Pilpres 2024
Kata Eks Hakim Kostitusi Jelang Putusan MKMK Terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim MK
Mantan Hakim Konstitusi merespon jelang putusan MKMK terkait laporan dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim MK, Anwar Usman dkk.
TRIBUNJAMBI.COM - Mantan Hakim Konstitusi merespon jelang putusan Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim MK, Anwar Usman dkk.
I Dewa Gede Palguna yakin putusan menilai bahwa keputusan hakim MKMK bakal sesuai fakta yang ditemukan.
Seperti diketahui bahwa siang tersebut akan digelar pada hari ini, Selasa (7/11/2023) pukul 16.)) WIB.
"Saya percaya dengan Prof Jimly berdasarkan pengalaman pribadi saya, baik sebagai kolega beliau maupun beliau sebagai promotor saya dan juga Prof Bintan Saragih yang selama ini kita kenal sangat santun, dan belum pernah kita dengar ada cacat pribadi. Demikian juga kolega saya dulu, Pak Doktor Wahiduddin Adams," kata Palguna, kepada Tribunnews.com, Selasa (7/11/2023).
"Saya yakin putusannya akan sesuai dengan fakta," sambung mantan Ketua MKMK itu.
Dia tidak mengetahui apakah putusan terkait laporan dugaan pelanggaran etik mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu akan sesuai dengan harapan para pelapor atau tidak.
Terlebih, menurutnya, bukan tugas MKMK untuk memastikan hal tersebut.
Baca juga: Respon Anies dan Prabowo Jelang Putusan MKMK Terkait Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Konstitusi
Baca juga: Update Gempa Hari Ini Selasa 7 November 2023 Guncang Jayapura Papua, BMKG: Berpusat di Darat
Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri Mangkir dari Panggilan Polda Metro Jaya, Eks Penyidik Sebut Hambat Penyidikan
Adapun Palguna menjelaskan, tugas MKMK adalah mencari fakta untuk membuktikan kebenaran ada atau tidaknya pelanggaran etik yang dilakukan hakim konstitusi.
"Saya enggak tahu apakah itu sesuai dengan harapan pelapor atau tidak. Kan bukan itu tugasnya Majelis Kehormatan. Tugasnya adalah menemukan fakta atau bukti ada atau tidaknya pelanggaran. Kemudian menjatuhkan sanski terhadap pelanggaran itu sesuai dengan bukti dan fakta-fakta yang ditemukan," ucapnya.
Palguna menekankan, MKMK harus mengemukakan putusannya secara transparan dan tanpa tunduk pada tekanan publik, jika memang ditemukan adanya fakta-fakta yang sesuai dengan apa yang dilaporkan.
Sehingga nantinya, tinggal ditentukan jenis pelanggaran kode etik atau pedoman perilaku mana yang dilanggar sekaligus diklasifikasikan apakah termasuk pelanggaran ringan, sedang, atau berat.
Kemudian, sesuai dengan jenis pelanggaran itu, nantinya ditentukan juga sanksi apa yang pantas dijatuhkan kepada para hakim konstitusi terlapor.
"Jika memang fakta-fakta itu mendukung demikian," ujar Palguna.
"Jadi secara independen saja, enggak usah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi merasa tertekan oleh tekanan publik. Dihadapi sesuai dengan fakta saja, nanti kemudian paparkan fakta itu dalam pertimbangan-pertimbangan putusan secara sistematis, sehingga publik mengetahui apa yang sebenarnya terjadi," sambungnya.
"Dan setelah itu menurut saya, apapun putusannya tidak akan menjadi masalah. Jadi enggak perlu ngarang-ngarang atau tidak perlu juga membuat-buat yang memang sesungguhnya tidak ada."
Baca juga: Politisi Demokrat Ingatkan Putusan MK Terkait Syarat Usia Capres dan Cawapres Final dan Mengikat
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).
Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.
Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).
Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:
"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."
Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).
Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
Imbasnya, saat ini MKMK telah menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim terkait putusan tersebut.
Baca juga: PDIP Minta Bobby Nasution Kembalikan KTA Jika Dukung Prabowo-Gibran, Tak Izinkan Main Dua Kaki
MKMK juga telah memeriksa semua pelapor dan para hakim terlapor, hingga putusan terkait dugaan pelanggaran etik itu dibacakan, pada Selasa (7/11/2023).
Putusan Telah Siap
Sementara itu, Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, menuturkan pihaknya telah membuat simpulan terkait dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi.
Simpulan tersebut diambil setelah MKMK memeriksa seluruh pelapor dugaan pelanggaran etik dan para hakim konstitusi terlapor.
Jimly Asshiddiqie mengatakan telah melakukan rapat internal bersama para anggota MKMK.
Adapun dari rapat tersebut, sambung Jimly, membuahkan simpulan dari puluhan pemeriksaan yang telah dilakukan MKMK.
"Semuanya sudah kita dengar. Akhirnya kami sudah rapat intern. Kita sudah buat kesimpulan," ucap Jimly di gedung MK, Jumat (3/11/2023) sore.
Simpulan tersebut, terangnya, tinggal dirumuskan menjadi putusan MKMK.
"Tinggal dirumuskan menjadi putusan dengan pertimbangan yang mudah-mudahan bisa menjawab semua isu," jelasnya.
Kemudian, Jimly berkata, putusan MKMK nanti kemungkinan akan cukup tebal.
Sebab terdapat 21 laporan yang ditangani MKMK berkaitan dugaan pelanggaran etik ini.
Apalagi seluruh hakim konstitusi dilaporkan dengan jumlah laporan beda-beda.
Ketua MK, Anwar Usman, menjadi hakim konstitusi yang paling banyak dilaporkan. Total ada 15 laporan yang mengarah kepadanya.
Setelah Anwar, ada Wakil Ketua MK, Saldi Isra, yang mendapatkan empat laporan dan hakim konstitusi Arief Hidayat juga empat laporan.
Lalu, laporan paling sedikit diterima oleh
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Edi Purwanto Ingatkan Soal Netralitas Pemilu pada Rakernas APPSI
Baca juga: Selain Gelapkan Uang Perusahaan, Sales Alat Bangunan di Jambi Ini Tipu Konsumen untuk Judi Slot
Baca juga: Dana Hibah Rp 6,9 Miliar, Bawaslu Tanjab Timur Siap Optimalkan Pengawasan di Lapangan
Baca juga: Dokter Gadungan di Bandung Pandu Pasien Lakukan Aborsi secara Online
Artikel ini diolah dari Tribunnews.com
Luhut Beri Pesan ke Prabowo Subianto: Jangan Bawa Orang Toxic ke Pemerintahan Anda, akan Merugikan |
![]() |
---|
Surya Paloh dan Prabowo Subianto Sepakat Kerja Sama: untuk Kepentingan Rakyat Indonesia |
![]() |
---|
Senyum Anies Baswedan Dikomentari Prabowo Subianto: Berat Sekali |
![]() |
---|
Prabowo Subianto Sambangi Kantor DPP PKB, Disambut Muhaimin Iskandar |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Gibran Rakabuming Raka yang Ditetapkan sebagai Wakil Presiden Terpilih |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.