Sidang Ferdy Sambo
Kasus Pembunuhan Brigadir J, Kapolri Diminta Perbaiki Paradigma dan Kultur Buruk di Kepolisian
Dampak kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Kapolri Listyo Sigit Prabowo diminta mengubah paradigma dan kultur buruk di institusi kepolisian.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Suci Rahayu PK
Update kasus Ferdy Sambo
TRIBUNJAMBI.COM - Dampak kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta mengubah paradigma dan kultur buruk di institusi kepolisian.
Banyaknya anggota yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat karena mengikuti skenario Ferdy Sambo, terdakwa pembunuhan berencana.
Itu disebutkan Taufik Basari, anggota Komisi III DPR RI karena adanya permasalah kultural di tubuh institusi kepolisian.
Kata Taufik, banyaknya anggota yang terlibat karena semangat korps yang tinggi.
Namun dia menyayangkan bahwa semangat korps yang tinggi itu tidak dilakukan untuk hal yang positif, justru untuk menutupi kesalahan.
"Saya setuju seperti yang disampaikan mas Sugeng tadi bahwa ada problem kultural. Bahwa masih banyak personil personil polisi yang kemudian merasa Korps Dai prize nya lebih tinggi, semangat korps lebih tinggi, tapi bukan untuk hal yang positif tapi untuk menutup nutupi suatu kesalahan," kata Taufik dikutip dari Youtube Komps TV yang tayang pada Jumat (21/10/2022).
Sehingga menurutnya kultur buruk yang menjadi akar maslah tersebut harus segera diperbaiki dengan mengedepankan integritas dan akuntabilitas.
"Dan ini menurut saya yang harus diperbaiki, ini salah satu akar masalah kita dimana kultur ini harus kemudian kita hilangkan. Sehingga yang kita kedepankan adalah persoalan integritas dan akuntabilitas," jelasnya.
Baca juga: Orangtua dan 6 Saksi dari Keluarga Brigadir Yosua Berangkat ke Jakarta
Baca juga: Jadwal Sidang Ferdy Sambo Cs Pekan Ini, Keluarga Brigadir J Dihadirkan di Sidang Bharada E
Meski tidak semua bidang di kepolisian, namun dikatakan Taufik bahwa perbaikan itu menjadi tugas LIstyo Sigit Prabowo selaku Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
"Ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) pak kapolri untuk memulai, mengubah paradigma dan kultur ini. Walaupun memang harus kita akui kultur ini mungkin hanya berlaku di beberapa bidang, beberapa unit di kepolisian,"
Disisi lain, Taufik mengatakan terdapat beberapa unit di kepolian yang perlu mendapatkan perhatian. Unit tersebut seperti Bhabinkamtibmas yang
"Mereka (Bhabinkamtibmas) sebenarnya perlu kita berikan perhargaan, karena merekalah sebenarnya wajah Polri ditengah masyarakat, di desa desa. Karena mereka langsung berhadapan dengan masyarakat di desa. Tapi sayangnya perhatiannya belum besar,"
Pengaruh Ferdy Sambo yang begitu kuat sebagai Kadiv Propam dan Kasatgassus atau kultur yang biasa polisi melindungi polisi.
"Saya melihat dua duanya (posisi Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam dan Kasatgassus), yang pertama yang menjadi problem dasar soal kultur. Tapi disisi lain khsusus untuk kasus ini mungkin juga ada peran dari relasi kuasa yang dimiliki pak Sambo dengan pihak pihak yang dia suruh untuk menutup nutupi kasus ini melakukan rekayasa dan sebagainya,"
"Tapi dari kasus ini sebenarnya kita bisa lihat nanti polanya. Bisa ditanyakan kepada orang orang yang terlibat ini mengapa mereka tidak melawan, mengapa mereka tidak kemudian menyatakan bahwa ini salah, atau mereka tidak mau untuk melakukannya. Mengapa mereka tetap mau melakukan hal ini. Nah itu harus digali juga, supaya kita mendapatkan polanya seperti apa,"
"Ketika kita sudah mendapatkan polanya, berarti kita bisa mendapatkan akar masalahnya kenapa kemudia mereka mau mengikuti, apakah karena benar benar pengaruh Sambo ataukah karena persoalan budaya. Nah itu menurut saya nanti bisa di peta kan ketika kasus ini akan berjalan,"
Sebelumnya, Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyebutkan bahwa terbentuk kultur yang buruk di intitusi kepolisian yang melibatkan banyaknya anggota polisi dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Baca juga: Sebelumnya Tak Hadir Paripurna, Direktur PT Bank Jambi Yunsak El Halcon Kini Tiba di Ruang Paripurna
Baca juga: Orangtua dan 6 Saksi dari Keluarga Brigadir Yosua Berangkat ke Jakarta
Pernyataan itu disampaikan Sugeng Teguh Santoso dalam acara Kompas TV dengan tema Menguak Buku Hitam Sambo.
Buku Hitam yang dipegang Ferdy Sambo, terdakwa pembunuhan Brigadi Yoshua H Hutabarat menyisahkan banyak pertanyaan publik.
Mengawali perbincangan, Budiman selaku pembawa acara menanyakan tanggapan Sugeng terkait banyaknya anggota kepolisian yang terlibat pada kasus pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo.
Sugeng menyampaikan keterlibatan anggota polisi tersebut merupakan bentuk kekuasaan yang dipegang oleh Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
"Kalau saya melihat ini satu bentuk relasi, relasi kuasa yang terbangun karena memang kewibawaan atau kekuasaan yang dimiliki oleh FS, Ferdy Sambo. Relasi kuasa yang kemudian disana terbentuk kultur yang menurut saya kultur, sub kultur yang buruk," dikutip dari Youtube Kompas TV.
"Kalau kultur yang baik kan memang normatif ya, tapi kemudian terbentuk sub kultur yang buruk yang sebetulnya tidak sejalan dengan kode etik yaitu siap, siap walaupun, biasa ni, siap salah, siap salah, tapi kan biasa juga ketika itu keliru, itu kemudian mereka jadi permisif untuk menerima itu sebgai sesuatu yang harus dijalankan. Makanya satu gerbong masuk jurang sama sama," bebernya.
Sugeng juga menyebutkan bahwa mungkin saja anggot atau bawahan Ferdy Sambo melawan dan tidak mau menjalankan perintahnya.
"Mungkin saja, disini lah terletak adanya integritas. kalau kita bicara normatif, integritas. Karena ada juga yang saya dengar tidak terjerembab, ada juga. Saya mendengar ada yang tidak terjerembab, walaupun itu satu dua," imbunya.
Jika perintah itu tidak dilaksanakan, maka kata Sugeng akan mendapatkan catatan buruk dari Ferdy Sambo. Tetapi Ferdy Sambo tidak bisa menindak dia terkait dengan perintah yang terlarang tersebut kecuali catatan lain.
Ketua IPW itu juga mengungkapkan bahwa Ferdy Sambo memiliki banyak catatan buruk anggota polisi lainnya.
Baca juga: Breaking News - Sempat Dikabarkan Hilang, Penyadap Getah di Tanjabbar Ternyata Dimakan Ular Piton
Baca juga: Pastikan Badan Usaha Bayar Iuran Tepat Jumlah, BPJS Kesehatan Jambi Lakukan Pemeriksaan Khusus
"Dia punya terkait dalam jangkauan tugas dan kewenangannya sebagai Kadiv Propam. Itu kan biasanya adalah laporan laporan buruk tentang perilaku polisi yang masuk kepadanya,"
Satu Meja Kompas TV yang membahas Buku Hitam Sambo itu mengundang narasumber yakni, Rasamala Aritonang sebagai Kuasa Hukum Ferdy Sambo.
Kemudian Benny Mamoto, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Lalu ada Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesian Police Watch (IPW).
Sementara Taufik Basari, Komisi III DPR RI hadir melalui sambungan zoom.
Brigadir J meninggal dunia pada 8 Juli 2022 di rumah Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta.
Brigadir J dimakamkan di Sungai Bahar, Jambi pada 11 Juli 2022.
Awalnya kabar meninggalnya Brigadir Yosua karena terlibat baku tembak dengan Bharada E.
Belakangan terkuak bahwa Brigadir Yosua tewas ditembak Ferdy Sambo. (Tribunjambi.com/Darwin Sijabat)
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Sebelumnya Tak Hadir Paripurna, Direktur PT Bank Jambi Yunsak El Halcon Kini Tiba di Ruang Paripurna
Baca juga: Terkait Keluhan Masyarakat Tantan, Dinas PUPR Muaro Jambi Akan Turunkan Alat Berat
Baca juga: Breaking News - Sempat Dikabarkan Hilang, Penyadap Getah di Tanjabbar Ternyata Dimakan Ular Piton
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/26082022-ferdy-sambo2222.jpg)