Editorial
PETI yang Kian Masif
Penambangan emas tanpa izin alias PETI masalah klasik di Provinsi Jambi yang tak kunjung terselesaikan.Tengok saja data yang dipapar oleh KKI Warsi
Penambangan emas tanpa izin alias PETI masalah klasik di Provinsi Jambi yang tak kunjung terselesaikan. Emas dikeruk dari tanah Jambi, sementara kerusakan yang ditimbulkan seakan menjadi bom waktu untuk menjadi bencana ekologi.
Kerusakan atau bencana itu sesungguhnya sudah terjadi saat ini. Bahkan aktivitas PETI menelan korban jiwa pelakunya.
Dan, tahun berganti, berbagai upaya penanganan PETI dilakukan tapi PETI tetap "lestari". Betapa tidak? Begitu masif lahan, hutan, sungai yang rusak akibat PETI.
Tengok saja data yang dipapar oleh KKI Warsi saat menyampaikan catatan akhir tahun, Selasa (20/12).
Berdasarkan analisis citra sentinel 2 unit GIS KKI Warsi pada November 2022, dipetakan bukaan alur sempadan sungai hasil penambangan emas ilegal tersebut mencapai 45.896 hektare.
Data itu naik sebesar 3.535 hektare atau naik 8 persen dari tahun sebelumnya.
Tahun-tahun sebelumnya, Tribun juga membeber catatan akhir tahun KKI Warsi terkait PETI. Pada tahun 2020, luas wilayah terdampak PETI di Provinsi Jambi meningkat sekitar 5.725 hektare.
Pada 2019 luasnya sekitar 33.832 hektare dan di 2020 menjadi 39.557 hektare. Lahan beralih fungsi. Mulai dari sawah hingga hutan yang harusnya tak dijamah.
Kini dari peta sebaran penambangan emas ilegal di Provinsi Jambi yang ditampilkan KKI Warsi, aktivitas ilegal itu semakin masuk ke dalam kawasan hutan dan makin banyak hadir di lahan masyarakat. Tak hanya itu, aktivitas penambangan emas ilegal pada kawasan hutan terpantau berada di dalam kawasan konservasi.
Baca juga: Warsi Ungkap PETI di Provinsi Jambi Naik 8 Persen, Minta Pemerintah Tindak Tegas
Tidakkah ini membuat kita khawatir? Tentu ini bukan sebatas angka-angka di atas kertas. Kita tidak menutup mata bahwa pemerintah daerah, aparat penegak hukum sudah melakukan berbagai upaya. Mulai dari persuasif hingga penegakan hukum.
Walakin, PETI tetap saja ada dan lingkungan kita terus rusak. Wacana pertambangan rakyat pun hingga kini belum menemui titik terang.
Pendekatan kearifan masyarakat lokal, perlu dilakukan. Contohnya lubuk larangan yang melarang siapapun mengambil ikan di tempat yang telah ditentukan, kecuali pada saat panen bersama.
Pendekatan kearifan lokal kiranya perlu dilakukan.
Baca juga: KKI Warsi Sebut Lahan yang Bertutupan Hutan Baik, Dikeluarkan dari Areal Pencadangan Food Estate
Bagaimana pemerintah membangun kesadaran bersama masyarakat bahwa PETI adalah musuh bersama. Seiring dengan itu bagaimana pemerintah bisa memberikan alternatif penghidupan.
Sebab, motif ekonomi kerap menjadi kambing hitam para gurandil alias penambang emas ilegal. Semoga PETI benar-benar menjadi perhatian serius para pemangku kebijakan. (*)