Mengenal Budaya Carok Madura, Duel Celurit yang Tewaskan 4 Orang di Madura

Dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan 4 orang dalam insiden carok Madura, dua pelaku yakni Hasan Busri dan Werdi.

Editor: Suci Rahayu PK
jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id
Ilustrasi carok. 

Mengenal tradisi carok Madura, tewaskan 4 orang dalam duel celurit 2 vs 10 orang

TRIBUNJAMBI.COM - Dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan 4 orang dalam insiden carok Madura, dua pelaku yakni Hasan Busri dan Werdi.

Sementara 4 korban yakni Mat Tanjar, Mat Terdam, Najehri, dan Hafid.

Empat orang itu tewas di tangan kakak beradik, Hasan dan Werdi pada Jumat (12/4/2023).

Untuk diketahui, carok adalah perkelahian antara orang Madura menggunakan senjata celurit.

Carok biasanya dilakukan guna membalaskan dendam karena harga diri yang sempat dihina lawan.

Baca juga: Dukung Inklusivitas Perbankan Syariah, BSI Dorong Digitalisasi Pembayaran di Pasar Gede

Baca juga: Resep Cumi Hitam, Cukup 6 Langkah Mudah

Awal Mula Perkelahian

Perkelahian kakak beradik Hasan dan Werdi melawan 4 orang itu bermula dengan insiden tak sengaja di tepi jalan.

Mat Tanjar dan Mat Terdam awalnya tak terima ditegur Hasan perkara suara knalpot motor.

Kesal dimarahi Hasan, Mat Tanjar dan Mat Terdam pun semena-mena menganiaya Hasan.

"Mat Tanjar mukul saya, adiknya (Mat Terdam) ngeluarin celurit. Saya pegangi celuritnya pakai tangan," kata pengakuan Hasan.

Gusar dengan pengeroyokan itu, Hasan pun murka hingga akhirnya meminta bantuan sang adik, Werdi untuk menyerang Mat Tanjar dan Mat Terdam.

Ternyata di saat bersamaan, Mat Tanjar juga sudah menyiapkan 10 orang termasuk dirinya untuk melawan Hasan.

Meski hanya berdua, Hasan dan Werdi langsung menyerang 10 orang itu.

Duel carok 2 lawan 10 orang itu menyisakan duka.

4 orang meninggal di tangan Hasan dan werdi.

Atas kasus tersebut, Hasan dan Werdi pun resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Minggu (14/1/2024).

Keduanya dijerat Pasal 340 KUHP dan Pasal 388 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun.

Lantas bagaimana kemunculan tradisi carok Madura?

Baca juga: Cara Dapat Rp 600 Ribu dari Kartu Prakerja Gelombang 63, Klik Prakerja.go.id

Baca juga: Istri Sewa Pembunuh Bayaran untuk Habisi Suaminya di Karawang, Harus Mati Agar Dapat Harta Warisan

Sejarah tradisi carok di Madura

Carok muncul di Madura sejak abad ke-19. Ini berdasarkan catatan dalam laporan dua atropolog Belanda, De Jonge dan TouwenBouswma.

Carok diyakini berawal dari seorang mandor kebun tebu bernama R Sakera yang berusaha melawan Pemerintah Hindia Belanda dengan celurit.

Tindakan itu membuatnya dipenjara. Namun, Sakera tidak berhenti melawan.

Dia menggunakan celurit tersebut untuk membunuh banyak orang yang memenjarakannya.

Meski akhirnya dieksekusi, perlawanan Sakera menginspirasi warga Madura untuk melawan penjajah, meski hanya berbekal celurit.

Dikutip dari Kompas.com, Guru besar sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Khoirul Rosyadi menjelaskan, carok termasuk tradisi di Madura.

"Carok merupakan tradisi atau bentuk duel tradisional di Madura yang melibatkan pertarungan dengan senjata tradisional, biasanya celurit," jelasnya.

Awal kemunculan carok berkaitan erat dengan faktor sosial, ekonomi, dan politik di Madura.

Tradisi ini, katanya, dulu sering kali dihubungkan dengan penyelesaian sengketa antara kelompok-kelompok masyarakat.

Awalnya, carok ditujukan sebagai sarana penyelesaian konflik, terutama di kalangan keluarga atau kelompok-kelompok kecil.

"Dengan melibatkan duel ini, diharapkan masyarakat dapat menyelesaikan perselisihan secara adil dan mengembangkan rasa keberanian serta loyalitas," lanjut Rosyadi.

Lebih lanjut, Rosyadi membenarkan bahwa carok kerap menimbulkan korban jiwa.

Baca juga: Resep Peyek Udang Rebon, Tambahkan Irisan Daun Jeruk

Sebab, tradisi ini dapat mematikan salah satu ataupun kedua pihak yang berduel.

"Terkait dengan praktik carok yang menyebabkan kematian, ini memang sebuah konsekuensi serius dari tradisi ini," tegasnya.

Meski begitu, dia menyebutkan banyak orang Madura yang mulai menyadari dampak negatif dari carok seiring berjalannya waktu.

Mereka pun berupaya mengurangi tingkat kekerasan dalam praktik carok, dengan menggeser tujuannya dari duel mematikan ke bentuk pertunjukan atau seni bela diri tradisional.

Sayangnya, Rosyadi tidak memungkiri masih adanya warga yang melakukan carok hingga meninggal dunia.

"Secara sosiologis, (melakukan carok sampai meninggal) dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti tradisi, norma sosial, dan ketidaksetujuan terhadap campur tangan pemerintah," imbuhnya.

Dia menuturkan, beberapa orang Madura mungkin masih memandang carok sebagai bagian dari identitas budaya mereka.

Meski demikian, Rosyadi menyatakan bahwa pemerintah Madura dan sejumlah kelompok masyarakat telah berupaya mengedukasi warga dan mengurangi praktik carok yang berpotensi mematikan.

"Larangan resmi terhadap carok mungkin sulit diterapkan sepenuhnya karena campur tangan nilai budaya dan identitas lokal yang kuat," pungkasnya.

 


Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Dukung Inklusivitas Perbankan Syariah, BSI Dorong Digitalisasi Pembayaran di Pasar Gede

Baca juga: Lupa Mandi Wajib saat Menjalankan Ibadah Puasa? Begini Penjelasannya

Baca juga: Cara Dapat Rp 600 Ribu dari Kartu Prakerja Gelombang 63, Klik Prakerja.go.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved