DPRD Provinsi Jambi

Melalui Pansus Konflik Lahan, Edi Purwanto Harap Hasil Rekomendasi Bisa Dijalankan Bersama

Berita Jambi-Edi menganggap bahwa pendekatan hukum adalah pendekatan terakhir ketika dua pendekatan sebelumnya

Penulis: Samsul Bahri | Editor: Nani Rachmaini
Samsul Bahri/tribunjambi
Ketua DPRD Jambi sampaikan Latar Belakang Terbentuk Pansus Konflik Lahan "Jambi nomor 2 nasional Konflik Lahan" 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI-Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi menjadi satu tim yang dikhususkan untuk menemukan formulasi dalam penyelesaian konflik lahan yang ada di Provinsi Jambi.

Menempati urutan ke dua secara nasional terkait konflik lahan, menjadi tugas berat untuk bagaimana menyelesaikan persoalan ini.

Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto menyebut bahwa perlu gagasan-gagasan yang luwes untuk bisa membuat langkah-langkah strategis guna mencari benang merah dalam setiap kasus konflik lahan.

Ini disampaikannya di depan Ketua Komisi IV DPR RI, dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar pada Jumat (25/2) kemarin.

Ini juga didengar oleh Sekretaris Dirjen penanganan Konflik Kementrian ATR/BPN, Direktur Penanganan konflik Tenurial dan Adat KLHK, Wakil Gubernur Jambi, dan unsur Forkompimda Provinsi Jambi serta pihak terkait.

"Harapan saya adalah pansus ini bisa memberikan rekomendasi yang bisa dilaksanakan secara bersama. Ini penting bagi kita karena kalau tidak ada yang memulai, membuat langkah-langkah strategis yang konstruktif yang integratif maka konflik ini akan berjalan terus," terangnya.

Edi Purwanto menyebut bahwa ada ide untuk membuat Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Konflik Lahan di Provinsi Jambi.

Hal ini bisa saja dilakukan, karena menurutnya tidak melulu persoalan konflik itu diselesaikan dengan hukum.

"Ada ide di mana bisa saja nanti kita akan bikin satgas penanganan konflik lahan Provinsi Jambi. Mungkin anggotanya lebih luas melibatkan dewan, kapolda, kajari, lembaga adat juga bisa dilibatkan," ungkapnya.

"Penanganan konflik bukan hanya hukum saja, tapi ada tiga pendekatan yaitu pendekatan adat, politik dan hukum," tambahnya.

Edi menyebut bahwa sebelum dilakukan pendekatan hukum, perlu dilakukan pendekatan adat dan politik.

Edi menganggap bahwa pendekatan hukum adalah pendekatan terakhir ketika dua pendekatan sebelumnya belum bisa terselesaikan.

"Karena hukum itu pendekatan terkahir, kalau kita lihat dari kacamata hukum repot. Walaupun tujuan hukum itu sendiri ada kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum," sebutnya.

"Tapi kemanfaatan ini yang paling penting bagi kita, tapi harus juga kita warning. Jangan sampai nanti setelah kasus ini selesai muncul kasus baru, meniru gaya-gaya begitu, mengokusisi tanah yang bukan hak mereka. Nah ini juga tidak boleh," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved