Sidang Sengketa Pemilu 2024
Sidang Sengketa Pilpres: Hakim MK Sebut Jokowi Tak Langgar Hukum Soal Dugaan Politisi Bansos
Presiden Jokowi yang sebelumnya dituding melakukan politisi bansos disebut Hakim Mahkamah Konstitusi tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Presiden Jokowi yang sebelumnya dituding melakukan politisi bansos disebut Hakim Mahkamah Konstitusi tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Itu disampaikan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, dalam sidang pembacaan putusan di sidang sengketa Pilpres 2024 di Jakarta.
Hakim Ridwan mengatakan, Mahkamah Konstitusi tidak menemukan bukti mengenai adanya penyaluran bansos yang menguntungkan paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran.
Kata Ridwan, hal itu berdasarkan pernyataan empat menteri yang sempat dipanggil MK untuk memberikan keterangan, beberapa waktu lalu.
Diantaranya Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, dan Mensos Tri Rismaharini.
"Setidaknya dari keterangan lisan empat menteri dalam persidangan, Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan bukti adanya maksud atau intensi dari Presiden terkait dengan penyaluran bansos yang dilakukan oleh Presiden dengan tujuan untuk menguntungkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2," kata Hakim Ridwan Mansyur.
Hakim Ridwan menyampaikan, Mahkamah tidak menilai tindakan Presiden Jokowi soal penyaluran bansos sebagai pelanggaran hukum.
Mahkamah Konstitusi mengaku tidak menemukan hubungan sebab-akibat antara penyaluran bansos oleh pemerintah dengan dampaknya terhadap paslon Prabowo-Gibran.
Baca juga: Di Sidang Putusan Sengketa Pilpres, Hakim MK: Tak Ada Bukti Intervensi Jokowi atas Majunya Gibran
Baca juga: Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran Minta MK Putuskan Sengketa Pilpres Sesuai Fakta
"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, tindakan Presiden belum dapat dikategorikan sebagai lelanggaran terhadap hukum positif. Terlebih, dalam persidangan, Mahkamah tidak menemukan bukti-bukti yang meyakinkan adanya korelasi dan hubungan kausalitas antara penyaluran bansos dengan pilihan pemilih," jelas Ridwan.
Yusril Minta Putuskan Sesuai Fakta
Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra meminta hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan sengketa Pilpres 2024 sesuai dengan fakta.
Yusril juga meminta agar Hakim Konstitusi tidak mengabulkan permohonan yang tidak benar.
Sebab menurutnya bahwa memperbaiki nama Mahkamah Konstitusi tidak dengan cara membenarkan yang salah.
Yusril Ihza Mahendra menyampaikan itu sebelum sidang putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum presiden 2024 di Mahkamah Konstitusi, Senin (22/4/2024).
“Memperbaiki nama itu tidak harus membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, mahkamah konstitusi itu tetap saja harus mengambil keputusan sesuai dengan fakta-fakta persidangan dan hukum yang berlaku, jangan ada yang dikorbankan,” kata Yusril.
Yusril mengatakan, bila hal tersebut terjadi pada MK maka dirinya akan melawan seperti halnya saat ditersangkakan Kejaksaan Agung yang pamornya turun.
“Saya pernah mengalami dulu pada waktu Hendarman Supandji jadi Jaksa Agung tiba-tiba saya sama Profesor Romli Atmasasmita dijadikan tersangka, nah Profesor Natabaya waktu itu dimintai keterangan, ada apa ini, ini Pak, ini Kejaksaan Agunng sedang terpuruk karena kasus itu kasus ini, kalau Prof Yusril dan Prof Romli satu ahli hukum tata negara, satu ahli hukum pidana
Baca juga: Di Sidang Putusan Sengketa Pilpres, Hakim MK: Tak Ada Bukti Intervensi Jokowi atas Majunya Gibran
ditersangkakan, Kejaksaan Agung naik lagi,” kata Yusril.
“Saya kira nggak bener cara-cara penegakan hukum seperti itu, makanya saya melawan pada waktu itu. Jadi jangan karena Mahkamah Konstitusi menghadapi masalah, mungkin citranya quot n quot agak menurun gara-gara keputusan 90 yang meloloskan Pak Gibran, lantas supaya memulikan Mahkamah Konstitusi, maka ini harus dimenangkan, saya kira tidak seperti itu,” katanya.
Menurutnya, Mahkamah Konstitusi tetap harus bekerja sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Jangan karena ingin menaikkan citra mahkamah lantas dikabulkan permohonan yang tidak benar, saya kira tetap saja pada rel yang sesungguhnya,” ujar Yusril.
Apalagi berdasarkan fakta-fakta persidangan, kata Yusril, baik saksi, ahli, hingga keterangan dari 4 menteri sama sekali tidak memberikan arah untuk permohonan pada pemohonan untuk dikabulkan.
“Jadi sebenarnya, kita itu kan tidak mengenal pembuktian terbalik, siapa yang menuduh, dia yang harus buktikan, jangan seperti Pak Jokowi dituduh ijazah palsu, terus Pak Jokowinya diminta ke pengadilan, ini loh ijazah saya, asli, kan tidak seperti itu,” ucap Yusril.
“Kalau anda menuduh palsu, anda yang harus buktikan ijazah itu palsu bukan Pak Jokowi yang harus membuktikan ijazahnya tidak palsu.”
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Anggota Komisi IX DPR RI Saniatul Lativa Sebut Stunting Jadi Permasalahan Keluarga di Indonesia
Baca juga: 4 Kali Cerai, Vicky Prasetyo Ingin Nikah Lagi Tahun ini
Baca juga: Saniatul Lativa Anggota Komisi IX DPR RI dan BKKBN Jambi Sosialisasi Stunting di Desa Sumber Agung
Baca juga: Pemkab Tanjabtim Jambi Usulkan Ulang Formasi PPPK dan CASN, Berikut Rinciannya
Artikel ini diolah dari Tribunnews.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.