Kisruh di Pulau Rempang

Panglima TNI Kirim Tim Puspom Cek Prajurit yang Terlibat di Kericuhan Konflik Lahan Rempang Batam

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono kirim Tim Puspom TNI untuk mengecek keterlibatan prajurit dalam kericuhan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau

|
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Capture Yt Kompas TV
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono kirim Tim Puspom TNI untuk mengecek keterlibatan prajurit dalam kericuhan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). 

TRIBUNJAMBI.COM - Panglima TNI Laksamana Yudo Margono kirim Tim Puspom TNI untuk mengecek keterlibatan prajurit dalam kericuhan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Kericuhan yang terjadi itu akibat konflik lahan.

Akibat kericuhan yang memanans itu, Panglima juga telah mengerahkan anggotanya untuk membantu anggota Polri mengamankan situasi.

Dibalik itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memastikan prajurit yang diterjunkan di Pulau Rempang, Batam tidak terlibat dalam kericuhan.

Laksamana Yudo menegaskan pihaknya akan mengirimkan Tim Puspom TNI untuk mengecek prajurit di Rempang.

Pengecekan itu terkait hketerlibatan anggotanya dalam aksi kericuhan tersebut.

“Kalau memang ada keterlibatan TNI di luar prosedur yang ada saat ini Puspom TNI kita kirim ke sana untuk mengecek kebenaran berita itu dan kita mengecek keterlibatan TNI sejauh mana,” ujar Yudo usai rapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (13/9/2023).

Panglima TNI mengatakan,  jika memang ada keterlibatan prajurit dalam kericuhan itu maka akan melakukan proses hukum.

Baca juga: Konflik Lahan di Pulau Rempang Batam Memanas, Panglima TNI Kerahkan Prajurit Bantu Anggota Polri

Baca juga: Update Konflik Lahan di Pulau Rempang Batam, Menteri ATR-BPN Sebut Warga Tak Miliki Sertifikat

Baca juga: Kisruh Pulau Rempang - Massa Demo Berujung Lemparan Batu dan Kayu, UAS Soroti Konflik

“Kalau terlibat, terbukti ya proses hukum,” tegas Panglima TNI dilansir dari tayangan KompasTV.

Sebelumnya, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan pihaknya telah mengerahkan prajurit untuk mendampingi Polri dalam mengamankan konflik lahan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Melalui Danpuspom TNI, dia mengatakan telah mengerahkan Satgas Polisi Militer TNI untuk mendampingi anggota TNI yang bertugas.

Laksamana Yudo mengatakan hal itu telah menyampaikan kepada Pangdam, Pangarmada, Danlantamal, dan Danrem disana.

Dia menegaskan bahwa tugas prajurit yang dikerahkan di Pulau Rempang adalah untuk melakukan perbantuan kepada Polri.

Laksamana Yudo Margono tidak menginginkan adanya prajurit TNI yang melakukan provokasi ataupun memiliki lahan-lahan ilegal di Pulau Rempang tersebut.

"Sudah dari awal kita beri, sampaikan pada Pangdam maupun Pangarmada, Danlantamal, Danrem di sana bahwa TNI yang di sana sifatnya adalah perbantuan kepada Polri," kata Panglima TNI di Mabes TNI Cilangkap Jakarta, Selasa (12/9/2023).

Baca juga: Kisruh Pulau Rempang Batam - Mahfud MD Sebut Bukan Penggusuran Tapi Pengosongan Lahan

Baca juga: Anies Tetap Pertahankan Nama Koalisi Perubahan untuk Persatuan Walau Partai Demokrat Tarik Dukungan

"Kemarin kan sudah dilaksanakan, termasuk POM TNI juga kita turunkan jangan sampai ada prajurit TNI yang terlibat di sana. Terlibat mungkin, apa namanya, provokator, atau mungkin punya lahan-lahan yang tidak sah di sana. Kita beri imbauan. Dan kemarin sudah saya sampaikan Danpuspom juga sudah mengirimkan pasukan tim gabungan untuk Satgas POM TNI di sana," sambung dia.

Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD sebelumnya juga telah meminta aparat penegak hukum dan keamanan untuk hati hati dalam menangani kasus di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

Hal itu disampaikan Mahfud usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin (11/9/2023).

"Oleh sebab itu saya berharap kepada aparat penegak hukum, aparat keamanan supaya berhati-hati menangani ini," kata dia.

Selain itu Mahfud juga minta aparat mensosialisasikan kesepakatan pada tanggal 6 September antara Pemda, pengembang, DPRD, dan masyarakat.

Ia mengatakan masalah hukum konflik lahan tersebut sebenarnya sudah selesai.

Pada tahun 2001-2002, kata dia, telah diputuskan adanya pengembangan kawasan wisata di pulau-pulau yang terlepas dari pulau induknya, salah satunya Pulau Rempang.

Pada 2004, kata dia, kemudian ditandatangani kesepakatan antara Pemda atau BP Batam dengan pengembang atau investor untuk mengembangkan pulau pulau tersebut.

Hanya saja, lanjut dia, sebelum kesepakatan tersebut dijalankan sudah dikeluarkan lagi izin-izin kepada pihak lain.

Izin-izin baru yang dikeluarkan sesudah MoU tersebut, kata Mahfud, kemudian dibatalkan semua oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Baca juga: Gilang Dirga Tepis Isu Main Tangan saat Marah: Kalau mukul pintu pernah

Pada saat pengembang yang sudah menjalin kesepakatan pada 2004 lalu tersebut akan memulai kegiatan, lanjut Mahfud, lahannya sudah digunakan oleh pihak lain.

"Nah ketika akan masuk, di situ sudah ada kegiatan, sudah ada penghuni lama dan seterusnya, dan seterusnya," kata dia.

Konflik tersebut kemudian terjadi karena adanya perintah pengosongan oleh pengembang yang akan memulai kegiatannya di wilayah tersebut.

"Nah di situ lalu terjadi perintah pengosongan karena tahun ini akan masuk kegiatan-kegiatan yang sudah diteken tahun 2004 sesuai dengan kebijakan tahun 2001, 2002," kata dia.

Pada akhirnya, kata Mahfud, dijalin lah kesepakatan antara Pengembang, Pemda, dan dan masyarakat pada 6 September kemarin. Kesepakatan tersebut yakni warga yang mendiami lahan tersebut direlokasi.

Setiap kepala keluarga diberi tanah 500 meter persegi dan dibangunkan rumah dengan ukuran (tipe) 45 sebesar Rp 120 juta setiap kepala keluarga.

"Besar lho itu, daerah terluar," katanya.

Selain direlokasi, setiap keluarga juga mendapatkan uang tunggu sebelum relokasi sebesar Rp 1.034.000. Lalu diberi uang sewa rumah sambil menunggu rumah yang dibangun, masing-masing Rp 1 juta.

Mahfud menambahkan relokasi 1200 kepala keluarga tersebut dilakukan ke tempat yang tidak jauh dari pantai.

"Nah semuanya sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju dalam pertemuan tanggal 6 itu, yang hadir di situ rakyatnya sekitar 80 persen sudah setuju semua," katanya.

Permasalahannya kata Mahfud kesepakatan tersebut belum terinformasikan dengan baik kepada masyarakat. Ditambah lagi adanya provokasi kepada masyarakat. Provokator tersebut telah diamankan pihak kepolisian.

"Di situ sudah ada (kesepakatan) tanggal 6 September, lalu demonya meledak tanggal 7 sehingga ada 8 orang, 8 atau 7 tuh, yang sekarang diamankan karena diduga memprovokasi dan diduga tidak punya kepentingan dengan tempat itu," pungkasnya.

Presiden RI Joko Widodo juga telah mengatakan konflik di proyek pengembangan Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau karena komunikasi kurang baik.

"Itu komunikasi kurang baik, saya kira kalau warga diajak bicara, diberikan solusi," kata dia saat kunjungan kerja di Pasar Kranggot Kota Cilegon pada Selasa (12/9/2023).

Menurutnya proyek pengembangan Rempang, Batam itu sudah ada kesepakatan antar pihak.

Namun karena adanya komunikasi yang kurang baik, kata dia, sehingga terjadi sebuah masalah.

"Karena di situ sebetulnya sudah ada kesepakatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter plus bangunannya tipe 45, tapi ini belum dikomunikasikan secara baik sehingga terjadi masalah," kata dia.

Atas insiden yang terjadi saat ini, pada proyek pengembangan Rempang, Batam, Kepulauan Riau Jokowi mengutus Menteri Investasi Bahlil Lahadalia untuk ke Pulau Rempang, Batam.

"Nanti mungkin besok atau lusa menteri Bahlil akan ke sana memberikan penjelasan mengenai itu," tukasnya.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Head to Head Inter Milan vs AC Milan, Tim Pioli Punya Catatan Buruk di 4 Laga Terkahir

Baca juga: Viral Foto Wanita Tak Berhijab Mirip Oklin Fia di Kamar Hotel, Warganet Singgung OnlyFans

Baca juga: Ari Wibowo Resmi Bercerai dengan Inge Anugrah, Sang Aktor Dapatkan Hak Asuh Anak

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved