Jam Kerja Berlebih Dibalik Tren Quiet Quitting

Slain menjaga kesehatan fisik, merupakan suatu bentuk cara untuk menjaga kesehatan mental dengan mengutamakan prinsip work-life balance

Editor: Rahimin
kompas.com
Ilustrasi Bekerja. Jam Kerja Berlebih Dibalik Tren Quiet Quitting 

Jam Kerja Berlebih - Dibalik Tren “Quiet Quitting”

Oleh : Marini Syafitri, S.S.T.

(Staf BPS Kabupaten Tebo)

TRIBUNJAMBI.COM - Quiet Quitting, suatu fenomena yang sedang ramai diperbincangkan. Istilah ini merupakan tren di kalangan anak muda yaitu bekerja secukupnya dan tidak melakukan pekerjaan tambahan di luar jam kerja dan di luar tupoksi.

Memang terkesan malas atau sedikit egois. Namun demikian, selain untuk menjaga kesehatan fisik, hal ini juga merupakan suatu bentuk cara untuk menjaga kesehatan mental dengan mengutamakan prinsip work-life balance.

Dikutip dari publikasi Indikator Pasar Tenaga Kerja Provinsi Jambi Agustus 2021 (BPS Provinsi Jambi), jam kerja berhubungan secara langsung dengan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan.

Jam kerja yang berlebih dapat mengganggu kehidupan pribadi dan hubungan dengan keluarga.

Selain itu, penurunan produktivitas pekerja menjadi imbas dari jam kerja berlebih.

Berdasarkan rekomendasi International Labour Organization (ILO), maksimal jam kerja normal adalah 48 jam seminggu.

Di Provinsi Jambi, terdapat 19,74 persen penduduk yang bekerja lebih dari 48 jam seminggu berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2021.

Dapat diilustrasikan, hampir 2 orang dari 10 penduduk bekerja dengan jam kerja melebihi maksimal jam kerja normal.

Apabila dilihat menurut jenis kelamin, terdapat 21,44 % penduduk laki-laki bekerja lebih dari 48 jam seminggu pada tahun 2021.

Artinya, sekitar 21 sampai 22 orang dari 100 penduduk laki-laki bekerja melebihi maksimal jam kerja normal.

Sementara itu, penduduk perempuan yang bekerja lebih dari 48 jam seminggu adalah sebesar 16,72 % yang berarti sekitar 16 sampai 17 orang dari 100 penduduk perempuan yang bekerja melebihi maksimal jam kerja normal.

Jika dilihat menurut kabupaten/kota, Kota Jambi menduduki peringkat pertama dengan persentase penduduk yang bekerja dengan jam kerja berlebih sebesar 26,91 % .

Kemudian, diikuti oleh Kabupaten Sarolangun sebesar 23,77 % , dan Kota Sungai Penuh sebesar 23,09 % .

Sementara itu, Kabupaten Kerinci menduduki posisi terakhir dengan persentase penduduk yang bekerja dengan jam kerja lebih dari 48 jam seminggu yaitu sebesar 12,65 % pada tahun 2021.

Mengingat fenomena Quiet Quitting sedang marak terjadi, apakah hal ini akan mengurangi persentase penduduk yang bekerja dengan jam kerja berlebih secara signifikan di Provinsi Jambi pada tahun ini? Dan apakah hal ini akan berpengaruh pada indeks kebahagiaan Provinsi Jambi, terkait dengan kesehatan mental yang menjadi salah satu alasan dari terjadinya fenomena ini? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, diperlukan kajian dan analisis lebih lanjut. (Data Jambi/)

Informasi Indikator Statistik dan Data Jambi terkini dapat diakses melalui jambi.bps.go.id dan Sosial Media BPS Provinsi Jambi (IG, FB, dan Youtube BPS Provinsi Jambi).

Ayo persiapkan diri menyambut pelaksanaan Pendataan Awal Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) Tahun 2022 dan Sensus Pertanian 2023

Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Bersama BPS, Bantu Penyediaan Data Sosial Ekonomi Kabupaten Batang Hari dengan Susenas MKP 2022

Baca juga: BPS Perbarui Wilkerstat ST2023 Dengan Pencitraan Satelit

Baca juga: BPS Provinsi Jambi dan Unja Luncurkan Aplikasi POSITIV

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved