Orang Rimba

Film Dokumenter Pulang Rimba Diputar di Unja, Kisah Suku Anak Dalam Meraih Gelar Sarjana

Film dokumenter yang berjudul Pulang Rimba, garapan Kreasi Prasasti Perdamaian, diputar di Universitas Jambi, Senin (6/3/2023).

|
Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI/SUANG SITANGGANG
Suasana saat diskusi tentang Suku Anak Dalam, usai pemutaran film dokumenter Pulang Rimba, di Kampus Unja Mendalo, Senin (6/3/2023) 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Film dokumenter yang berjudul Pulang Rimba, garapan Kreasi Prasasti Perdamaian, diputar di Universitas Jambi, Senin (6/3/2023). Film berdurasi 15 menit ini mengangkat kisah nyata perjuangan Pauzan untuk meraih gelar sarjana.

Pauzan merupakan pemuda yang berasal dari Suku Anak Dalam (SAD) Komunitas Orang Rimba. Dia sedang dalam tahap menyelesaikan pendidikan tinggi untuk meraih gelar sarjana Terapan Pertanian dari Polbangtan Bogor.

Dia sempat putus sekolah saat SMP. Niatnya lanjutkan pendidikan sempat dihentikannya, karena sejumlah teman sebayanya saat itu juga sudah banyak yang tidak sekolah, bahkan telah menikah.

Namun orang tua Pauzan marah, memaksa pemuda itu untuk terus melanjutkan pendidikannya. Terutama ibu Pauzan, ingin anaknya bisa dapat penghidupan yang lebih baik di masa depan.

Komunitas Orang Rimba kini menyadari, hidup mengandalkan hasil berburu dan meramu, seperti yang dilakoni mayoritas Orang Rimba selama ini, sudah sangat sulit diharapkan. Hutan sudah hancur.

Cuplikan Film Dokumenter Pulang Rimba, saat ditayangkan di Kampus Unja, Mendalo, Senin (6/3/2023)
Cuplikan Film Dokumenter Pulang Rimba, saat ditayangkan di Kampus Unja, Mendalo, Senin (6/3/2023) (TRIBUNJAMBI/SUANG SITANGGANG)

Pada sesi diskusi, Sutradara Film Pulang Rimba, Rahmat Triguna, menyebut mereka terinspirasi untuk pembuatan dokumenter ini dari karena melihat keteguhan Pauzan mengubah nasib golongannya.

"Selama ini kan belum ada dari Suku Anak Dalam (Orang Rimba) yang jadi sarjana. Kami melihat sosok Fauzan ini, dan mengangkat kisahnya," ungkapnya, di Aula Rektorat Unja Lantai III.

Dia mengatakan, sengaja membuat durasi film ini hanya 15 menit. "Kami buat pendek, dengan harapan film ini untuk pemantik diskusi. Kami membuat film berangkat dari empati,” terangnya.

Pada pembuatan film ini, didahului dengan riset selama tiga bulan. Lalu produksi dimulai pada September 2022, dan selesai digarap pada Januari 2023. Selain di Jambi, film ini juga telah diputar di Bungo dan Yogyakarta.

Kegiatan pemutaran film ini didukung Universitas Jambi dan Pundi Sumatera. CEO Pundi Sumatera, Dewi Yunita Widiarti, pada diskusi di kampus ini mengungkapkan, ada banyak persoalan yang dihadapi Orang Rimba saat ini. Salah satunya dalam mendapat pendidikan.

"Terutama untuk perempuan, belum seberuntung kaum laki-laki. Di kalangan Suku Anak Dalam, jumlah perempuan yang sekolah jauh lebih sedikit dibanding laki-laki. Baru satu yang bisa kuliah, yaitu Juliana," ungkap Dewi.

Dia menyebut, butuh kerja sama semua pihak untuk membantu agar Suku Anak Dalam bisa hidup lebih baik dari yang dijalani saat ini.

"Kami melihat pendidikan menjadi salah satu jalan yang penting yang butuh dukugan. Anak-anak harus sekolah. Generasi muda mereka yang diharapkan bisa memberi perubahan besar nantinya," ucap Dewi. Pundi Sumatera adalah satu di antara NGO yang melakukan pendampingi kepada SAD Orang Rimba.

Pada kesempatan yang sama, Fuad Muchlis, Wakil Dekan Fakultas Pertanian, yang juga hadir sebagai pemantik diskusi di acara ini, juga mengungkapkan bahwa Suku Anak Dalam menghadapi problem yang semakin kompleks.

Dia menyebut bahwa diskriminasi hingga kini masih kerap terjadi pada kelompok marginal ini. Misalnya lewat penyebutan suku kubu, yang memiliki makna yang konotatif.

"Mereka harus dibantu untuk bisa hidup lebih baik. Negara agar tidak menganggap Suku Anak Dalam ini sebagai beban, tapi tanggung jawab untuk melindungi warga negara," ungkap Fuad.

Unja, ucapnya, telah melakukan sejumlah kegiatan pemberdayaan di komunitas Orang Rimba melalui Tridharma Perguruan Tinggi. Ada sejumlah pelatihan yang pernah dilakukan, dengan harapan bisa menjadi bekal bagi SAD dalam menambah penghasilan.

Dulu Dilarang Kini Didukung

Dorongan pada anak-anak Suku Anak Dalam dari Komunitas Orang Rimba untuk sekolah, belakangan semakin besar. Pada awal dunia pendidikan nonformal diperkenalkan, berupa sekolah alam, banyak orang tua yang melarang.

Masa telah berubah. Kini orang tua sudah mendukung anak-anaknya agar sekolah tinggi, terlebih untuk laki-laki. Bahkan pendidikan formal pun sudah mulai dijalani, dan kini beberapa orang duduk di perguruan tinggi.

Nurbaiti, Suku Anak Dalam (SAD) Kelompok Orang Rimba, yang sudah sepuh.
Nurbaiti, Suku Anak Dalam (SAD) Kelompok Orang Rimba, yang sudah sepuh. (TRIBUNJAMBI/SUANG SITANGGANG)

Nurbaiti adalah satu di antara Orang Rimba yang dulunya menolak keterlibatan keturunan mereka ke dunia pendidikan. Kepada Tribun dia mengatakan, saat itu mereka khawatir generasi muda mereka akan terpisah jauh bila menjalani dunia pendidikan.

"Sebenarnya secara adat tidak ada larangan. Tapi dulu kami takut anak-anak pergi jauh meninggalkan kami, dan tak pulang lagi," kata Nurbaiti, Senin (6/4/2023).

Dia dulunya tinggal di dalam hutan. Saat itu namanya adalah Subu. Kini mereka telah menetap di sebuah dusun di Bungo. Nama baru diberikan oleh imam masjid di sana kepadanya, Nurbaiti.

Saat ini, ucap Nurbaiti, dia termasuk orang yang ikut mendorong anak-anak mereka melanjutkan pendidikan. "Kalau tidak pintar, mereka tidak akan bisa bekerja nantinya, tidak bisa dapat makan lagi," ungkapnya.

Dia menjelaskan, dulunya komunitas Orang Rimba bekerja hanya dari hasil berburu dari mengambil hasil hutan seperti rotan, buah, dan yang lainnya. Namun itu tak bisa lagi dilakukan sekarang.

"Isi hutan sudah tidak ada lagi. Susah cari hasil di dalam hutan sejak bayak yang berubah menjadi kebun sawit," ucap perempuan yang mengaku telah berusia 80 tahun itu.

Kini, tambahnya, banyak Orang Rimba yang hanya mengandalkan hasil dari sumbangan untuk kehidupan sehari-hari. Mereka tidak punya kebun yang memadai untuk mencukupi kebutuhan hidup.

"Kalau kami ambil brondolan, malah dituduh mencuri. Susah kami sekarang," terangnya.

Mengubah Nasib

Beberapa waktu lalu, Tribun melakukan wawancara dengan Mijak Tampung, pemuda dari SAD Orang Rimba yang juga sedang kuliah. Dia bahkan akan menjadi sarjana dalam beberapa bulan ke depan.

Mijak saat ini dalam proses menyusun skripsi. Dia mengatakan saat ini kehidupan Orang Rimba memang sedang memprihatinkan.

"Tanah nenek moyang kami sudah sangat banyak yang dikuasai masyarakat dan perusahaan," ungkapnya. Dia menyebut semakin tahun keberadaan mereka semakin terdesak.

Mijak menyebut hasil hutan sudah sulit didapatkan, baik binatang maupun buah, rotan, dan damar. Belum lagi akses infrastruktur yang tidak memadai, yang membuat mereka kesulitan membawa hasil yang didapat dari hutan.

"Kalau sekarang ada hasil hutan seperti jengkol yang bisa dijual. Tapi kami sulit untuk mengeluarkannya. Jalan tidak ada," ungkapnya. Kondisi itu membuat mereka hanya bisa membawa sedikit untuk bisa dijual demi menyambung hidup.

Mijak Tampung, warga Komunitas Orang Rimba Jambi.
Mijak Tampung, warga Komunitas Orang Rimba Jambi. (TRIBUNJAMBI/SUANG SITANGGANG)

Persoalan itu, ungkapnya, sudah disampaikannya langsung kepada Gubernur Jambi, saat pertemuan Februari lalu. Dia berharap agar perhatian untuk Orang Rimba ditingkatkan.

"Jangan perhatian hanya sumbangan seperti beras. Itu hanya untuk sementara. Kalau sudah habis mereka mengemis. Bantuan yang kami harapkan adalah yang bisa membuat kami Orang Rimba tetap memiliki hutan yang bagus," ungkap Mijak.

Dia bilang, kehidupan Orang Rimba sangat sulit dilepaskan dari hutan. Sebab menyangkut dengan harta benda mereka yang juga ada di sana.

Saat ini Mijak Tampung kuliah ilmu hukum. Dia berharap nantinya bisa mengabdikan pengetahuan yang diperoleh untuk membantu mengubah nasib kaumnya, supaya berdaulat dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari saat ini. (*)

Baca juga: Jalan Terjal Juliana Memperjuangkan Kesetaraan Gender Orang Rimba

Baca juga: Orang Rimba Protes Perusahaan Sawit Mulai Beroperasi Tanpa Koordinasi

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved