Pilpres 2024
Menakar Kemungkinan Anies Baswedan Gagal Dapat Tiket Capres 2024
Menakar kemungkinan Anies Baswedan gagal mendapatkan tiket capres di Pilpres 2024 mendatang.
Menakar kemungkinan Anies Baswedan gagal mendapatkan tiket capres di Pilpres 2024 mendatang.
Oleh: Dr Anwar Budiman SH MH
TRIBUNNEWS.COM - Devide et impera! Pecah dan kuasailah!
Apakah strategi imperialisme ala Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang sudah terbukti berhasil mengadu domba bangsa Indonesia di masa pemerintahan kolonial Belanda itu kini sedang coba diterapkan elite-elite politik di Tanah Air menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024?
Pertanyaan tersebut patut dilontarkan.
Pasalnya, ada partai-partai koalisi pengusung calon presiden yang mengalami gejala perpecahan internal.
Mereka adalah Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang mengusung Anies Baswedan sebagai capres untuk Pilpres 2024.
KPP terdiri atas Partai Nasdem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Entah siapa yang mengusung strategi "devide et impera" itu. Apakah pihak eksternal ataukah ada musuh dalam selimut.
Baca juga: Jelang AHY Bertemu Puan Maharani, Partai Demokrat: Doakan Agar Kami Istiqamah dan Imannya Makin Kuat
Baca juga: Update Soal Utang Negara ke Pengusaha Jalan Tol Jusuf Hamka, Mahfud MD Kembali Beri Penjelasan
Yang jelas, KPP mengalami gejala perpecahan internal. Jika perpecahan KPP benar-benar terjadi, maka Anies Baswedan terancam tidak beroleh tiket capres di Pilpres 2024.
Ya, berdasarkan Pasal 222 Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pasangan calon presiden-calon wakil presiden hanya bisa diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat sebagai berikut:
Pertama, memperoleh minimal 25 persen suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya; atau kedua, memperoleh minimal 20 persen dari total jumlah kursi DPR.
Adapun ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) tersebut sudah dipenuhi oleh tiga partai pengusung Anies Baswedan itu.
Berikut rincian perolehan suara Nasdem, Demokrat, dan PKS pada Pemilu 2019:
Nasdem: 9,05 %
Demokrat: 7,77 %
PKS: 8,21 %
Total: 25,03 %
Baca juga: Anies Baswedan Sudah Tentukan Pilihan Calon Wakil Presiden dan Disetujui Koalisi Perubahan, Siapa?
Berikut perolehan kursi Nasdem, Demokrat, dan PKS di DPR periode 2019-2024:
Nasdem: 10,26 %
Demokrat: 9,39 %
PKS: 8,70 %
Total: 28,35 %
Dengan demikian, jika koalisi dan dukungan dari ketiga partai itu tetap solid, Anies Baswedan dipastikan bisa masuk ke bursa capres Pilpres 2024.
Sebaliknya, jika satu partai saja hengkang dari koalisi maka Anies akan gagal mendapatkan tiket capres Pilpres 2024.
Dalam survei berbagai lembaga kredibel, di antara tiga calon presiden yang elektabilitasnya tinggi, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan, memang mantan Gubernur DKI Jakarta itu selalu berada di peringkat terbawah. Akan tetapi para politisi itu tentu sadar bahwa Anies tak bisa dipandang sebelah mata. Mengapa?
Pertama, terkait "track records" atau rekam jejaknya ketika memimpin Ibu Kota. Kedua, terkait kapasitas dan integritasnya.
Ketiga, terkait siklus politik lima atau sepuluh tahunan di Indonesia, di mana sosok presiden berikutnya yang dikehendaki rakyat adalah antitesis dari presiden yang akan digantikannya. Anies kini dikenal luas sebagai antitesis Presiden Jokowi.
Patut diduga ada dua cara elite-elite politik dalam mencoba men-"devide at impera" partai-partai pengusung Anies Baswedan.
Pertama, "intimidasi". Kedua, "iming-iming" atau godaan.
Dari serentetan peristiwa yang menimpa elite-elite Nasdem akhir-akhir ini, tampaknya dugaan "intimidasi" dari 'invisible hands" atau tangan-tangan tak kelihatan tak dapat dinafikan.
Adapun iming-iming-nya antara lain godaan kepada Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk menjadi cawapres bagi capres selain Anies. Padahal bisa saja itu cuma godaan belaka.
Baca juga: Siapa Bakal Cawapres Prabowo Subianto? Gerindra Sebut Cak Imin Jadi Juru Kunci
Iming-iming inilah yang tampaknya memicu ketidaksabaran elite-elite Demokrat yang kemudian mendesak agar cawapres bagi Anies segera diumumkan, disertai 'ancaman" akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan KPP.
Elite-elite Nasdem pun tak kalah garang.
Mereka mempersilakan jika Demokrat hendak hengkang dari KPP.
Saling Intai
Nasdem selaku deklarator Anies capres sudah menyerahkan penentuan cawapres ke mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Lalu mengapa Anies tak kunjung mengumumkan cawapresnya?
Ini terkait dengan strategi politik. Kata Sun Tzu (544-496 SM), strategi adalah senjata utama dalam perang.
Belanda masih jauh. Pendaftaran capres baru dibuka 19 Oktober mendatang.
Anies mungkin masih "wait and see", menunggu dan melihat siapa sosok cawapres yang akan mendampingi capres kubu sebelah. Ini penting untuk menakar kekuatan dan kelemahan lawan, sehingga cawapres yang akan dipilih pun yang bisa mengimbangi kekuatan lawan tersebut.
Dalam konteks yang sama, kubu sebelah pun tak kunjung mengumumkan siapa sosok cawapresnya, baik Prabowo Subianto ataupun Ganjar Pranowo.
Akhirnya kedua atau ketiga kubu itu dalam posisi saling mengintai kekuatan dan kelemahan kubu lawan. Mereka saling mengunci.
Inilah yang tampaknya kurang mendapat perhatian elite-elite partai itu sehingga mereka terlibat perselisihan internal dengan saling membuka front. Padahal, kalau terus-menerus terlibat pertikaian internal, KPP bisa pecah dan kemudian bubar.
Anies Baswedan pun terancam tak beroleh tiket capres di Pilpres 2024.
Pihak-pihak yang bertikai itu pun akan "sampyuh", istilah dalam bahasa Jawa yang artinya sama-sama mati.
Mereka ibarat "rebut balung tanpa isi" atau berebut tulang tanpa sumsum.
Sebab yang selama ini mereka perebutkan ternyata tidak ada isinya karena Anies Baswedan akhirnya tidak mendapatkan tiket capres Pilpres 2024.
Maka sia-sialah perjuangan mereka selama ini, terutama Anies Baswedan.
Kalau kemungkinan buruk ini benar-benar terjadi, yakni Anies Baswedan gagal mendapatkan tiket capres, lalu siapa yang harus bertanggung jawab?
Silakan timbang untung dan ruginya, manfaat dan mudaratnya.
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
*Dr Anwar Budiman SH MH: Pemerhati Politik/Dosen Ilmu Hukum Tata Negara Program Pascasarjana Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Saksi Kunci Kasus Korupsi Ketok Palu RAPBD Jambi 2017-2018 Tewas, 12 Eks DPRD Jambi Menunggu Ditahan
Baca juga: Akses Silon Terbatas, Bawaslu Tebo Sebut Jadi Kendala Pengawasan Administrasi Bacaleg
Baca juga: Usai Tolak Tawaran Chelsea untuk Dusan Vlahovic, Juventus Incar Arkadiusz Milik Lagi
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Menimbang Kemungkinan Anies Baswedan Gagal dapat Tiket Capres
Luhut Beri Pesan ke Prabowo Subianto: Jangan Bawa Orang Toxic ke Pemerintahan Anda, akan Merugikan |
![]() |
---|
Surya Paloh dan Prabowo Subianto Sepakat Kerja Sama: untuk Kepentingan Rakyat Indonesia |
![]() |
---|
Senyum Anies Baswedan Dikomentari Prabowo Subianto: Berat Sekali |
![]() |
---|
Prabowo Subianto Sambangi Kantor DPP PKB, Disambut Muhaimin Iskandar |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Gibran Rakabuming Raka yang Ditetapkan sebagai Wakil Presiden Terpilih |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.