Hari Tani Nasional

Pejabat Pemprov Jambi Terima Ratusan Massa yang Tuntut Penyelesaian Konflik Agraria

Ratusan massa aksi yang tergabung dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jambi dan 17 desa dampingannya diterima sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Ja

Penulis: Wira Dani Damanik | Editor: Suci Rahayu PK
Tribunjambi.com/Wira Dani Damanik
Ratusan massa aksi yang tergabung dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jambi dan 17 desa dampingannya diterima sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Jambi. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Ratusan massa aksi yang tergabung dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jambi dan 17 desa dampingannya diterima sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Jambi.

Aksi itu digelar di Lapangan Kantor Gubernur Jambi pada Senin (26/9). Beberapa pejabat pemprov yang menerima peserta aksi itu diantaranya, Staff Ahli Gubernur Bidang Ekonomi dan Pembangunan Ariansyah, Kepala Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bahari Panjaitan, Kepala Dinas Kehutanan Akhmad Bestari, dan Perwakilan Kanwil ATR/BPN Rendi.

Menanggapi tuntutan massa, Ariansyah mengatakan dirinya ditugaskan untuk menerima ratusan massa yang melakukan aksi itu. Ia mengatakan pemprov sudah membentuk tim terpadu terkait penyelesaian konflik agraria itu.

Ratusan massa dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jambi bersama masyarakat desa menggelar aksi hari tani nasional 2022 di Simpang Empat BI pada Senin (26/9) sekira pukul 10:00 WIB.
Ratusan massa dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jambi bersama masyarakat desa menggelar aksi hari tani nasional 2022 di Simpang Empat BI pada Senin (26/9) sekira pukul 10:00 WIB. (Tribunjambi.com/Wira Dani Damanik)

"Persoalan ini nanti akan saya sampaikan ke tim terpadu, nanti kalau ada rapat tolong ditunjuk perwakilan dari bapak-bapak sehingga nanti bisa langsung disampaikan," kata Ariansyah.

Sementara, Bahari Panjaitan mengatakan pihaknya telah berusaha dalam menyelesaiankan persoalan transmigrasi yang memiliki konflik.

"Sebagai contoh, tahun 2017 terjadi persoalan transmigrasi. Pada saat itu ada 13.363 yang belum tersertifikat, dalam tempo empat tahun ini sisanya 6.529 sertifikat, artinya kita berusaha. Kemudian ada juga memang yang konflik dengan masyarakat, ada konflik dengan perusahaan dan kami juga melakukan koordinasi, kami baru rapat juga dengan dinas terkait yang membidangi transmigrasi di kabupaten dan kita buat rumusan-rumusan untuk menyelesaikan," kata Bahari.

Ia pun mengatakan persoalan di Kabupaten Batanghari itu sudah selesai dalam pemberian sertifikat. Ia pun menyatakan dirinya siap memperjuangkan hak-hak dari petani yang berdasarkan aturan dan hukum berlaku.

"Artinya ini kan sudah masalah lain lagi, di transmigrasi ini sudah selesai," ungkap Bahari.

Tak hanya itu, Kepala Bidang Transmigrasi Disnakertrans, Ali juga memberikan penjelasan bahwa warga transmigran LU1, LPLP sudah memiliki sertifikat semuanya.

"Namun sejalan dengan waktu mungkin ada kendala dan sebagainya, itu diluar kewenangan kami transmigrasi. Tapi yakin dan percayalah kalau itu hak bapak kami ada dibelakang bapak," kata Ali.

Baca juga: ‘Merinding’, Ria Ricis Dengar Suara Aneh di Rumahnya Saat Dini Hari: Gak Ada Orang

Baca juga: Hari Statistik Nasional, BPS Jambi Beri Penghargaan & Sosialisasi Regsosek dan Sensus Pertanian 2023

Sementara itu, Rendi yang mewakili ATR/BPN Provinsi Jambi mengatakan dalam mengatasi persoalan lahan pihaknya memerlukan koordinasi dari pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi dan BPN.

Ia pun menghimbau masyarakat bersabar dalam penyelesaian persoalan konflik agraria itu.

"Terkait dari penyampaian bapak-bapak sudah saya catat dan sampaikan ke pimpinan. Kami mohon bapak-bapak tetap percaya dan bersabar, karena prosesnya ini kami mengikuti peraturan perundang-undangan bapak-bapak. Kami tidak bisa melewati peraturan perundang-undangan dan bapak-bapak juga begitu. Mari kita bekerjasama, semoga kedepannya apapun masalahnya dapat kita selesaikan," ujar Rendi.

Terakhir, Akhmad Bestari mengatakan semua berkas yang ia terima sudah berproses. Ia mengatakan tim nya sudah turun berkali-kali namun terkendala pada peta dan ia memakluminya masyarakat susah dalam membuat peta lahan itu.

"Kalau perluasan kawasan hutan, itu ranahnya bukan di kami tapi pemerintah pusat. Jadi ketika bapak-ibu mintanya dilepas dari kawasan hutan kami juga hanya bisa menampung, kami tidak bisa menjanjikam apa-apa," kata Akhmad.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved