WAWANCARA EKSKLUSIF
Budiman Sudjatmiko Buka-bukaan Soal Pertemuan dengan Prabowo, Bahas Isu Penculikan 1998
"Rasa-rasanya selama ini kasus kami hanya muncul lima tahun sekali tapi kemudian tidak pernah diselesaikan menjadi keuntungan politik," kata Budiman.
TRIBUNJAMBI.COM - Pertemuan Budiman Sudjatmiko dengan Prabowo Subianto menjadi tanda tanya banyak orang.
politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menjadi sorotan, karena kedua sosok itu ada di dua kubu berbeda pada masa sebelum reformasi 1998. Budiman sebagai aktivis pergerakan.
Luka para korban penculikan aktivis 1997-1998 hanya dijadikan komoditas lima tahunan.
Bagi politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Budiman Sudjatmiko, sudah saatnya kasus penculikan itu diselesaikan.
Dia mendiskusikan soal penculikan itu saat bertemu dengan Prabowo Subianto di Kertanegara, Jakarta Selatan, 18 Juli 2023.
"Rasa-rasanya selama ini kasus kami hanya muncul lima tahun sekali tapi kemudian tidak pernah diselesaikan menjadi keuntungan politik," kata Budiman dalam wawancara eksklusif di kantor Tribun Network, Jakarta, Selasa (15/8/2023).
"Sementara dulu kami berjuang karena memiliki cita-cita besar, cita-cita itulah membuat saya ditangkap, teman-teman diculik, ada yang di penjara diadili segala macam," lanjutnya.
Bukan hanya bertemu Prabowo, Budiman juga berdiskusi dengan sejumlah tokoh nasional di antaranya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Presiden RI Joko Widodo, mantan Panglima TNI Andika Perkasa, dan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Berikut petikan wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Budiman Sudjatmiko:
Banyak versi mengenai pertemuan Anda dengan Pak Prabowo di 18 Juli 2023. Bisa diceritakan, nawaitu pertemuan ini siapa yang menginisiasi?
Nawaitunya itu mulai dari saya, tidak diperintahkan oleh partai, tidak diperintahkan juga oleh Pak Jokowi, tidak juga diminta Pak Prabowo.
Itu hasil diskusi dengan tim saya tentu saja, dan boleh saya katakan hasil diskusi saya dengan korban penculikan 1998.
Sudah lama diskusi tersebut, tetapi mereka menyampaikan bahwa sudah saatnya kasus penculikan aktivis 1998 tidak dijadikan komoditas politik lima tahunan.
Rasa-rasanya selama ini kasus kami hanya muncul lima tahun sekali tapi kemudian tidak pernah diselesaikan menjadi keuntungan politik.
Sementara dulu kami berjuang karena memiliki cita-cita besar, cita-cita itulah membuat saya ditangkap, teman-teman diculik, ada yang di penjara diadili segala macam.
Itu kan terjadi karena kita punya cita-cita, tapi cita-cita itu tidak pernah menjadi perbincangan publik.
Luka kami yang jadi perbincangan publik namun cita-citanya seolah nggak direkam.
Saatnya yang mereka dulu menculik demokrasi harus ke panggung dan berbicara.
Bahwa kami mengalami semua itu adalah karena cita-cita politik, untuk Indonesia, bukan sekadar sakitnya dijadikan propaganda politik lima tahunan.
Tetapi ketika membicarakan Indonesia, orang-orang yang membicarakan Indonesia tidak mengajak kami.
Mereka tidak peduli dengan kasus penculikan kami. Kira-kira begitu keprihatinannya.
Bagi saya semacam amanat moral dari teman-teman yang saya ajak bicara ya.
Bahwa oke, saya lakukan, tapi ini bukan sebentar bertahun-tahun lho, pada intinya cita-cita kita yang harus jadi tujuan hidup bangsa Indonesia.
Menjelang Pemilu 2024, di mana banyak hal yang dipertaruhkan untuk lima tahun ke depan dan 10 tahun ke depan dan seterusnya. Kita selalu jadi komoditas yang terus muncul.
Ketika mau berbicara Indonesia, ajak kami dong, sebab kami punya concern.
Teman-teman bilang drive itu arahkan itu, jadi bukan sekadar ada tema lalu kita ikut, nggak justru kami harus membawa tema.
Kalau perlu orang-orang yang sedang berpesta ini yang belum jelas tema besarnya, harus di bawa ke sana, kalau mau pesat ini temanya (penculikan).
Apakah benar sebelum bertemu Pak Prabowo, Anda melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh?
Oh, iya. Yang saya minta persetujuan itu dari para korban karena mereka mendukung.
Saya ke Bu Megawati pernah ketemu bulan Maret 2023, Pak Jokowi bulan Januari 2023, saya juga bertemu Pak Andika Perkasa bulan Mei 2023 saat sudah pensiun. Pak Luhut saya juga bertemu.
Setelah saya simak-simak dan analisis concernnya Bu Mega, Pak Jokowi, Pak Andika, dan Pak Luhut tentu saya tidak bisa sebutkan semua tokoh.
Tapi saya melihat mereka punya concern yang sama bahwa Pemilu 2024 harus menjadi momentum persatuan.
Bukan menjadi momen perpecahan dan kemunduran. Kira-kira begitu lah meskipun masing-masing tokoh punya tekanan yang berbeda.
Bu Mega lebih banyak bicara soal krisis pangan dan stunting. Pak Andika lebih banyak berbicara soal korupsi.
Pak Luhut banyak berbicara soal sumber daya manusia dan hilirisasi.
Pak Jokowi berbicara soal hilirisasi dan program-program beliau.
Saya juga berbicara dengan Pak Prabowo untuk melengkapi itu dan itu tidak lantas berhenti.
Apakah Anda juga berpikir bahwa bakal calon presiden kita tidak dalam kondisi head on?
Apa yang di-head on-kan, apa yang dihadapkan hanya karena posisi formal menjadi bacapres itu saja.
Sementara ide yang saya kemukakan melampaui sekadar bacapres.
Kalau kita bisa menyatukan visi yang sama untuk Indonesia, saya pikir konsekuensinya apa yang tadinya mau dipertandingkan siapa tahu bisa dipersatukan.
Goncangan Indonesia tidak selalu soal pandemi yang diakibatkan oleh penyakit.
Tapi juga yang diakibatkan krisis pangan, dan krisis ekonomi. Ini pernah saya bicarakan juga dengan Bu Megawati bahwa tantangan krisis itu hanya bisa dihadapi kalau bangsa Indonesia kompak.
Kedua, yang ditimbulkan akibat artificial intelligence (AI) sehingga berdampak pada struktur lapangan kerja.
Maka menyebabkan pabrik-pabrik tidak lagi membutuhkan manusia.
Persoalan lapangan kerja ruang-ruang akan dikurangi akibat robotisasi.
Ini kan harus dibicarakan bersama-sama karena tidak semua orang siap dengan adanya transformasi.
Di situ saya ingin memastikan bahwa pesawat Indonesia tidak patah begitu.
Apakah boleh saya katakan, Mas Budiman sedang melakukan kampanye agar PDIP dan Gerindra bersatu?
Maunya saya begitu secara konkret.
Ditambah Golkar dan PAN, mungkin tambah lebih baik lagi.
Mungkin persatuannya bisa lebih kebal.
Atau mungkin Mas Budiman ingin mengatakan bacapresnya PDIP dan bacapresnya Gerindra disatukan?
Kalau soal sekonkret itu tidak menjadi fokus saya.
Bukan domain saya.
Fokus adalah persatuan nasional bukan hanya menghadapi Pemilu 2024, tapi saya membayangkan ini berjangka panjang.
Kita tahu bahwa Indonesia ini tidak punya GBHN (Garis Besar Haluan Negara), tidak punya pembangunan jangka menengah dan jangka panjang antara 25 tahun ke depan.
Syarat untuk memastikan kita mencapai jangkauan jangka panjang tidak putus di tengah jalan atau tidak mandek dan tidak berbelok.
Maka kekuatan politik ini bisa bertemu membahas persoalan strategis minimal sampai 2045.
Saya tidak tahu wajah manusia akan seperti apa tetapi tetap ada kesinambungan yang disepakati oleh partai-partai besar dan memang nasionalis untuk kemajuan NKRI berdasarkan Pancasila.
Apa pun niat Anda, tetapi ini sudah menimbulkan kehangatan politik. Kalau saya boleh tahu, apa yang sudah disampaikan kepada pengurus partai PDIP?
Kurang lebih sama seperti yang saya sampaikan saat diajak ngopi Pak Hasto. Ngobrol secara informal dengan Pak Bambang Pacul.
Dan rata-rata kurang lebihnya mereka bisa memahami ini di mana untuk kebutuhan strategis yang nampaknya nggak ada terobosan-terobosan.
Mereka mengapresiasi langkah saya cukup diharapkan bermakna.
Justru karena saya tidak menjadi caleg, pengurus partai sehingga saya punya kekuasaan secara individu untuk bertemu.
Diharapkan ada persatuan nasional untuk menjawab tantangan-tantangan kita ke depan.
Setelah pertemuan 18 Juli apakah ada notifikasi langsung dari kolega, karena ini kan menimbulkan pro dan kontra?
Iya, tentu ada yang menantang, tetapi yang pro juga tidak sedikit.
Minggu lalu saya kan ke Medan, apa yang sampaikan itu menegaskan persatuan nasional dari semua unsur, unsur gerakan masyarakat sipil dan unsur agama.
Bahkan belum ada satu artikel pun yang menyerang saya, justru artikel, blog, di Facebook mendukung.
Banyak orang mengait-ngaitkan pertemuan Anda ini dengan cara berpikirnya Pak Jokowi? Bagaimana pendapat Anda?
Bukan hanya Pak Jokowi, tapi ini juga sebenarnya cara berpikirnya Bu Megawati juga, Pak Prabowo, Pak Luhut, dan Pak Andika.
Mereka yang sudah saya ajak bicara.
Tapi sekali lagi saya tidak diperintahkan oleh tokoh-tokoh ini.
Banyak orang mengira Anda adalah utusan informal Pak Jokowi?
Saya kira Pak Jokowi punya banyak orang yang lebih percaya untuk menyampaikan hal-hal yang strategis itu.
Kalau ini dianggap strategis, ya, oleh beliau.
Dan, saya kira Pak Jokowi punya instrumen kredibel.
Tapi kan saya tidak harus menunggu Pak Jokowi untuk mengatakan hal yang benar untuk bangsa.
Saya hanya membaca apa yang beliau lakukan, oh kira-kira Pak Jokowi butuhnya ini.
Kira-kira begitu. Sekali lagi ini hanya tafsiran saya.
Sebenarnya benar tidak sih Pak Jokowi itu punya keinginan menyatukan PDIP dan Gerindra?
Saya sih merasa begitu.
Sekali lagi ini tafsiran saya, wong saya belum pernah ngomong langsung soal ini.
Kalau menurut saya, Pak Jokowi menginginkan lebih dari menyatukan kedua partai.
Memang hanya kebetulan PDIP dan Gerindra memiliki bakal calon presiden yang definitif.
Tapi kemudian Golkar dan PAN mendukung Gerindra kemarin.
Itu mudah-mudahan akan ada hal yang substantif lagi ke depannya.
Tapi Mas Budiman apakah melihat ini akan melibatkan kubunya Pak Anies Baswedan dengan pendukungnya?
Kalau kaya begitu semua, nanti nggak ada pemilu, repot. Masa cuma ada satu calon lawan kotak kosong kan nggak bisa.
Kalau saya ketemu Pak Anies atau cawapresnya Pak Anies siapa pun itu, ya paling obrolannya menjadi lawan yang sama-sama ide untuk Indonesia.
Prespektifmu apa, terserah, tapi ayo kita masuk ke cara pandang, visi misi dan hentikan kampanye kebencian. Kita harus menuju pertarungan global.
Memang Mas Budiman melihat kampanye kebencian levelnya pada tahap apa mengkhawatirkan kah?
Belum parah, tapi kalau dibiarkan kampanye orang akan terus saja berbicara soal kebencian.
Jadi bukan racing to the top, tapi racing to the bottom.
Untuk membuat unggul bukan dengan menjelek-jelekan, mereka akan membuat elektabilitas lawannya turun.
Yang rugi siapa, yang rugi bukan saya tapi anak-anak dan cucu-cucu kita. Indonesia kan satu-satunya negara yang kita punya. Sayang sekali apalagi dunia sedang bergolak. (tribun network/reynas abdila)
Baca juga: Adian Napitupulu: Kenapa Lu Begitu Bud?
Baca juga: Adian Napitupulu Buka-bukaan, Apa yang Mau Dikhawatirkan Soal Projo Dukung Prabowo
Pohon Karet Tumbang untuk Cabai, Ketika Program Nasional Bertabrakan dengan Nasib Petani di Jambi |
![]() |
---|
Musyawarah Tak Mufakat, Petani Sungai Gelam Jambi Tuntut Ganti Rugi Karet Usai Lahan Dieksekusi |
![]() |
---|
Sandiwara Kopi Sianida Botolan yang Terbongkar, Kapolsek Jelutung Paparkan Drama, Seri II |
![]() |
---|
Kisah Iptu Khairil Umam Ajak Pembunuh Kopi Sianida Ngobrol, Akhirnya Jam 2 Pagi Ngaku, Seri I |
![]() |
---|
WAWANCARA EKSKLUSIF Terungkapnya Pembunuhan Pasangan Sejenis Pakai Sianida di Jambi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.