Berita Jambi

Ahli Hukum Acara Pidana: SPDP, Seprindik dan Penahanan yang Terbit Bersamaan Menjadi Cacat Yuridis

Agenda sidang kali ini termohon DS Melalui penasehat hukumnya dan pemohon memberikan bukti surat ke hakim tunggal Rio Destrado.

Penulis: Abdullah Usman | Editor: Deni Satria Budi
Tribunjambi.com/Abdullah usman
Sidang lanjutan praperadilan kasus gagal bayar Bank Jambi dengan pemohon DS di Pengadilan Negeri Jambi, Selasa (11/7). 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Sidang praperadilan yang dilayangkan oleh DS atas penetapan tersangka kasus dugaan korupsi gagal bayar medium term note (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (PT SNP) pada Bank Jambi, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jambi, Selasa (11/7/23).

Agenda sidang kali ini termohon DS Melalui penasehat hukumnya dan pemohon memberikan bukti surat ke hakim tunggal Rio Destrado.

Usai memberikan bukti surat, sidang dilanjutkan dengan pembuktian, dimana termohon menghadirkan Ahli Pidana dan Hukum Acara Pidana Pemohon Prof. Dr. H.M. Said Karim, SH, MH, M.Si, CLA, Guru Besar Ilmu Pidana dari Universitas Hasanuddin, Makasar.

Dalam keterangannya dihadapan hakim, ahli menjelaskan, penyelidikan dan penyidikan merupakan garda terdepan dalam proses penegakan hukum pidana. Proses ini untuk menentukan peristiwa tindak pidana.

"Ini serangkaian acara yang diatur dalam undang-undang, nanti akan ditemukan atau tidak ditemukan bukti tindak Pidana. Apabila ditemukan akan dilakukan dengan penetapan tersangka dalam suatu perkara," katanya.

Dalam proses pemyelidikan atau pemyidikan ini, penyidik harus menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Jika perkara diranah polri, penyidik harus mengirimkan SPDP ke jaksa penuntut umum. Apabila di ranah kejaksaan, penyidik harus mengirimkan ke orang yang diduga melakukan tindak pidana, atasan dari penyidik hingga KPK apabila perkara itu tindak pidana korupsi.

"Jika SPDP tidak dikirimkan ke orang yang diduga melakukan tindak pidana, maka bisa diminta batal demi hukum, karena itu wajib dilakukan," paparnya.

Ahli juga menjelaskan, untuk menetapkan tersangka harus memiliki dua alat bukti permulaan yang cukup baru bisa menetapkan seseorang tersangka.

"Alat bukti yang sah itu, keterangan saksi, Surat, keterangan ahli hingga petunjuk, Jika dua bukti permulaan itu tidak ada maka catat hukum,"tambahnya.

Alat bukti tidak bisa untuk satu arah. Menurut Ahli, satu saksi bukanlah saksi.

"Kalau seperti itu konsepnya tidak bisa di anggap alat bukti, saksi harus ada satu orang atau lebih, jika satu saksi saja, maka itu disebut
satu saksi bukan saksi," ungkapnya.

Kalau penyidik menetapkan tersangka tapi tidak memiliki dua alat bukti permulaan yang cukup sama saja menentang undang undang.

"Sudah diatur, tidak ada dua alat bukti permulaan yang cukup tidak bisa penetapan tersangka," tambahnya.

Saat ditanya soal SPDP, Seprindik dan surat perintah penahanan dihari dan tanggal yang sama apakah dibenarkan secara hukum.

Menjawab pertanyaan tersebut, Ahli menyebutkan bagaimana bisa tiga proses yang berbeda dilakukan secara bersamaan,, dan jelas itu mustahil. Kalau seperti itu kapan rangkaian proses itu berjalan. Itu tidak benar dan menciderai keadilan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved