Sidang Ferdy Sambo

Laporan Kuat Maruf ke Komisi Yudisial Tak akan Pengaruhi Sidang Ferdy Sambo Cs

Kuat Maruf melaporkan ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso ke Komisi Yudisial (KY) tidak akan mempengaruhi jalannya persidangan.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Heri Prihartono
Capture Youtube KompasTV
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan gelar sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua dengan terdakwa Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf, Rabu (9/11/2022). 

TRIBUNJAMBI.COM - Pelaporan ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso oleh pihak Kuat Maruf ke Komisi Yudisial (KY) tidak akan mempengaruhi jalannya persidangan.

Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara KY, Miko Ginting menanggapi laporan Irwan Irawan selaku Kuasa Hukum terdakwa Kuat maruf.

Sebagaimana diketahui bahwa Kuat merupakan terdakwa dalam perkara pembunuhan berencana yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.

Pelaporan yang dilakukan kubu Kuat tersebut karena merasa tersinggung dengan pernyataan hakim Wahyu saat menjadi dirinya menjadi saksi pada kasus serupa.

Saat memberikan keterangan, hakim menyebut Kuat buta dan tuli lantaran tak mendengar Sambo menembak Brigadir Yosua, padahal ada di lokasi kejadian.

Terkait pelaporan tersebut, KY mengonfirmasi adanya laporan yang dibuat pihak Kuat Maruf terhadap ketua majelis hakim yang memimpin sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua.

KY kata Miko, belum tentu menindaklanjuti laporan yang diajukan terdakwa Kuat terhadap hakim Pengadilan negeri Jakarta Selatan  tersebut.

"Kita akan verifikasi dulu laporannya, apakah memenuhi syarat atau tidak untuk ditindaklanjuti. Yang pasti, Komisi Yudisial akan memeriksa laporan ini secara objektif," kata Miko.

Kata Miko bahwa pelaporan tersebut tidak akan mempengarhui jalannya sidang perkara pembunuhan berencana tersebut.

"Perlu pemahaman bahwa area Komisi Yudisial adalah memeriksa ada atau tidaknya pelanggaran etik dan perilaku hakim. Jadi, penanganan laporan ini tidak akan mengganggu jalannya persidangan," ujarnya.


Sebelumnya, tim kuasa hukum Kuat Maruf melaporkanhakim Wahyu Iman Santoso ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY).


Kuasa hukum Kuat Maruf, Irwan Irawan mengatakan pelaporan itu dilayangkan karena Hakim Wahyu diduga melanggar kode etik hakim.


"Iya betul (dilaporkan ke KY), terkait kode etik pernyataan-pernyataan dia pada saat sidang," kata Irwan saat dihubungi wartawan, Kamis (8/12).


Dalam laporannya kepada KY, tim kuasa hukum Kuat Ma'ruf juga melampirkan beberapa bukti berita yang tayang di media massa terkait pernyataan majelis hakim.


Tim pengacara menilai sikap majelis hakim telah melanggar KUHAP jo Peraturan Bersama MA dan KY tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tahun 2012 jo Keputusan Bersama MA dan Ketua KY tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tahun 2009.

 

 


Laporan Dibuat terkait dengan Pelanggaran Kode Etik Majelis Hakim


Kuasa hukum Kuat Maruf, Irwan Irawan menyebut laporan yang dibuatnya itu terkait dengan pelanggaran kode etik majelis hakim saat memimpin persidangan.


Menurut Irwan, banyak pernyataan hakim Wahyu yang bersifat tendensius saat pemeriksaan para saksi.


Adapun salah satu keterangan yang dinilai tendensius oleh Irwan Irawan yakni saat Hakim Wahyu Iman Santosa menyatakan kalau Kuat Maruf buta dan tuli sehingga tidak melihat penembakan padahal ada di lokasi.


Pernyataan itu terlontar saat Kuat Maruf dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Ricky Rizal pada sidang Senin (5/12) kemarin.


"Pada persidangan untuk terdakwa Ricky Rizal Wibowo dengan keterangan saksi klien kami Kuat Maruf 'Tapi Kalian karena buta dan tuli, maka saudara tidak melihat dan tidak mendengarkan itu yang saudara sampaikan'," tulis pelaporan Kuat Ma'ruf.


Selain itu, hakim Wahyu juga melontarkan kalimat 'ini kan keanehan-keanehan yang kalian nggak.. perencanaan itulah yang saya bilang. Sebenarnya gini loh saya sampaikan sama dengan saudara Ricky tadi, saya tidak butuh keterangan saudara... saudara kalau mengarang cerita sampai tuntas'.


Sementara pada persidangan dengan terdakwa Kuat Ma'ruf dengan keterangan saksi Bripka RR, hakim Wahyu mempertanyakan naluri Bripka RR sebagai anggota Satlantas dengan menyampaikan kalimat 'saya bingung apakah di Lantas itu memang nggak punya naluri ya'. Kalimat lain yang dilontarkan hakim Wahyu adalah 'Saudara ini sudah disuruh membunuh, masih disuruh mencuri pun masih saudara lakukan. Saudara disuruh membunuh tidak mau kan? Tapi sekarang disuruh mencuripun mau'. "Perkara a quo bukanlah perkara pencurian, namun terlapor selaku hakim telah mengancam saksi RR dengan kata-kata 'mencuri' dan Undang-undang TPPU," demikian surat laporan yang diterima Tribunnews.


Sedangkan pihak PN Jakarta Selatan menanggapi santai laporan yang dibuat tim kuasa hukum Kuat Ma'ruf itu.


Menurut humas PN Jakarta Selatan Djuyamto, pelaporan terhadap hakim ke Komisi Yudisial adalah hal biasa.


"Saya kira tidak menjadi hal yang luar biasa, itu menjadi hak para pihak berperkara untuk menyikapi apa yang dilakukan hakim dalam melakukan tupoksinya. Termasuk menyampaikan laporan ke KY maupun ke Bawas," kata Djuyamto, Kamis (8/12).


Kuat didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.


Tindak pidana itu dilakukan bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, dan Ricky Rizal atau Bripka RR.


Mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


Seperti diketahui, meninggalnya Brigadir Yosua awalnya dikabarkan setelah terlibat baku tembak dengan Bharada E pada 8 Juli 2022 lalu.


Brigadir Yosua dimakamkan di kampng halaman, yakni Sungai Bahar, Jambi pada 11 Juli 2022.


Belakangan terungkap bahwa Brigadir Yosua meninggal karena ditembak di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta.


Dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua menyeret Ferdy Sambo yang merukan eks Kadiv Propam dan istri, Putri Candrawathi. 


Kemudian Bripka Ricky Rizal, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer sebagai terdakwa.


Para terdakwa pembunuhan berencana itu didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.


Khusus untuk Ferdy Sambo turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.


Dalam kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

 


Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Baca juga: Kuat Maruf Laporkan Hakim PN Jaksel ke Komisi Yudisial, tak Terima Disebut Buta dan Tuli

Baca juga: Ferdy Sambo Akui Tembak Punggung Brigadir Yosua, Padahal Ricky dan Kuat Sudah Menyanggah

Baca juga: Respon Komisi Yudisial soal Laporan Kuat Maruf soal Hakim Wahyu

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved