Psikolog UIN Jambi Bicara Tentang PTSD Sebagai Gejala Traumatik
Kondisi stres bila disikapi dengan bijak justru bisa menghasilkan sebuah solusi yang positif atau biasa disebut eustress.
Penulis: M Yon Rinaldi | Editor: Teguh Suprayitno
TRIBUNJAMBI COM,JAMBI - Kondisi stres sering datang ketika kita menghadapi berbagai tekanan. Namun, kondisi stres bila disikapi dengan bijak justru bisa menghasilkan sebuah solusi yang positif atau biasa disebut eustress. Di mana seseorang akan lebih produktif dan banyak melakukan hal baik. Karena sumber stres jenis ini akan memotivasi seseorang untuk berhasil mencapai target yang inginkan.
Akhirnya banyak orang yang menilai bahwa eustress merupakan stres yang menyenangkan karena berimplikasi positif. Sama halnya dengan stres yang lain, eustress bekerja dengan cara meningkatkan kewaspadaan pada sistem saraf pusat, yang membuat orang tersebut menjadi lebih waspada dan sadar.
Menurut Psikolog Jambi, Ridwan kondisi stress sebaliknya bisa berdampak negatif bahkan sampai menimbulkan trauma yang berkepanjangan dan berlarut-larut seperti halnya pada kasus pelecehan seksual.
"Pada korban, kejadian ini bisa membekas dan sulit untuk dihilangkan begitu saja atau bisa kita sebut sebagai pengalaman traumatik," ujarnya Jumat (9/12/2022).
Baca juga: Pakar Ekspresi Ungkap Gestur Ferdy Sambo Saat Bersaksi di Sidang Yosua: Menunjukan Stres
Ridwan yang juga selaku ketua PRODI PIAUD UIN Jambi dalam program Mojok Tribun Jambi, Jum’at 9 Desember 2022 mengungkapkan kalau kondisi trauma bisa mengakibatkan seseorang mengalami masalah secara fisik maupun psikis sehingga dibutuhkan penanganan psikologis segera.
Ridwan menambahkan, kondisi yang berlarut hingga lebih dari satu bulan bisa mengakibatkan individu masuk dalam kategori Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Gejalanya bisa berupa :
1.Teringat akan peristiwa yang menimbulkan traumatis, dimana ia merasa seolah kejadian akan terulang kembali yang dapat menimbulkan mimpi buruk menakutkan pada tidurnya.
2.Bersikap menolak, dimana individu enggan memikirkan terlebih membicarakan peristiwa yang bisa membangkitkan traumanya, hal-hal yang selalu ingin dihindari baik itu benda, ataupun tempat kejadian peristiwa traumatik.
3.Munculnya perasan dan pikiran negatif pada individu dengan menyalahkan diri sendiri atas peristiwa yang terjadi maupun orang lain sebagai sumber masalah ataupun tidak.
Baca juga: Obesitas dan Hubungan Antara Penggunaan Gawai dengan Stres, Pola Makan, serta Aktivitas Fisik
4.Kehilangan minat pada hal yang menjadi rutinitas ataupun hobinya dan berupaya menarik diri dari lingkungan (apatis).
5.Terjadinya perubahan perilaku serta emosi, dimana individu menjadi lebih takut terhadap orang lain ataupun lingkungan serta mudah marah meskipun tidak disertai dengan pemicu yang jelas.
Pada masalah fisik juga bisa terjadi, seperti nyeri otot, sakit kepala hingga bisa menyebabkan tekanan darah meninggi serta gangguan pencernaan maupun gula darah yang menyebakan juga terjadinya resiko pada masalah jantung (psikosomatis).
Untuk itu pada pasien PTSD perlu mendapat dukungan dari keluarga agar ia dapat keluar dari masalah traumaticnya. Disamping, perlu penanganan lanjutan berupa psikoterapi perilaku maupun kognitif dan Desensitisasi Sistematis dengan memfokuskan subyek agar berani menghadapi kejadian yang dialami dengan perlahan-lahan.
"Sebaiknya lingkungan khususnya keluarga harus lebih peka terhadap perubahan perilaku yang tidak biasanya dari individu supaya permasalahan tidak semakin berlarut dan berdampak pada gangguan PTSD ini," pungkasnya.(Tribunjambi.com/M Yon Rinaldi).
Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News