harusnya dilakukan satuan reserse kriminal umum. Pernyataan keterlibatan Rudiana menangkap belum terkonfirmasi.
"Ada informasi sesat masuk ke Rudiana dari Aeb dan Dede. Mereka itu pegawai cucian mobil. Informasi tanpa diolah, langsung main tangkap," ungkapnya, dalam video di kanal Yotube Diskursus Net.
Informasi sesat itu, ucapnya, saat malam kejadian, ada anak muda kumpul di gang depan warung. Diduga Rudiana telah menyimpulkan secara sepihak bahwa yang kumpul itu pelakunya.
"Mereka yang ditangkap, 8 orang itu, bukan pelaku pembunuhan," kata Jogi Nainggolan.
Diterangkannya berdasarkan informasi yang didapat dari kliennya bahwa sejumlah pemuda yang kumpul itu pindah dari warung ke satu rumah kontrakan, diajak oleh anak Pak RT setempat.

Di kontrakan itu sekumpulan anak muda tersebut minum dan kumpul hingga pagi. "Ada peristiwa di fly over, mereka tidak ketahui itu, tapi justru ditangkap dan dituduh pelaku," jelasnya.
"Mereka ditangkap oleh unit narkoba. Saat itu ayah Eki yang jadi kanit di sana," ungkapnya.
Diungkapkannya, saat proses pemeriksaan, para tersangka menerima penyiksaan. Ternyata mereka dibawa ke unit narkoba, mendapatkan perlakuan tidak manusiawi di sana.
Saat itu ada 7 orang dewasa yang jadi terdakwa dan 1 orang yang masih di bawah umur disidangkan terpisah.
Pada sidang dewasa, ungkapnya, Rivaldi mengatakan tidak mengenal 6 terdakwa lainnya. Mereka dikonfrontir.
Rivaldi juga ternyata tak dikenal oleh 6 orang lagi yang disebut sebagai rekan satu geng motor.
"Rivaldi yang pertama ditangkap, tapi atas kasus yang lain, itu tanggal 30 Agustus. Sementara 7 orang lagi termasuk anak ini (menunjuk Saka Tatal) ditangkap tanggal 31," terangnya.
Pada saat sidang, ucapnya, juga banyak yang tidak sesuai antara pembuktian dengan putusan.
Misalnya barang bukti batu yang dibawa ke ruang sidang, ternyata tidak ada bekas darah. Logikanya, kata Jogi, bila batu dipakai berulang-ulang memukul orang, harusnya ada darah di sana.
Demikian juga barang bukti bambu, yang ternyata masih utuh, yang tak menunjukkan ada bekas dipukulkan kepada orang.
"Kaos korban Eki ternyata juga tidak bolong. Itu dijembrengkan di ruang sidang. Padahal di dakwaan disebut korban ditusuk," kata dia.
Dia menyimpulkan, jaksa Ketika membuat dakwaan, memakan bulat-bulat isi BAP. Padahal BAP dibuat dalam tekanan. "Karena mereka itu dipaksa mengaku, tidak tahan lagi dengan siksaan," ujarnya.
Hal itu yang kemudian membuat para terdakwa saat itu mencabut semua keterangannya yang ada di BAP. Jogi bantah hal itu atas suruhannya kepada para terdakwa.
Jogi menyimpulkan ada rekayasa pada kasus ini sehingga berbelit yang diduganya telah disusun sedemikian rupa.
Namun yang paling disayangkannya, saat yang tak bersalah justru harus mendapatkan hukuman yang sangat berat yakni seumur hidup.
Saka Tatal, dalam tayangan yang sama, mengakui dirinya mendapat perlakuan tidak manusiawi saat ditahan di Polres Cirebon. Ada siksaan yang didapatkan di kantor polisi.
Dia hingga kini tetap pada pernyataannya semula, bahwa ia tidak terlibat sama sekali, sebab malam kejadian, ia berada di rumah.
Bahkan ia tidak punya sepeda motor, sehingga aneh bila dirinya dikaitkan dengan geng motor.
Dia menyebut, sebanyak 6 orang lainnya yang sudah terpidana itu, dikenalnya dengan baik. Sebab, mereka satu kampung.
Namun satu orang lagi, atas nama Rivaldi, tidak dikenalnya sama sekali.
Keyakinan Seorang Ibu
Kartini, ibunda Pegi Setiawan, yakin bahwa anaknya tidak terlibat dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki yang terjadi di Cirebon. Kartini mengungkapkan bahwa saat kejadian, Pegi sedang bekerja di Bandung.
Kartini semakin yakin setelah mendengar pengakuan langsung dari Pegi saat mengunjunginya di Polda Jawa Barat. Pegi dengan tegas menyatakan, "Demi Allah, demi Rasulullah, saya nggak melakukan kejahatan seperti itu," kata Kartini, menirukan ucapan anaknya.
Pegi, yang berasal dari keluarga sederhana, menegaskan bahwa tidak mungkin dia melakukan kejahatan keji tersebut. "Saya sadar anaknya orang miskin, nggak mungkin saya melakukan kejahatan sekeji itu," tambah Pegi kepada ibunya.
Pada tahun 2016, polisi pernah menggeledah rumah Kartini dan menanyakan keberadaan Pegi, yang saat itu bekerja di proyek di Bandung. Tidak ada tindak lanjut dari polisi setelah penggeledahan tersebut.
Namun, setelah delapan tahun berlalu dan film "Vina: Sebelum 7 Hari" dirilis, polisi kembali menangkap Pegi, menimbulkan keheranan dan kekagetan bagi Kartini dan kuasa hukumnya, Sugianti Iriani.
Sugianti menyatakan bahwa jika Pegi terlibat dalam pembunuhan tersebut, seharusnya ia sudah ditangkap sejak dulu. Ia juga menambahkan bahwa Pegi tidak mungkin berani menghadapi Eki, yang dikenal sebagai anak seorang polisi sekaligus anggota geng motor.
Pada saat kejadian, Pegi berada di Bandung bersama ayahnya untuk bekerja di proyek hingga akhir tahun 2016. (*)
Baca juga: Pesan Pegi Perong Terduga Pembunuh Vina Cirebon: Ikhlas jadi Tumbal Anak Orang Berpangkat
Baca juga: Pengakuan Pegi Perong, Pengamat Sebut Ada Kesalahan Prosedur pada Penyidikan Pembunuhan Vina Cirebon
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.