Sidang Ferdy Sambo
Usai Tembak Brigadir Yosua, Ferdy Sambo Panik dan Perintahkan Bharada E Jalankan Skenario
Mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo mengaku sempat panik saat mengetahui Brugadir Yosua Hutabarat sudah tidak bernyawa setelah ditembak.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Heri Prihartono
TRIBUNJAMBI.COM - Mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo mengaku sempat panik saat mengetahui Brigadir Yosua Hutabarat sudah tidak bernyawa setelah ditembak.
Sambo yang panik tersebut pun langsung memerintahkan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E untuk menjalankan skenarionya.
Pengakuan itu disampaikan suami Putri Candrawati saat menjadi saksi untuk Irfan Widyanto, terdakwa obstruction of justice di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022) lalu.
Sidang tersebut tidak hanya menghadirkan Sambo sebagai saksi, ada juga Brigjen Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, dan Arif Rahman Arifin.
Dalam sidang tersebut Ferdy Sambo mengaku sempat panik saat mengetahui Brigadir Yosua sudah tewas setelah ditembak.
Mantan Kadiv Propam yang panik itu kemudian meminta driver pribadinya untuk memanggil ambulans.
“Setelah terjadi peristiwa penembakan (Brigadir Yosua) itu saya kemudian menembak ke dinding kemudian waktu itu masih panik Yang Mulia, saya kemudian sempat memerintahkan driver untuk memanggil ambulance,” ujar Ferdy Sambo.
Setelah itu, Ferdy Sambo masuk ke dalam rumah untuk menjemput Putri Candrawati agar segera meninggalkan rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Sebelum meninggalkan rumah di Duren Tiga, Ferdy Sambo sempat berpesan kepada Bharada E untuk menjalankan skenario yang telah dirancangnya.
Baca juga: Ferdy Sambo Akui Bharada E Tak Pernah Salah Jalankan Perintah
Dalam kesaksiannya, Ferdy Sambo secara singkat meminta Bharada E untuk memberi keterangan jika tragedi yang terjadi merupakan peristiwa tembak menembak.
“Saya sampaikan ke Richard yang tadi saya sampaikan ke Yang Mulia bahwa ‘saya akan bertanggung jawab tapi kamu harus menceritakan bahwa ini peristiwa tembak menembak dimana ada teriakan ibu kemudian kamu merespons dari atas, Yosua menembak duluan, kamu balas menembak,” ujar Ferdy Sambo.
Kemudian Sambo mengaku menghubungi Brigjen Benny Ali yang saat itu menjabat sebagai Karo Provos Propam Polri.
Sambo meminta Benny segera datang ke rumahnya dengan alasan ada tembak menembak yang terjadi.
“Saya kemudian menelpon Karo Provos Yang Mulia, karena cerita yang tidak benar itu kan saya buat tembak menembak antar anggota,”
“Saya hubungilah Karo Provos ‘bang, abang tolong ke rumah saya, ada peristiwa tembak menambak,” kata Sambo dikutip tribunnews dari YouTube KompasTV, Sabtu (17/12/2022).
Setelah itu, Ferdy Sambo juga menghubungi Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat Karopaminal Propam Polri dengan pangkat Brigjen.
Baca juga: Prediksi Skor AsianBookie Dan Lima Duel Kunci Argentina Vs Prancis di Final Piala Dunia 2022
Dia juga meminta Hendra datang ke rumahnya karena ada peristiwa tembak menembak.
“Karena ini menyangkut anggota Polri, saya menghubungi Karopaminal ‘dek kamu tolong ke Duren Tiga, ini ada ajudan tembak menembak,” sambungnya.
Tidak berhenti sampai di situ saja, Sambo juga mengaku menghubungi Kasubdit III Dittipidum Bareskrim Polri yang saat itu dijabat AKBP Ari Cahya (Acay).
Sambo mengatakan dia awalnya menelepon atasan Acay, Kombes John, untuk datang ke rumahnya.
Namun lantaran saat itu John sedang berada di Medan maka Acaylah yang datang ke rumah Ferdy Sambo.
“Karena Kombes John ini ada di Medan, dia sampaikan ‘Ari Cahya ada standby’ kemudian saya menghubungi Ari Cahya untuk datang ke TKP,” lanjutnya.
Kemudian Sambo berpikir cepat agar tragedy itu segera dilakukan oleh TKP.
Irfan Widyanto Ingin Marah ke Ferdy Sambo
Irfan Widyanto, terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan Brigadir Yosua Hutabrat ingin marah ke Ferdy Sambo.
Rasa kekecewaan AKP Irfan itu disampaikan saat mantan Kadiv Propam itu menjadi saksi utuknya pada sidang yang berlangsung pada Jumat (16/12/2022).
Sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan suami Putri Candrawati yang juga terdakwa dalam perkara tersebut sebagai saksi.
Selain Sambo, tiga terdakwa lain yang menjadi saksi yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Agus Nur patria dan Arif Rahman Arifin.
Usai mendengarkan keterangan saksi, Irfan datanyai tanggapan oleh majelis hakim terhadap kesaksian yang disampaikan Sambo.
Irfan Widyanto mengatakan tidak memberikan tanggapan.
Namun dia menyampaikan bahwa pada awalnya dia hanya ingin marah kepada Ferdy Sambo.
Usai menyampaikan ucapannya itu, Irfan sempat terdiam, seakan menanahan amarah kepada mantan Kadiv Propam yang menyeretnya dalam perkara tersebut.
Sementara Ferdy Sambo yang mendengarkan hal tersebut tampak menunduk.
Dalam sidang tersebut Ragahdo Yosodiningrat, Kuasa hukum Irfan Widianto menanyakan Sambo terkait perintah mengecek dan mengamankan DVR CCTV.
Ferdy Sambo menjawab bhawa perintah cek dan amankan bagi seorang diartikan untuk mengganti dan mengambil barang bukti tersebut bagi kepentingan penyidikan.
Perintah tersebut bukan hanya ke Irfan, tetapi juga kepada Hendra Kurniawan.
"Sebagai anggota reserse yang mana saksi memiliki pengalaman yang panjang boleh saudara saksi beri penekanan lagi agar supaya jelas disini,"
"Cek dan amankan bagi anggota reserse itu seperti apa," tanya Ragahdo.
Seperti sebelumnya, Sambo mengatakan bahwa ucapannya itu untuk kepentingan penyidikan, bukan untuk dirusak.
"Belajar dari pengalaman bahwa tidak bisanya digunakan dalam pembuktian apabila penyidik tanpa sertifikasi mengambil atau mengcopy dari DVR maka kemudian kami penyidik-penyidik itu mengganti CCTV yang akan dibutuhkan," jawab Sambo.
"Kenapa diganti, karena anggaran penyidikan ini ada. Sehingga nanti akan digantikan oleh anggaran
pendidikan," ujar Ferdy Sambo.
"DVR yang lama itu biasanya langsung kami serahkan ke Puslabfor. Ke Puslabfor untuk apa, untuk membuka waktu-waktu yang dibutuhkan oleh penyidik melihat apa yang ada di CCTV tersebut,"
"Jadi di penyidik biasanya seperti itu, untuk mempercepat proses, percepat proses pengambilan data,"
"karena kita tidak tahu berapa isi hardisk ini, berapa tera dan nanti kalau terlambat kita mengambil itu biasanya akan tertutup. Sehingga kita ambil lah.
"Bukan diambil untuk diapa-apakan, tapi diambil untuk diserahkan,"
"Jadi yang saudara saksi jelaskan kepada rekan penuntut umum terkait menjadi masalah itu kalau di copy, bukan diambil dan diganti. Apakah itu betul," tanya Ragahdo lagi.
"Iya," jawab Sambo.
Usai mendengarkan kesaksian mantan atasannya itu, Irfan widyanto tak menanggapi isi pernyataan yang disampaikan.
Namun Irfan hanya mengaku ingin marah kepada mantan Kadiv Propam tersebut.
Ucapannya tersebut tak sampai diluapkannya dalam ruang sidang tersebut.
"Mohon izin yang mulia saya tidak ada tanggapan,"
"Sebenarnya awalnya saya hanya ingin marah," dikutip dari tayangan Kompas TV, Sabtu (17/12/2022).
"Kemarahan itu memang pada akhir akan menjadi penyesalan. Kalaupun kamu marah, orang kuat itu orang yang bisa menahan amarahnya," kata hakim.
Baca juga: Martin Simanjuntak Ungkap Momen Keceplosan Putri Candrawati, Tahu Skenario Ferdy Sambo
Persidangan obstruction of Justice telah bergulir dengan memeriksa saksi fakta hingga saksi mahkota.
Sidang selanjutnya JPU berencana menghadirkan ahli forensik untuk mengungkap terang peristiwa perintangan penyidikan pembunuhan Yosua.
Seperti diketahui, meninggalnya Brigadir Yosua awalnya dikabarkan setelah terlibat baku tembak dengan Bharada E pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yosua dimakamkan di kampng halaman, yakni Sungai Bahar, Jambi pada 11 Juli 2022.
Belakangan terungkap bahwa Brigadir Yosua meninggal karena ditembak di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta.
Dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua menyeret Ferdy Sambo yang merukan eks Kadiv Propam dan istri, Putri Candrawati.
Kemudian Bripka Ricky Rizal, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer sebagai terdakwa.
Para terdakwa pembunuhan berencana itu didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Khusus untuk Ferdy Sambo turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Dalam kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Simak berita Tribunjambi.com lainnya di Google News
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Baca juga: Martin Simanjuntak Ungkap Momen Keceplosan Putri Candrawati, Tahu Skenario Ferdy Sambo
Baca juga: Ferdy Sambo Perintahkan Arif Rahman Musnahkan DVR CCTV Komplek Duren Tiga, Kacaukan Skenario Awal
Baca juga: Mengapa Ferdy Sambo Tak Laporkan Brigadir J Bila Percaya Cerita Putri Candrawati?