DPRD Provinsi Jambi
Kiprah DPRD Provinsi Jambi Menuju 'Jambi Mantap 2024' Lewat Merdekakan SAD 113 dari Konflik Lahan
Peran Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto tidak terlepas dari terselesainya kasus konflik lahan tersebut. Komitmen Edi Purwanto yang kuat dalam...
Penulis: Samsul Bahri | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
Laporan Wartawan Tribun Jambi
Samsul Bahri, TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI-
Suku Anak Dalam (SAD) 113 akhirnya mendapatkan sertifikat tanah yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo Kamis (1/12) lalu. Penyerahan sertifikat tanah dilakukan Se-Indonesia, dan SAD 113 masuk dalam bagian dalam penyerahan sertifikat tersebut secara virtual.
Untuk mendapatkan sertifikat tanah tersebut tidaklah mudah, butuh perjuangan hampir 37 tahun lamanya hingga pada akhirnya masyarakat SAD 113 mendapatkan hak tanah. Penyerahan sertifikat tanah tersebut diberikan setelah kasus konflik lahan yang terjadi terselesaikan dengan cara baik.
Peran Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto tidak terlepas dari terselesainya kasus konflik lahan tersebut. Komitmen Edi Purwanto yang kuat dalam mengawal penyelesaian ini, karena butuh waktu berbulan-bulan lamanya sehingga konflik lahan ini diselesaikan melalui musyawarah pihak-pihak yang terlibat, utamanya pihak PT Berkah Sawit Utama (BSU). Penyelesaian ini diawali dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) konflik lahan DPRD Provinsi Jambi yang melibatkan sejumlah anggota DPRD Provinsi Jambi.
“Awalnya kita membentuk pansus konflik lahan dan ada laporan konflik lahan masuk ke pansus dan setidaknya ada 21 konflik lahan yang dilakukan upaya penyelesaian dan salah satunya konflik lahan SAD 113 dengan PT BSU yang persoalannya sudah berlarut-larut,”ujarnya.
Disisi lain, diungkapkan oleh Edi Purwanto bahwa pembentukan pansus ini pun tidak luput dari rasa pesimis berbagai pihak. Apalagi pansus konflik lahan ini merupakan pansus konflik lahan yang pertama di Indonesia, tentu kata Edi Purwanto ini menjadi bagian dari pembuktiannya dalam berkomitmen untuk fokus dalam penyelesaian konflik lahan yang ada di Provinsi Jambi.
“Masyarakat yang selama ini apatis terhadap pansus konflik lahan dprd provinsi jambi. Apalagi ini merupakan pansus itu pertama di indonesia. Sehingga muncul keraguan terhadap kerja-kerja pansus konflik lahan ini,”katanya.
Sementara itu, dorongan dari pembentukan pansus konflik lahan ini kata Edi Purwanto adalah upaya untuk menurunkan posisi persoalan agraria di Provinsi Jambi. Edi Purwanto mengungkapkan bahwa Provinsi Jambi berada pada peringkat kedua persoalan agraria se Indonesia. Persoalan tersebut adalah persoalan lama yang tidak terselesaikan.
“Ini bagian dari tugas saya sebagai ketua dprd jambi, tugas pemerintah, tugas kita semua agar konflik-konflik lahan yang banyak merugikan masyarakat kita untuk selesai dengan baik, dan saya yakin dan percaya melalui pansus ini, konflik lahan bisa terurai persoalan dan rekomendasi penyelesaiannya,”katanya.
Lebih lanjut disampaikan oleh Edi Purwanto bahwa fokus pada Suku Anak Dalam (SAD) 113 juga bagian dari mengejawantahkan komitmen Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang serius untuk memperjuangkan hak-hak dari suku anak dalam Jambi khususnya. Edi Purwanto mengungkapkan bahwa pada kunjungan Joko Widodo ke Provinsi Jambi, bertemu dengan SAD juga adalah bagian utama dari kunjungan Joko Widodo.
“SAD menjadi perhatian khusus bagi pak presiden, Joko Widodo. Kita ingat 2015 lalu presiden datang ke jambi langsung meninjau SAD dan berkomitmen untuk memperhatikan nasib SAD dan kami DPRD Provinsi Jambi memiliki semangat yang sama,”terangnya.
Sementara itu, dalam proses mengurai benang kusut dari konflik SAD 113 dengan PT BSU ini juga tidak mudah. Hampir delapan bulan pansus bekerja hingga menghasilkan rekomendasi, diakui oleh Edi Purwanto ini juga tidak selesai begitu saja.
“Ini juga tidak mudah ketika kita memanggil pihak-pihak untuk mendengarkan seperti apa duduk perkara konflik lahan yang terjadi hampir 37 tahun ini. Awalnya pansus ini kita buat selama enam bulan, namun karena belum cukup akhirnya kita tambah dua bulan,”terangnya.
Bahkan untuk memastikan persoalan konflik lahan ini, dirinya bersama dengan Danrem 045/ Gapu, Brigjen TNI Supriono, pihak kepolisian, ATR BPN dan pihak terkait lainnya turun ke lokasi konflik lahan melakukan pemasangan patok. Setelah itu juga dilakukan beberapa kali rapat di ATR/BPN namun tidak mendapatkan keputusan dari permasalahan tersebut.