Sidang Ustad Asusila
Pimpinan Ponpes Miftahul Huda Muaro Jambi Dihukum 11 Tahun Penjara, Keluarga Korban: Alhamdulillah
Abdul Aziz pimpinan pondok pesantren Miftahul Huda Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi dihukum 11 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Sengeti.
Penulis: Muzakkir | Editor: Teguh Suprayitno
TRIBUNJAMBI.COM, SENGETI -- Abdul Aziz pimpinan pondok pesantren Miftahul Huda Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi dihukum 11 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Sengeti.
Dia terbukti bersalah karena telah melakukan perbuatan asusila terhadap santrinya pada tahun 2019 hingga 2020 lalu.
Selain dihukum 11 tahun penjara, Hakim juga memutuskan terdakwa dengan denda Rp 100 juta subsider enam bulan penjara.
Sidang putusan kasus asusila terhadap santri ini dilakukan diruang Cakra Pengadilan Negeri Sengeti. Sidang tersebut dipimpin langsung oleh ketua Pengadilan Negeri Sengeti Fitria Septriana dan hakim anggota Gabrielase dan Ryan.
Sidang putusan ini berjalan lancar, namun sebelum dimulainya sidang, terdakwa sempat ditonjok oleh keluarga korban. Bahkan usai sidang pun terdakwa juga sempat dikejar oleh keluarga korban. Beruntung pihak keamanan sigap menjaga sehingga tidak terjadi keributan disana.
Dalam pembacaan amar putusan, hakim ketua menyebut tidak ada keterangan saksi yang meringankan terdakwa yang diterima oleh pengadilan.
Sementara yang memberatkan terdakwa cukup banyak karena dia merupakan orangtua, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat dan orang terpandang. Sementara korban merupakan anak-anak yang kala itu berusia 16 tahun.
"Mengadili, memutuskan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan penjara," kata Hakim ketua Fitria.
Dengan putusan tersebut, keluarga korban langsung mengucap syukur. Orangtua korban dan juga beberapa anggota keluarga terlihat menyeka wajahnya untuk menghapus air mata yang menetes.
"Alhamdulillah," kata keluarga korban.
Vonis yang diberikan oleh hakim ketua lebih tinggi 1 tahun dari tuntutan di mana tuntutan sebelumnya terdakwa dipenjara 10 tahun penjara.
Atas putusan tersebut, hakim memberikan ruang untuk terdakwa untuk melakukan banding dengan waktu tujuh hari. Namun didalam persidangan, terdakwa langsung menyatakan akan pikir-pikir.
Menariknya, hingga putusan dibacakan terdakwa tidak mengakui jika dirinya pernah melakukan perbuatan cabul terhadap korban.
Namun demikian, sesuai dengan keterangan saksi-saksi, sebelum di amankan oleh polisi pelaku pernah masuk ke dalam kamar korban, bahkan saksi pernah diusir dalam ruangan sesaat sebelum korban dieksekusi oleh pelaku. Hal itulah yang membuat hakim menjatuhkan hukuman setinggi itu.
Terhadap putusan tersebut, Hanan orangtua korban menyebut jika dirinya sangat berterimakasih kepada majelis hakim yang telah memutuskan perkara ini.
Namun demikian dirinya belum puas atas putusan tersebut sebab jika mengacu pada pasal yang berlaku maka pelaku bisa dikenakan kurungan penjara selama 15 tahun.
"Kalau ditanya puas, belum puas, sebab maksimalnya 15 tahun. Tapi kami berterima kasih karena pelaku dihukum lebih tinggi daripada tuntutan," kata Hanan.
Katanya, apa yang dirasakan oleh pelaku tidak sebanding dengan apa yang dialami oleh anaknya karena anaknya dan keluarga akan menanggung malu seumur hidup.
"Sampai sekarang anak masih trauma," imbuhnya.
Puluhan orang warga Desa Sumber Agung Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi mendatangi kantor Pengadilan Sengeti. Selasa (4/7).
Puluhan orang ini datang untuk menyaksikan sidang putusan Abdul Aziz pimpinan pondok pesantren Miftahul Huda yang menjadi pelaku cabul terhadap santrinya pada akhir tahun lalu.
Yang datang memenuhi panggilan kali ini merupakan keluarga dari korban yang bernama Bunga (bukan nama sebenarnya).
Hanan, orangtua korban menyebut jika mereka sengaja datang ke Pengadilan untuk menyaksikan pembacaan putusan hakim terhadap pelaku.
"Ada sekitar 40 orang lebih keluarga yang datang hari ini," kata Hanan.
Hanan meminta pengadilan negeri Sengeti memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya dengan menerapkan undang-undang perlindungan anak.
"Kita minta hukum semaksimal mungkin, sesuai dengan pasa 82 tahun 2016 tentang perlindungan anak yaitu penjara 15 tahun," kata Hanan lagi.
Saat ini Sidang belum dimulai, namun keluarga sudah memadati ruang tunggu Pengadilan Sengeti.
Kasus pencabulan ini sudah terjadi pada 2022 lalu. Pelaku mencabul korban sejak tahun 2019 lalu. Saat itu umur korban 16 tahun.
Saat itu korban masih menjadi santri. Aksi pencabulan dilakukan berulangkali hingga korban lulus dari mondok (mengabdi).
Selama bertahun-tahun, korban bungkam karena belum berani melapor. Keluarga korban yang mendengar cerita Bunga langsung membuat laporan ke pihak kepolisian.
Setelah mendapatkan laporan, akhirnya Polres Muaro Jambi berhasil mengamankan pelaku. (*)
Baca juga: BREAKING NEWS Datangi PN Sengeti, Keluarga Minta Ustad Asusila di Muaro Jambi Dihukum 15 Tahun
Baca juga: Sempat Tertunda, Hari Ini PN Sengeti Putuskan Kasus Ustadz Asusila di Muaro Jambi
Baca juga: Kesal, Sebelum Vonis Hakim, Keluarga Korban Bogem Muka Ustadz Asusila di Muaro Jambi
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.