Ismail Ibrahim Dituntut 4 Tahun Penjara Pada Sidang Perkara Dugaan Korupsi Jalan Padang Lamo

JPU Kejari Tebo membacakan tuntutan 4 tahun penjara terhadap terdakwa H Ismail Ibrahim dalam perkara dugaan korupsi Jalan Padang Lamo.

Penulis: Wira Dani Damanik | Editor: Teguh Suprayitno
istimewa
Sidang lanjutan dugaan korupsi proyek Jalan Padang Lamo, digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Jambi pada Kamis, (27/10). 

Dari keterangan terdakwa yang saling bersaksi dikatakan Wawan Kurniawan menguatkan dakwaan pada awal persidangan. 

"Penuntut Umum sangat berkeyakinan atas apa yang mereka sampaikan dalam keterangannya," katanya usai sidang.

Baca juga: Terdakwa Dugaan Korupsi Jalan Padang Lamo Serahkan Uang Pengganti

Disampaikannya, awalnya satu terdakwa, Ismail Ibrahim tidak mengakui bahwa pekerjaan itu seluruhnya dikerjakan olehnya.

Meski demikian, berdasarkan keterangan terdakwa lainnya dan keterangan ahli yang dihadirkan dalam sidang nantinya akan dituangkan dalam tuntutan.

"Atas keterangan saksi saksi, kemudian bukti petunjuk surat, dan lain lain, juga keterangan ahli yang akan kami tuangkan dalam surat tuntutan di sidang minggu depan kami berkeyakinan bahwa ketiga terdakwa ini memang terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi," ujarnya. 

Poin poin keyakinan bahwa pengerjaan ini memang kalau bahasa umumnya pinjam bendera bahwa PT. Nai Adhipati Anom yang memenangkan pekerjaan namun dikerjakan seluruhnya oleh Ismail Ibrahim melalui karyawannya. 

Kaitannya perkara tersebut dengan Tetap Sinulingga yang merupakan TPK dan Kuasa Pengguna Anggaran karena adanya unsur pembiaran, meski sudah diketahui sebelumnya.

"Kaitannya dengan terdakwa Tetap Sinulingga karena mengetahui pekerjaan tersebut dilakukan oleh pihak terdawa H Ismail Ibrahim yang seharusnya dilakukan PT Nai Adhipati Anom. Namun selaku TPK yang sekaligus pengendali kontrak kegiatan tersebut harusnya mencegah untuk tidak dilaksanakan oleh terdakwa H Ismail namun PT Nai Adhipati Anom," ungkapnya. 

Sementara itu Monang Sitanggang, Kuasa Hukum Terdakwa Ismail Ibrahim menyebutkan bahwa pinjam bendera tersebut lazim terjadi di Indonesia.

"Keterangan terdakwa ya itu (pinjam bendera red) hal hal yang lazim dilakukan proyek proyek pemerintah yang ada di republik ini, itu bentuk kerjasama," katanya.

Namun ternyata dalam pengerjaan tersebut terdapat temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang harus dikembalikan. Namun kesempatan untuk pengembalian temuan tersebut tidak diberikan kepada kliennya.

"Kesempatan itu tidak dimiliki sama mereka (tiga terdakwa) untuk pengembalian, kan itikad itu ada. Kalau dari awal BPK sudah memeriksa, seandainya itu ditemukan sejak awal mereka bersedia mengembalikan, tidak sampai ke ranah persidangan, poin nya disitu," tandasnya.

Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved