WAWANCARA EKSKLUSIF

Budiman Sudjatmiko Buka-bukaan Soal Pertemuan dengan Prabowo, Bahas Isu Penculikan 1998

"Rasa-rasanya selama ini kasus kami hanya muncul lima tahun sekali tapi kemudian tidak pernah diselesaikan menjadi keuntungan politik," kata Budiman.

Editor: Duanto AS
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Politikus PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko (kiri), saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, di gedung Tribun Network, Jakarta, Selasa (15/8/2023). Budiman menjelaskan alasan pertemuannya dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan perkembangan politik jelang Pemilu 2024. 

Persoalan lapangan kerja ruang-ruang akan dikurangi akibat robotisasi.

Ini kan harus dibicarakan bersama-sama karena tidak semua orang siap dengan adanya transformasi.

Di situ saya ingin memastikan bahwa pesawat Indonesia tidak patah begitu.

Apakah boleh saya katakan, Mas Budiman sedang melakukan kampanye agar PDIP dan Gerindra bersatu?

Maunya saya begitu secara konkret.

Ditambah Golkar dan PAN, mungkin tambah lebih baik lagi.

Mungkin persatuannya bisa lebih kebal.

Atau mungkin Mas Budiman ingin mengatakan bacapresnya PDIP dan bacapresnya Gerindra disatukan?

Kalau soal sekonkret itu tidak menjadi fokus saya.

Bukan domain saya.

Fokus adalah persatuan nasional bukan hanya menghadapi Pemilu 2024, tapi saya membayangkan ini berjangka panjang.

Kita tahu bahwa Indonesia ini tidak punya GBHN (Garis Besar Haluan Negara), tidak punya pembangunan jangka menengah dan jangka panjang antara 25 tahun ke depan.

Syarat untuk memastikan kita mencapai jangkauan jangka panjang tidak putus di tengah jalan atau tidak mandek dan tidak berbelok.

Maka kekuatan politik ini bisa bertemu membahas persoalan strategis minimal sampai 2045.

Saya tidak tahu wajah manusia akan seperti apa tetapi tetap ada kesinambungan yang disepakati oleh partai-partai besar dan memang nasionalis untuk kemajuan NKRI berdasarkan Pancasila.

Apa pun niat Anda, tetapi ini sudah menimbulkan kehangatan politik. Kalau saya boleh tahu, apa yang sudah disampaikan kepada pengurus partai PDIP?

Kurang lebih sama seperti yang saya sampaikan saat diajak ngopi Pak Hasto. Ngobrol secara informal dengan Pak Bambang Pacul.

Dan rata-rata kurang lebihnya mereka bisa memahami ini di mana untuk kebutuhan strategis yang nampaknya nggak ada terobosan-terobosan.

Mereka mengapresiasi langkah saya cukup diharapkan bermakna.

Justru karena saya tidak menjadi caleg, pengurus partai sehingga saya punya kekuasaan secara individu untuk bertemu.

Diharapkan ada persatuan nasional untuk menjawab tantangan-tantangan kita ke depan.

Setelah pertemuan 18 Juli apakah ada notifikasi langsung dari kolega, karena ini kan menimbulkan pro dan kontra?

Iya, tentu ada yang menantang, tetapi yang pro juga tidak sedikit.

Minggu lalu saya kan ke Medan, apa yang sampaikan itu menegaskan persatuan nasional dari semua unsur, unsur gerakan masyarakat sipil dan unsur agama.

Bahkan belum ada satu artikel pun yang menyerang saya, justru artikel, blog, di Facebook mendukung.

Banyak orang mengait-ngaitkan pertemuan Anda ini dengan cara berpikirnya Pak Jokowi? Bagaimana pendapat Anda?

Bukan hanya Pak Jokowi, tapi ini juga sebenarnya cara berpikirnya Bu Megawati juga, Pak Prabowo, Pak Luhut, dan Pak Andika.

Mereka yang sudah saya ajak bicara.

Tapi sekali lagi saya tidak diperintahkan oleh tokoh-tokoh ini.

Banyak orang mengira Anda adalah utusan informal Pak Jokowi?

Saya kira Pak Jokowi punya banyak orang yang lebih percaya untuk menyampaikan hal-hal yang strategis itu.

Kalau ini dianggap strategis, ya, oleh beliau.

Dan, saya kira Pak Jokowi punya instrumen kredibel.

Tapi kan saya tidak harus menunggu Pak Jokowi untuk mengatakan hal yang benar untuk bangsa.

Saya hanya membaca apa yang beliau lakukan, oh kira-kira Pak Jokowi butuhnya ini.

Kira-kira begitu. Sekali lagi ini hanya tafsiran saya.

Sebenarnya benar tidak sih Pak Jokowi itu punya keinginan menyatukan PDIP dan Gerindra?

Saya sih merasa begitu.

Sekali lagi ini tafsiran saya, wong saya belum pernah ngomong langsung soal ini.

Kalau menurut saya, Pak Jokowi menginginkan lebih dari menyatukan kedua partai.

Memang hanya kebetulan PDIP dan Gerindra memiliki bakal calon presiden yang definitif.

Tapi kemudian Golkar dan PAN mendukung Gerindra kemarin.

Itu mudah-mudahan akan ada hal yang substantif lagi ke depannya.

Tapi Mas Budiman apakah melihat ini akan melibatkan kubunya Pak Anies Baswedan dengan pendukungnya?

Kalau kaya begitu semua, nanti nggak ada pemilu, repot. Masa cuma ada satu calon lawan kotak kosong kan nggak bisa.

Kalau saya ketemu Pak Anies atau cawapresnya Pak Anies siapa pun itu, ya paling obrolannya menjadi lawan yang sama-sama ide untuk Indonesia.

Prespektifmu apa, terserah, tapi ayo kita masuk ke cara pandang, visi misi dan hentikan kampanye kebencian. Kita harus menuju pertarungan global.

Memang Mas Budiman melihat kampanye kebencian levelnya pada tahap apa mengkhawatirkan kah?

Belum parah, tapi kalau dibiarkan kampanye orang akan terus saja berbicara soal kebencian.

Jadi bukan racing to the top, tapi racing to the bottom.

Untuk membuat unggul bukan dengan menjelek-jelekan, mereka akan membuat elektabilitas lawannya turun.

Yang rugi siapa, yang rugi bukan saya tapi anak-anak dan cucu-cucu kita. Indonesia kan satu-satunya negara yang kita punya. Sayang sekali apalagi dunia sedang bergolak. (tribun network/reynas abdila)

Baca juga: Adian Napitupulu: Kenapa Lu Begitu Bud?

Baca juga: Adian Napitupulu Buka-bukaan, Apa yang Mau Dikhawatirkan Soal Projo Dukung Prabowo

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved