Minyak Goreng Curah Diburu, Padahal Ancam Kesehatan
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengkritisi penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada minyak goreng curah
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengkritisi penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada minyak goreng curah Rp14.000 per liter.
Menurutnya, tujuan pemerintah memberikan subsidi minyak goreng curah agar dapat dijangkau masyarakat menengah ke bawah tidak didasari aspek kesehatan.
"Masyarakat diminta beralih ke minyak goreng curah. Ini adalah hal paling konyol ketika sebelumnya minyak goreng curah ini ingin dihapuskan akibat masalah kesehatan," kata Bhima dalam diskusi publik dengan tema Ironi Negara Penghasil Sawit Terbesar di Jakarta, Senin (25/4/2022).
Bhima menegaskan bahwa minyak goreng curah sangat berpotensi dioplos karena minimnya pengawasan dari beberapa rantai distribusi hingga ke konsumen.
"Minyak goreng curah adalah minyak goreng yang pengawasannya sulit, tidak ada barcode dan tidak ada kode produksi," ungkapnya.
Ia juga menilai minyak goreng curah kerap dijadikan oknum untuk mengambil keuntungan dengan cara repacking menjadi kemasan menjadi minyak goreng harga premium.
Hal ini bisa terjadi akibat pemerintah salah memformulasikan kebijakan.
Bhima menambahkan keberadaan minyak goreng curah hingga hari ini juga memprihatinkan.
"Indonesia satu-satunya negara anggota KTT G20 yang masih memperbolehkan migor kualitas rendah beredar dan dikonsumsi masyarakat," tukasnya.
HET minyak goreng curah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Curah menjadi sebesar Rp14.000 per liter atau Rp15.000 per kilogram dari sebelumnya sebesar Rp11.500 per liter.
Di beberapa daerah Indonesia, minyak goreng curah masih banyak diburu oleh kalangan ekonomi ke bawah atau para pedagang makanan.
Minimnya literasi tentang kesehatan membuat minyak goreng curah tetap dibeli walaupun memiliki risiko kesehatan tinggi seperti kanker, peningkatan kadar kolesterol darah, kemudian berimplikasi pada peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.
Bhima mengatakan bahwa stop keran ekspor Crude Palm Oil (CPO) sebagai banyak minyak goreng mulai 28 April 2020 tidak lantas menyelesaikan masalah.
“Apakah masalah (pemenuhan CPO di dalam negeri) akan selesai? Kan tidak, justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri,” ucap Bhima.
Beberapa negara yang akan memberikan respon yakni seperti India, China, Pakistan.
Karena mereka importir CPO terbesar dan merasa dirugikan dengan kebijakan ini.
“Biaya produksi manufaktur maupun harga barang konsumsi di tiga negara tersebut akan naik signifikan, dan Indonesia yang disalahkan," imbuh Bhima.
Krisis Migor Sejak 2019
Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan sinyal krisis stok minyak sawit Indonesia sudah mulai tampak paska tahun 2019.
Kala itu, produksi terasa stagnan, ekspor meningkat tipis, sementara konsumsi domestik meningkat.
"Kadang kita lupa, fakta bahwa Indonesia merupakan produsen terbesar global (minyak sawit) menciptakan imajinasi kita memiliki persediaan yang tidak terbatas," kata Alamsyah.
Berdasarkan data dari GAPKI di tahun 2018, ada 4,02 juta ton stok awal di data neraca sawit Indonesia, dengan produksi mencapai 47,44 juta ton, dan konsumsi domestik mencapai 133,49 juta ton.
Saat itu biodiesel baru 3,80 juta ton dan ekspor capai 34,71 juta.
Jika dilihat dari produksi dikurangi konsumsi dan ekspor, Indonesia sudah defisit 0,76 juta ton sejak tahun 2018.
Stok akhir pada tahun 2018 hanya 3,26 juta ton.
Begitu pula pada tahun 2019, neraca sawit Indonesia menunjukkan defisit 1,02 juta ton.
Hanya pada tahun 2020, neraca sawit Indonesia menunjukkan surplus sebanyak 0,23 juta ton karena produksi meningkat.
“Tapi memang karena tanah kita terbatas, kemudian sawit swadaya rakyat kita itu produktivitasnya sangat rendah. Akibatnya sejak tahun 2019, ke 2020 dan 2021 cenderung stagnan di 51 juta ton," ucap Alamsyah.
"Sementara konsumsi terus naik pasca pandemi, dan ambisi pemerintah untuk meningkatkan program biodiesel,” ujarnya.
Maka wajar kelangkaan minyak goreng dirasakan pada 2022 karena diprediksi Indonesia akan mengalami defisit stok minus 1,5 persen.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/05122017_minyak-sayur_20171205_133830.jpg)