Sidang Ferdy Sambo
Mahrus Ali Jadi Ahli Menguntungkan Ferdy Sambo, Hakim Mendengar Tanpa Bertanya
Mahrus Ali, yang merupakan dosen di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia itu memberikan keterangan di ruang sidang selama 1 jam 40 menit.
Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
"Dalam pidana namanya circumtenses jadi keadaan yang menyertai, mengapa pelaku memutuskan kehendak. Kemudian dalam rangkaian peristiwa apa yang mengindikasikan ada jeda dari pelaku dan selama jeda dia masih berpikir secara tenang,"
Seperti diketahui kedua kubu baik dari Jaksa Penuntut Umum maupun kubu terdakwa sama-sama punya hak untuk menghadirkan ahli persidangan. Keterangan ahli digunakan sebagai pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara.
Persoalkan Justice Collaborator
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mahrus Ali, menganggap LPSK telah membuat keputusan keliru karena menetapkan Richard Eliezer alias Bharada E sebagai justice collaborator (JC).
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menetapkan Bharada E sebagai JC pada pertengahan Agustus 2022 lalu, setelah dia mau bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat di Duren Tiga 46.
Justice Collaborator adalah sebutan untuk pelaku kejahatan yang bekerjasama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum demi terangnya sebuah peristiwa tindak pidana.
Pada Sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2022), Mahrus Ali dihadirkan sebagai ahli oleh pihak terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawati.
Pernyataannya soal tidak tepatnya penetapan JC dalam kasus pembunuhan ini diungkap saat menjawab pertanyaan dari Febri Diansyah, Penasihat Hukum Putri Candrawati.
"Saudara ahli sampaikan, pengaturan Justice Collaborator sebenarnya untuk kejahatan luar biasa. Nah pertanyaan sederhananya, apakah klausul Justice collaborator ini bisa digunakan untuk pasal 340 atau pasal 338 (pembunuhan)?" tanya Febri.
Mahrus menjawab, bahwa dalam aturan dijelaskan yang bisa menjadi JC adalah untuk jenis tidak pidana tertentu.
"Cuma di situ ada klausul yang umum lagi, termasuk kejahatan-kejahatan lain yang ada potensi serangan, dan itu harus berdasarkan keputusan," ungkapnya.
Tentang JC sudah diatur dalam pasal 28 UU 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Apabila dalam kasus pembunuhan Brigadir J tidak ada potensi serangan, kata dia, maka tidak perlu ada justice collaborator.
"Harus ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan. Dalam konteks ini, maka sepanjang tidak ada keputusan, ikuti jenis tindak pidana yang ada di situ (UU 31/2014). Pembunuhan tidak ada di situ," ungkapnya
Hakim Tak Terikat Keterangan Ahli
JPU sudah menghadirkan sejumlah ahli pada sidang tersebut, mulai dari ahli balistik, digital forensik, dan yang lainnya.
Pada sidang Rabu (21/12/2022), JPU menghadirkan dua ahli pidana dan satu ahli psikologi forensik.