Perkara Puskesmas Bungku
Elfie Yennie Serahkan Memori Banding, Arie Nobelta: Hakim Tidak Pertimbangkan Pledoi dalam Putusan
Mantan Kadis Kesehatan Batanghari, Elfie Yennie, menyerahkan memori banding, mempersoalkan vonis 3 tahun penjara untuknya
Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Mantan Kadis Kesehatan Batanghari, Elfie Yennie, menyerahkan memori banding, mempersoalkan vonis 3 tahun penjara untuknya, yang dijatuhkan majelis hakim Tipikor Jambi yang diketuai Yandri Roni SH MH.
Dalam dakwaan, jaksa penuntut umum (JPU) menyebutkan perbuatan terdakwa Elfie Yennie mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp 6,35 miliar karena pekerjaan terpasang bernilai nihil atas pembangunan Puskesmas di Bungku.
Sementara dalam tuntutan, JPU meminta majelis hakim menyatakan Elfie Yennie terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsidair.
Pada dakwaan subsidair, Elfie dijerat Pasal 3 Jo Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31 tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya dalam putusan, majelis hakim menyatakan terdakwa Elfie Yennie terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana di dakwakan dalam dakwaan subsidair, dan menjatuhkan pidana tiga tahun penjara.
Sidang Pidana Khusus ini dipimpin oleh Yandri Roni sebagai hakim ketua, Yofistian dan Bernard Panjaitan sebagai hakim anggota. Putusan dibacakan pada Senin (17/4/2023)
Penasihat Hukum Elfie Yennie, Arie Nobelta Kaban, mengungkapkan di dalam putusannya, majelis hakim tidak mempertimbangkan pledoi yang telah diajukan terdakwa.
"Pada kasus ini, penegak hukum menggunakan penghitungan kerugian negara dari hasil audit ahli dari ITB dan BPKP serta keterangan saksi. Kami sudah menyerahkan bukti laporan hasil pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dalam pleidoi, tapi itu tidak dipertimbangkan oleh hakim," ungkap Arie kepada Tribun, di Kota Jambi, Selasa (2/5/2023).
Dia menyebut, BPK lebih berwenang menentukan nilai kerugian dari sebuah proyek dibandingkan ahli dan BPKP.
Apalagi akademisi ITB yang dijadikan ahli itu, ungkapnya, tidak memiliki sertifikasi keahliannya dalam menentukan nilai kerugian sebuah proyek.
Pada laporan hasil pemeriksaan BPK atas pembangunan Puskesmas di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Tahun Anggaran 2020 itu, nilai lebih pembayaran bukanlah seperti yang disampaikan dalam vonis hakim.
"Pada temuan BPK, terjadi kelebihan bayar kepada kontraktor sekitar Rp 260 juta. Itu sudah diselesaikan, sudah disetorkan ke kas negara. Jadi tak ada lagi yang namanya kerugian negara," ungkapnya.
Dia menyebut, penyetoran atas nilai kelebihan bayar itu dilakukan oleh kontraktor yakni PT Mulia Permai Laksono, sebelum kasus ini naik ke penyidikan.
"Setelah keluar hasil pemeriksaan BPK, sudah disetorkan sebelum jatuh tempo. Jadi ini sebenarnya masuk ke ranah administrasi, bukan ranah pidana," terangnya.
Dia juga mempersoalkan telah gugurnya dakwaan primair. Puskesmas yang dibangun awalnya disebut gagal bangun.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.