Orang Rimba

Orang Rimba Mengungsi Pasca Bentrok dengan PT Primatama Kreasimas, Ini Rekomendasi KKI Warsi

Konflik pecah antara Orang Rimba dan perusahaan sawit PT Primatama Kreasimas, anak perusahaan Sinar Mas Agro Resources and Technology

Editor: Suang Sitanggang
Tribunjambi/Rifani
Forkompinda Sarolangun melakukan rapat koordinasi setelah terjadi gesekkan antara perusahaan dengan SAD atau Orang Rimba, Senin (1/11/2021). 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Konflik yang pecah antara Orang Rimba dan perusahaan sawit PT Primatama Kreasimas, anak perusahaan Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) menyebabkan Orang Rimba mengungsi dari pemukiman mereka.

Tercatat 96 keluarga dengan 324 jiwa Orang Rimba yang tidak lagi ada di pemukiman mereka di Selentik, Desa Lubuk Jering, Ujung Doho, Desa Pematang Kabau dan Singosari Desa Pematang Kabau Kecamatan Air Hitam Sarolangun, Provinsi Jambi.

Kepergian Orang Rimba terjadi setelah adanya penyerangan ke pemukiman Orang Rimba yang menumpang di dalam kebun sawit warga Desa Lubuk Jering.

Informasi yang dihimpun, penyerangan dilakukan oleh karyawan perusahaan yang menumpangi dua truk.

Para karyawan ini merusak sudung dan membakar motor Orang Rimba.

Di Pemukiman Madani Desa Lubuk Jering juga tidak lepas dari aksi kekerasan.

Di pemukiman yang sudah kosong itu, ada dua sepeda motor yang dibakar karyawan perusahaan. Total ada 5 unit sepeda motor yang terbakar dari dua lokasi ini.

Menyikapi kejadian ini, Komunitas Konservasi Indonesia Warsi turut berperan untuk mengurai konflik dan mencari penyelesaian persoalan secara adil dan memberikan rasa aman untuk semua pihak.

Pasca kejadian Warsi masih berupaya untuk menemui kelompok-kelompok yang terpencar-pencar menyelamatkan diri.

“Bagi Orang Rimba konflik di perkebunan dan dilanjutkan dengan penyerbuan ke pemukiman adalah hal yang sangat menakutkan, itulah yang menyebabkan mereka lari,”kata Robert Aritonang Manager Program Suku-Suku Komunitas Konservasi Indonesia Warsi.

Menurutnya penting untuk memastikan keberadaan Orang Rimba yang lari ini. Karena dilihat dengan waktu kejadian dan melarikan ini, sudah bisa dipastikan Orang Rimba tidak akan memiliki bahan pangan yang cukup.

Dalam diskusi dengan para pihak terkait ini, Polda Jambi melalui KKI Warsi sudah menyalurkan 90 paket sembako untuk Orang Rimba yang sedang mengungsi.

Bantuan ini sangat penting untuk mengatasi masalah remayao, masa dimana tidak tersedia bahan pangan untuk konsumsi harian.

Ini diperlukan untuk mencegah masalah ikutan dari konflik ini.

“Kami saat ini menyusul kelompok ini satu persatu, sembari mengantarkan ke mereka bahan pangan dari Polda untuk membantu mereka bertahan hidup di masa yang pastinya akan sulit untuk mencari bahan pangan,”kata Robert.

Dari penelusuran Warsi ke kelompok-kelompok ini, ditemukan kondisi mereka yang mengungsi tidak dalam kondisi yang baik.

Meladang, yang lari jauh dari pemukiman awalnya, saat ini sedang sakit demam dan batuk.

Anggota kelompok Meladang juga terpencar berjauhan. Pun demikian dengan Kelompok Melayau Tuha yang juga kondisinya masih dalam situasi ketakutan dan belum mau untuk kembali ke pemukiman Madani di Lubuk Jering.

Kondisi serupa juga dialami oleh kelompok lain, Kondisi kelompok lain juga tidak lebih baik. Sebagian besar terutama perempuan dan anak-anak berada dalam kondisi trauma berat dan ketakutan.

Pendekatan Adat dan Persuasif

Dari diskusi yang dilakukan dengan kelompok-kelompok yang sedang mengungsi ini, pada intinya mereka bersedia untuk diskusi dan musyawarah dengan para pihak dengan catatan didampingi Warsi dan dijaminkan keamanannya.

Dengan sudah adanya kesediaan kelompok-kelompok ini untuk berdiskusi dan bertemu dengan para pihak.

“Warsi mendorong aparat keamanan untuk menempuh penyelesaian persoalan ini pendekatan adat ke Orang Rimba secara persuasif dan penyelesaian yang memberikan rasa adil untuk semua pihak,” kata Robert dalam rilis yang diterima Tribun.

Dalam penyelesaian konflik ini, Warsi berharap para pihak, utamanya pihak keamanan dan juga pemerintah juga melakukan pendekatan yang sama ke perusahaan.

“Kalau kita lihat kronologisnya, bentrok hari Jumat kemarin bukanlah kejadian tunggal, tetapi akumulasi atas kejadian sebelumnya dimana Orang Rimba mendapatkan perlakuan buruk dari tenaga security perusahaan,” kata Robert.

Pada Jumat 29 Oktober telah terjadi bentrok antara Orang Rimba dan security perusahaan PKM.

Saat itu sore sekitar pukul 16.00 perempuan rimba yang sedang mengambil brondol sawit di perusahaan PT PKM, didatangi tiga security perusahaan.

Para security merampas buah sawit yang sudah dikumpulkan. Melihat itu para perempuan berteriak-teriak, datanglah Besayung, maksudnya ingin melindungi para perempuan.

Apa daya, Besayung malah jadi korban kekerasan satpam. Saat Besayung terdesak dia sempat mengangkat kecepek, namun sebelum sempat dia membidik kearah lawan, pihak security sudah lebih dahulu mengarahkan senjata ke Besayung.

Melihat kondisi itu, para perempuan semakin heboh berteriak dan datanglah Orang Rimba lain yang sambil berlari dan melepaskan tembakan dari senjata kecepek.

Dalam situasi gaduh itu, orang rimba tersebut menembakkan senjatanya secara acak dan mengenai tiga orang satpam.

Satu tembakan kena di kaki, satu tangan dan satu di bagian pantat. Para satpam ini segera dibawa ke rumah sakit oleh pihak perusahaan.

Bentrokan yang terjadi Jumat, merupakan rentetan atas konflik yang terjadi pada tanggal 17 September 2021.

Pada saat itu, Orang Rimba yang membrondol sawit (mengambil buah sawit yang jatuh dari pohon). Dalam perjalanan pulang dari mengambil brondol ini, Nutup dan Niti adiknya bersama 7 orang rimba lainnya, dihadang satpam dan pekerja perusahaan PKM.

Satpam meminta mereka menurunkan hasil brondolannya.

Melihat kalah jumlah Orang Rimba berniat menurunkan hasil membrondol sehari. Namun kemudian Orang Rimba ini dipukuli, dan menyebabkan tiga Orang Rimba terluka.

Enam motor yang dikendarai Orang Rimba dirampas dan dibuang ke dalam parir perusahaan yang lokasinya berada di kawasan gambut Sarolangun itu.

Tak berhenti sampai di situ, ketika Besera dan 6 anggota rombong lainnya melintas di lokasi yang sama tidak lama setelah pemukulan Nutup dan anggotanya, juga mendapat perlakuan sama dipukuli dan motor di rampas.

Pun setelah itu Merato dan 9 Orang Rimba lainnya melintas juga tidak lepas dari pemukulan dan perampasan. Total ada 6 orang yang mengalami luka dan 17 motor Orang Rimba yang dirampas dan dibuang ke dalam parit.

Dalam situasi yang ketakutan Orang Rimba berlari meninggalkan lokasi bentrok. Melalui Tumenggung Ngelembo yang memiliki hubungan Waris (hubungan kekerabatan) dengan kelompok yang dipukuli berupaya mencari penyelesaian. Hingga tercapai kata sepakat damai tanggal 13 Oktober 2021.

Isinya perusahaan akan membayar denda luka pampai, denda adat yang telah menyebabkan Orang Rimba luka-luka senilai Rp 36 juta.

Denda ini mengacu pada 6 orang yang luka, masing-masing orang menerima denda luka pampai sebanyak 60 keping kain, dengan harga kain masing-masingnya Rp 100 ribu.

Sedangkan 17 motor yang dibenamkan di parit dikembalikan ke Orang Rimba dalam kondisi yang sudah diperbaiki. Perusahaan berjanji seminggu akan menyelesaikan perbaikan motor dan membayar denda adat.

Hanya saja, hingga Jumat 29 Oktober, sudah lewat dari waktu yang di janjikan, penyelesaian tak kunjung datang. Akibatnya Orang Rimba kembali membrondol sawit dan meletuslah konflik Jumat kemarin dan semakin luas.

Konflik serupa juga pernah terjadi 2 Oktober 2018. Warsi itu Orang Rimba Beconteng dan dua orang kelompoknya, tengah melintas di jalan PT PKM dalam perjalanan berburu.

Merasa ingin buang kecil Beconteng berhenti dan kencing di balik pohon sawit. Naas, Beconteng didatangi security dan dituduh mencuri brondol sawit. Pembelaan diri Beconteng tidak didengar security yang malah melepaskan tendangan dengan sepatu lars ke kepala Beconteng.

Senjata kecepek yang ada di punggung Beconteng direbut security dan dijadikan bahan untuk memukul tubuh Beconteng. Kuatnya hantaman yang diterimanya menyebabkan Beconteng pingsan di tempat kejadian. Sedangkan dua kawannya yang lain, berlari ketakutan ketika melihat Beconteng dipukuli.

Barulah setelah security pergi meninggalkan Beconteng yang tidak berdaya, dua orang kawannya datang membawa Beconteng dari lokasi kejadian.

Kejadian yang terus berulang ini menandakan penyelesaian konflik yang dilakukan sebelumnya tidak menyentuh akar persoalan. Orang Rimba yang ada di kebun sawit, merupakan kelompok masyarakat yang paling marginal.

Mereka telah kehilangan sumber penghidupannya seiring dengan berubahnya hutan mereka menjadi perkebunan sawit. Akibatnya Orang Rimba terlunta-lunta dan kemudian mengambil buah sawit yang jatuh dari pohon dan oleh perusahaan di cap sebagai pelaku kriminal.

“Sesat berpikir tentang Orang Rimba harus diakhiri perusahaan. Mereka adalah bagian warga negara, yang hanya belum beruntung karena hutan mereka diubah jadi kebun sawit tanpa persetujuan mereka,”kata Robert.

Untuk itu, Warsi menghimbau kepada perusahaan untuk memandang Orang Rimba sebagai bagian dari warga negara. Mereka juga memiliki hak hidup dan berpenghidupan di tanah leluhurnya, apapun kondisi tanah leluhurnya saat ini.

“Jika sudah kadi kebun sawit perusahaan, maka perusahaan harus mengakui itu dan mengakomodir mereka dengan memberikan sumber penghidupan di kebun sawit itu. Akui mereka dan lindungi sumber penghidupan yang juga masa depan mereka. Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) induk PKM yang sudah mengantongi sertifikat RSPO, harusnya bisa melihat keberadaan Orang Rimba, Suku Asli yang ada di lokasi dengan lebih baik dan memberikan pengakuan dan penghargaan pada komunitas ini," tuturnya. (*)

Baca juga: SAD Menyingkir dari Desa-desa, Forkompinda Sarolangun Minta Semua Kembali, Jamin Tak Ada Gesekan

Baca juga: Pascakonflik, Pemkab Sarolangun Berencana Hidupkan Lagi Kawasan Terpadu SAD

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved