Sopir Truk Batu Bara Keluhkan Waktu Operasional dan Batasan Tonase

Pendemo sopir truk batu bara meminta adanya kesetaraan peraturan pembatasan tonase untuk semua truk pengangkut tak hanya batu bara.

Penulis: Monang Widyoko | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
tribunjambi/monang
Sopir truk batu bara di menggelar aksi demo buntut dari Surat Edaran yang dikeluarkan Gubernur Jambi tentang kendaraan pengangkut batu bara. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Pendemo sopir truk batu bara geruduk Kantor Gubernur Jambi. Pendemo meminta adanya kesetaraan peraturan pembatasan tonase untuk semua truk pengangkut tak hanya batu bara.

Pendemo pun juga menuntut untuk permudah dan perbanyak kir kendaraan. Kemudian evaluasi jam operasional truk angkutan batu bara.

"Kami ingin sejahtera seperti rakyat lainnya. Jam operasional balik ke lama lagi, jangan dari pukul 18.00 WIB hingga ke 06.00 WIB. Kalau ngantuk bisa kecelakaan. Sedangkan razia setiap hari. Maunya jam dibebaskan," kata Edo Saputra (33), sopir truk angkutan batu bara, Senin (13/12/2021).

Tidak hanya itu, kata Edo, para sopir juga ingin kenaikan ongkos jasa angkutan batu bara. Jangan sampai membawa pulang uang hanya sebesar Rp 58.000 sampai Rp 80.000.

"Kalau ongkos kita tidak ada perubahan. Boleh angkutannya 8 ton, tapi ongkosnya disesuaikan. Kalau sekarang Rp 100.000 per ton," ujarnya.

Para sopir truk tidak keberatan jika batas tonasenya lebih rendah dibandingkan 8 ton. Namun, kebijakan ini harus disesuaikan dengan jasa angkutan.

"Tonase 8 ton sekarang dapatnya berkisar Rp 58.000. Pulang tidak dapat jatah. Itulah kami minta tolong dengan Gubernur Jambi," kata Deki Anggara, koordinator aksi tersebut.

Ia pun mengatakan pihaknya ada yang berada di Rumah Dinas Gubernur untuk mengikuti rapat persoalan angkutan batu bara.

"Tadi ada perwakilan dari kami sebanyak 15 orang. Kalau hasil tidak memuaskan, kami demi lagi," tuturnya.

Sememtara itu Sumantri, sopir angkutan batu bara meminta kebijakan yang adil untuk pihaknya, hingga seluruh rakyat Indonesia.

"Sedangkan kami sering dirazia di jalan, dan menyebabkan kemacetan. Dan kalau mau menetapkan batas tonase itu harus berlaku di seluruh angkutan, maupun CPO, angkutan cangkang sawit dan lain," katanya.

Ia menyampaikan kadang dirinya meninggalkan uang senilai Rp 58.000 untuk. Istrinya. Kadang pula sebesar Rp 80.000.

"Itu kadang macet di jalan, dan di lokasi timbangan. Jadi, kami mengangkut selama 3 hari. Sedangkan bagaimana mungkin Rp 80.000 untuk 3 hari," pungkasnya.

Baca juga: Gubernur Jambi Punya Tiga Planning untuk Jalur Khusus Truk Batu Bara, Al Haris: Butuh Waktu

Baca juga: Gubernur Jambi Tegas Tidak Ubah Surat Edaran Soal Mobilitas Batu Bara

Baca juga: Sopir Truk Batu Bara Lancarkan Aksi Demo di Kantor Gubernur Jambi

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved