Editorial

Sebelum Menghitung Kerugian Akibat Karhutla, Penanganan Dulu yang Lebih Penting

Karhutla Jambi yang disebut memiliki siklus empat tahunan, pernah mencapai titik parah pada 2015 dan 2019.

Editor: Deddy Rachmawan
Tribunjambi.com/Muzakkir
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutlah) di Kabupaten Muaro Jambi terus meluas. Hingga saat ini sudah puluhan hektare lahan warga yang terbakar. 

Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Provinsi Jambi tahun ini kembali terjadi. Setelah tiga tahun nyaris tak terjadi, kini karhutla yang membuat Jambi diselimuti asap kembali terjadi.

Udara di Kota Jambi dan beberapa daerah lainnya sempat masuk ke kategori tidak sehat. Minggu (1/10/2023), Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Provinsi Jambi memang sempat turun dibanding sehari sebelumnya, Sabtu (30/9). Namun, ISPU hari ini membuat udara di Jambi masuk dalam kategori tidak sehat.

Mari kita berkaca pada karhutla yang sudah-sudah. Karhutla Jambi yang disebut memiliki siklus empat tahunan, pernah mencapai titik parah pada 2015 dan 2019.

Pada 2019, karhutla di Provinsi Jambi melumpuhkan banyak sendi kehidupan. Hilangnya tutupan hutan, imbas terhadap kesehatan masyarakat dan kerugian di sektor ekonomi.

Saat itu KKI Warsi mencatat akibat karhutla 2019 jika dihitung dari nilai ekologis, ketugiannya mecapai Rp12 triliun.

Saat itu ada 101.418 ha lahan terbakar. Sebanyak 64 persen di antaranya merupakan lahan gambut. Ironisnya ketika itu karhutla dominan terjadi di lahan konsesi perusahaan pemegang HPH. Catatan pemberitaan Tribun Luas kawasan yang terbakar mencapai 40.865 ha. Disusul oleh HGU perkebunan kelapa sawit seluas 24.938 ha, dan HTI seluas 21.226 ha.

Sementara perhitungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) kerugiannya jauh lebih besar, Rp145 triliun. Nilai kerugian tersebut, dihitung berdasarkan luas lahan gambut terbakar dan rusak seluas 114 ribu hektare yang terjadi dalam kurun waktu tahun 2019.

Baca juga: KARHUTLA! Kualifikasi Piala Dunia Timnas Indonesia vs Brunei Darussalam Terancam

Sementara karhutla 2015, kerugiannya ditaksir mencapat Rp 716 miliar. Angka tersebut merujuk hasil Studi Valuasi Kebakaran Dampak Kebakaran Gambut yang dilakukan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi dan Institut Pertanian Bogor (IPB) .

Lalu bagaimana dengan tahun ini? Mungkin terlalu dini bicara ataupun menghitung kerugian. Yang jelas, karhutla sudah menganggu. Sekalipun masyarakat masih banyak yang acuh, semisal tidak memakai masker.

Yang terpenting, saat ini tentu adalah bagaimana pemerintah daerah, satgas karhutla bekerja memadamkan api juga mencegah agar karhutla tidak terjadi di tempat lain. Terbaru, karhutla terjadi di Kabupaten Muarojambi, Bungo.

Baca juga: ISPU Menurun Tapi Kualitas Udara di Jambi Masih Tidak Sehat

Baca juga: BMKG Prediksi Kabut Asap Dampak Karhutla di Jambi Bertahan hingga 3 Oktober 2023

Api membakar bukan di kawasan yang jauh dari permukiman atau di hutan atau perkebunan yang jauh dari akses warga. Seharusnya ini membuat kita prihatin dan juga pengingat bagai seluruh lapisan masyarakat.

Di samping itu, kiranya pemerintah bisa proaktif menyampaikan informasi terkait karhutla. Banyak hal yang harus disampaikan, mulai dari kualitas udara, titik kebakaran, yang sudah dilakukan juga bagaimana melakukan mitigasi. Ini perlu agar warga peduli dan tahu bahwa pemerintah sudah bekerja mengatasi karhutla dan asap.

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved