Militer Indonesia

Ingin Jadi Kopassus? Seleksi dan Latihan Keras Ini Harus Dilewati

Artikel ini membahas tentang beratnya latihan untuk jadi seorang Komando Pasukan Khusus atau Kopassus

Editor: Heri Prihartono
Kompas/Kartono Riyadi
Pasukan Kopassus 

TRIBUNJAMBI.COM - Memegang slogan "Lebih baik pulang nama daripada gagal di medan laga. Berani, Benar, Berhasil. Komando!", Kopassus (Komando Pasukan Khusus) punya track record yang luar biasa.

Kopassus yang lahir pada 1952 memiliki segudang prestasi dan pengamalan dalam menjalankan misi-misi.

Kopassus sukses dalam menjalani misi-misi sulit karena mampu bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian dan antiteror.

Diantaranya pada 1981 Kopassus sukses menumpas pembajak pesawat Garuda dalam Operasi Woyla.

Kehebatan Kopassus dibentuk dari latihan berat.

Untuk menjadi Kopassus adalah prajurit terpilih dengan kemampuan sangar, namun untuk bergabung di satuan itu bukan hal yang mudah.

Kopassus mengenakan baret merah itu digadang-gadang sebagai satu pasukan yang terbaik di dunia.

Dalam tahap awal, seorang calon anggota dari Kopassus harus bisa lari 2,4 kilometer dengan waktu 12 menit saja, 40 kali push up dalam semenit, dan tidak takut ketinggian dan lainnya.

Lalu bagaimana untuk jadi seorang Kopassus?

Sebelum seorang prajurit mendapatkan baret merah dan brevet Kopassus, prajurit harus melewati pelatihan khusus yang nyaris melewati kemampuan batas manusia.

Tahapan agar jadi seorang Kopassus, ada tahapan demi tahapan yang memiliki banyak rintangan yang harus dilewati.

Pertama Tahap Basis, yaitu pemusatan pelatihan di Pusat Pendidikan Pelatihan Khusus, Batujajar, Bandung.

Di sini, calon Kopassus akan dilatih keterampilan dasar.

Kopassus digembleng kemampuan menembak, teknik dan taktik tempur, operasi raid, perebutan cepat, serangan unit komando, navigasi darat dan berbagai keterampilan lain.

Selesai latihan basis, calon komando bakal melanjutkan Tahap Hutan Gunung yang diadakan di Citatah, Bandung.

Di sini, para calon Kopassus juga akan berlatih untuk menjadi pendaki serbu, penjejakan, anti penjejakan, survival di tengah hutan.

Dalam Pelatihan Survival, sang calon Prajurit kopassus juga wajib hidup di hutan dengan makanan alami yang tersedia di hutan.

Dengan latihan ini Prajurit Kopassus harus bisa membedakan tumbuhan yang beracun dan dapat dimakan, dan juga mampu berburu binatang liar untuk mempertahankan hidup.

Tahap latihan hutan gunung diakhiri dengan long march dari Situ Lembang ke Cilacap membawa amunisi, tambang peluncur, senjata dan perlengkapan perorangan.

Dalam bukunya yang berjudul Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan, yang diterbitkan QailQita Publishing, 2014, mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo bercerita soal pengalamannya saat mengikuti latihan Kopassus.

Mengintip "neraka" di Cilacap

Latihan yang dikatakan terberat sudah menanti saat sampai di Cilacap. Ini merupakan latihan tahap ketiga yang disebut latihan Tahap Rawa Laut, calon prajurit komando berinfliltrasi melalui rawa laut.

Di Cilacap, materi Latihan meliputi navigasi Laut, Survival laut, Pelolosan, Renang ponco dan pendaratan menggunakan perahu karet.

Para calon prajurit Kopassus harus mampu berenang melintasi selat dari Cilacap ke Nusakambangan.

“Latihan di Nusakambangan merupakan latihan tahap akhir, oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai hell week atau minggu neraka. Yang paling berat, materi latihan ‘pelolosan’ dan ‘kamp tawanan’,” kata Pramono.

Dalam latihan itu para calon prajurit Kopassus dilepas pagi hari tanpa bekal, dan paling lambat pukul 10 malam sudah harus sampai di suatu titik tertentu.

Selama “pelolosan” si calon memiliki kewajiban menghindari segala macam rintangan alam maupun tembakan dari musuh yang mengejar.

Jika siswa sampai tertangkap maka itu berarti neraka baginya karena dia akan diinterogasi layaknya dalam perang.

Para pelatih yang tugasnya berperan sebagai musuh akan menyiksa prajurit itu untuk mendapatkan informasi.

Dalam kondisi seperti itu, si prajurit wajib mengatasi penderitaan, tidak boleh membocorkan informasi yang dimilikinya.

Bahkan untuk siswa yang tidak tertangkap bukan berarti mereka lolos dari neraka.

Sebab mereka pun harus kembali ke kamp untuk menjalani siksaan.

Dalam kamp tawanan ini semua siswa harus siap menjalani siksaan fisik yang nyaris mendekati daya tahan manusia.

“Dalam Konvensi Jenewa, tawanan perang dilarang disiksa. Namun, para calon prajurit Komando itu dilatih untuk menghadapi hal terburuk di medan operasi. Sehingga bila suatu saat seorang prajurit komando di perlakukan tidak manusiawi oleh musuh yang melanggar konvensi Jenewa, mereka sudah siap menghadapinya,” tulis Pramono Edhie..

Keberhasilan Kopassus, Denjaka, Kopaska Tumpas 35 Perompak Somalia

Kisah 30 Hantu Putih Kopassus Gegerkan Dunia, 3000 Pemberontak Kongo Kocar Kacir

Kisah Penyamaran Kopassus Bergaya Mahasiswa di Timor Timur Sukses Kecoh Musuh

(Tribunjambi.com)

BACA ARTIKEL MILITER INDONESIA LAINNYA DI SINI

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved