Sidang Ferdy Sambo
Jaksa Tegaskan Ferdy Sambo Rencanakan Pembunuhan Brigadir J: Jelas dan Nyata, Merupakan Fakta Hukum
Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menegaskan bahwa mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo merencakan pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menegaskan bahwa mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo merencakan pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Penegasan itu disampaikan pada sidang lanjutan dengan agenda duplik atau tanggapan atas jawaban pada Nota Pembelaan atau pledoi terdakwa.
Pada pembelaannya, suami Putri Candrawati itu menolak kesimpulan JPU yang menyebutkan dirinya melakukan perencanaan pembunuhan.
Namun jaksa berkeyakinan bahwa Ferdy Sambo melakukan persiapan untuk mengeksekusi ajudannya di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.
Perencanaan itu disimpulkan jaksa dimulai sejak terdakwa berada di Rumah Saguling.
"Jelas-jelas dan nyata yang sudah tidak dapat terbantahkan lagi, dan merupakan fakta hukum."
"Terdakwa Ferdy Sambo melakukan persiapan perencanaan sejak di rumah Saguling 3 hingga pelaksanaan eksekusi di rumah Duren Tiga 46," kata Jaksa.
Baca juga: Jaksa Pembaca Tuntutan Richard Eliezer Disindir Senior Karena Tahan Tangis: Nggak Biasa
Jaksa menuturkan, keterangan tersebut diperoleh dari terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E.
Jaksa juga menyebut, pernyataan Ferdy Sambo akan bertanggung jawab atas tewasnya Brigadir J sebagai pengakuan tersirat dirinya terlibat pembunuhan.
"Terdakwa Ferdy Sambo kerap sekali menggunakan keterangan akan bertanggung jawab akan peristiwa tersebut."
"Hal ini merupakan pengakuan tersirat maupun tersurat yang juga diyakini oleh penasihat hukum akan tetapi penasihat hukum hanya mengalihkan," tutur Jaksa Jumat (27/1/2023) dikutip tribunnews dari youTube KompasTv.
Jaksa pun menilai nota pembelaan atau pleidoi dari kubu terdakwa Ferdy Sambo tidak memiliki dasar yuridis yang kuat.
"Uraian pledoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," kata jaksa.
Berdasarkan semua uraian tersebut, JPU meminta hakim menolak seluruh pleidoi yang disampaikan Ferdy Sambo.
"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penuntut umum memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menolak seluruh pleidoi dari tim penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo," ucap jaksa.
JPU juga meminta majelis hakim memutuskan perkara terhadap terdakwa Ferdy Sambo sesuai amar tuntutan.
Adapun dalam tuntutan, jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana seumur hidup.
"Menjatuhkan putusan sebagaimana diktum penuntut umum yang telah dibacakan pada hari Selasa 17 januari 2023," tutur jaksa.
JPU Sebut Pleidoi Kuasa Hukum Sambo Tak Profesional
Dalam replik atau jawaban dari pleidoi, JPU menyebut, pengacara terdakwa Ferdy Sambo tidak profesional.
JPU mengatakan, logika berpikir pengacara terdakwa Ferdy Sambo terkalahkan oleh ambisinya.
Pihak terdakwa Ferdy Sambo, kata JPU berusaha untuk melupakan fakta hukum yang sudah secara jelas berada di persidangan.
Baca juga: Terseret Kasus Ferdy Sambo Cs, Berikut Jadwal Sidang Nota Pembelaan Terdakwa Obstruction of Justice
"Pengacara hukum Ferdy Sambo benar-benar tidak profesional, tidak berpikir konstruktif."
"Logika berpikirnya terkalahkan oleh ambisinya yang berusaha untuk mengaburkan fakta hukum yang sudah terang benderang di hadapan persidangan," ucap jaksa.
JPU dalam hal ini kembali menyinggung mengenai pengakuan Ferdy Sambo yang mengatakan tidak memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir Yosua.
Pihak Ferdy Sambo bersikeras mengatakan perintah yang diberikan kepada Bharada E adalah 'Hajar Chad'.
Sementara dari pengakuan Bharada E, Ferdy Sambo memerintahkan untuk melakukan penembakan.
"Jelas dan nyata-nyata saksi Richard Eliezer tegas jelas dan tidak diliputi dengan kebohongan menyampaikan bahwa terdakwa Ferdy Sambo mengatakan 'Hajar Chad'."
"Bahasa terdakwa Ferdy Sambo dan oleh saksi Richard Eliezer dengan bahasa 'Woi, kau tembak, kau tembak cepat, cepat woi kau tembak', kemudian saksi Richard Eliezer menembak korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat dengan menggunakan senjata api jenis Glock 17 hingga terjatuh," ucap jaksa.
Anak Buah Ferdy Sambo Ajukan Pembelaan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar sidang lanjutan perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice untuk enam terdakwa.
Enam orang itu merupakan mantan anak buah Ferdy Sambo tersebut diagendakan pembacaan Nota Pembelaan atau pledoi dari masing-masing terdakwa.
Para terdakwa tersebut yakni Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rahman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo dan Irfan Widyanto.
Agenda sidang untuk enam terdakwa itu dibenarkan Djuyamto selaku pejabar humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Pembelaan dari terdakwa melalui penasihat hukumnya," kata Djuyamto, Minggu (29/1/2023).
Sidang terhadap keenam terdakwa dibagi menjadi dua Majelis Hakim.
Dalam perkara terdakwa Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, dan Arif Rahman Arifin, sidang dipimpin oleh Ahmad Suhel sebagai Hakim Ketua.
Kemudian ada pula dua Hakim Anggota, yaitu Hendra Yuristiawan dan Djuyamto.
Sementara dalam perkara terdakwa Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Irfan Widyanto, sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Afrizal Hadi.
Kemudian duduk sebagai Hakim Anggotanya yaitu Raden Adi Muladi dan Muhammad Ramdes.
Sebelumnya, tuntutan terhadap para terdakwa dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (27/1/2023).
Baca juga: Farhat Abbas Minta Keluarga Brigadir Yosua Memaafkan Ferdy Sambo: Kan Anaknya Selingkuh!
Mereka telah dituntut hukuman penjara dengan durasi yang berbeda.
Untuk Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria memperoleh tuntutan tertinggi dari yang lainnya, yaitu tiga tahun penjara.
Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara.
Adapun Arif Rahman Arifin dan Irfan Widyanto telah dituntut dengan pidana penjara terendah di antara para terdakwa OOJ, yaitu satu tahun penjara.
Tuntutan penjara itu belum termasuk pengurangan masa penahanan yang telah dijalani mereka sebagai tersangka.
"Menjatuhkan kepada terdakwa dengan pidana penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan," kata jaksa dalam persidangan, Jumat (27/1/2023).
Tak hanya hukuman penjara, para terdakwa OOJ juga dituntut untuk membayar denda puluhan juta rupiah.
Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria merupakan terdakwa yang dituntut membayar denda tertinggi, sebesar Rp 20 juta.
Sementara empat lainnya dituntut membayar denda Rp 10 juta.
Kemudian para terdakwa juga dituntut membayar biaya administrasi perkara sebesar Rp 5 ribu.
Dalam tuntutannya, tim JPU menyebut bahwa para terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang menybabkan terganggunya sistem elektronik.
Oleh sebab itu, JPU memohon agar Majelis Hakim menetapkan bahwa para terdakwa bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut agar supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik," ujar jaksa penuntut umum.
JPU pun telah menuntut para terdakwa berdasarkan dakwaan primair, yaitu Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yosua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Simak berita Tribunjambi.com lainnya di Google News
Baca juga: Apakah Partai Ummat Akan Rebut Konstituen Partai PAN, Ini Kata DPW Ummat Jambi
Baca juga: 53 Peserta Bakal Ikuti Tes CAT PPPK Teknis di Kabupaten Batanghari
Baca juga: Suku Bangsa Indonesia, Kunci Jawaban SD Materi Kelas 4 Tema 7 Halaman 2
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
jaksa
Ferdy Sambo
pembunuhan berencana
Brigadir Yosua
pembunuhan
Kadiv Propam
Duren Tiga
Brigadir J
Putri Candrawati
Tribunjambi.com
Jaksa Pembaca Tuntutan Richard Eliezer Disindir Senior Karena Tahan Tangis: Nggak Biasa |
![]() |
---|
Terseret Kasus Ferdy Sambo Cs, Berikut Jadwal Sidang Nota Pembelaan Terdakwa Obstruction of Justice |
![]() |
---|
Berikut Jadwal Sidang Jelang Babak Akhir Kasus Ferdy Sambo Cs, Terdakwa Duplik Atas Replik Jaksa |
![]() |
---|
Melihat Peluang Ferdy Sambo Divonis Hukuman Sesuai Tuntutan, Seumur Hidup Penjara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.