Renungan Kristen
Renungan Harian Kristen - Percaya Bahwa Allah Ada Melalui Karya-Nya
Bacaan ayat: Ibrani 11:6 (TB) Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya
Percaya Bahwa Allah Ada Melalui Karya-Nya
Bacaan ayat: Ibrani 11:6 (TB) Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.
Oleh Pdt Feri Nugroho

Apakah Allah itu benar-benar ada? Pertanyaan ini ditanyakan bukan hanya oleh seseorang yang hidup dalam dunia modern.
Pertanyaan ini adalah pertanyaan abadi yang dibuat dalam sepanjang sejarah kemanusiaan.
Dalam kesederhanaan berfikir, setiap kali manusia menjumpai sesuatu yang lebih besar dari dirinya, akan diposisikan sebagai Allah untuk disembah.
Batu, kayu, gunung, langit, dan lain-lain; dapat dijadikan Allah, karena dianggap mempunyai kuasa yang lebih besar dari dirinya sebagai manusia.
Inilah benih-benih kepercayaan dalam sejarah yang nantinya berkembang, dan oleh dunia modern dilembagakan dengan nama agama.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Dia Adalah Allah yang Berkarya
Pada sisi lain, ketika melihat fakta bahwa orang beragama ternyata kehidupannya tidak lebih baik dalam menghargai nilai-nilai kemanusiaan, orang bisa saja menyamakan agama hanya sekedar candu yang memabukkan.
Agama dinilai hanya sebagai pelarian manusia atas ketidakberdayaannya memahami kehidupan.
Ditemukannya kasus pelecehan nilai-nilai kemanusiaan atas nama agama, justru semakin memperkuat dugaan bahwa agama menjadi sarang kejahatan yang dilegalkan.
Hal ini semakin memperkuat dugaan, bahwa yang disembah dalam agama mungkin sebenarnya memang tidak pernah ada.
Akhirnya seseorang memilih untuk tidak percaya bahwa Allah itu tidak ada.
Yang ada adalah diri sendiri yang bebas memilih dan menentukan apa yang akan terjadi dalam kehidupan.
Sementara kekuatan lain hanyalah hukum alam yang berlaku secara universal.
Benarkah demikian?
Ketika kita berfikir secara kritis dan mendalam, kita menyadari bahwa apapun yang dilakukan oleh manusia, tidak akan pernah meniadakan keberadaan Allah.
Sekalipun manusia tidak percaya bahwa Allah itu ada, itu tidak akan menghapus Allah dalam keberadaan-Nya.
Tidak percaya bahwa Allah itu ada, sebenarnya hanya sikap putus asa.
Melihat bahwa masalah kemanusiaan tidak bisa selesai oleh agama, maka dianggap yang disembah dalam sebuah kepercayaan itu tidak ada. Ini sikap yang pincang.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Berjumpa Tuhan dalam Pembacaan Alkitab
Faktanya, manusia sebagai penganutlah yang merusak kehidupan, bukan yang disembahnya.
Disinilah diperlukan sikap kritis untuk mengevaluasi, apakah yang disembah sebagai Allah itu adalah benar-benar Allah yang sebenarnya, atau hanya sebuah klaim atau ajaran yang didasarkan pada pemikiran manusia semata.
"Barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada." Demikian penulis Surat Ibrani menegaskan.
Langkah pertama yang harus diambil oleh seseorang untuk memahami kehidupan adalah percaya bahwa Allah itu ada.
Bisa jadi sikap percaya itu diwariskan atau hasil penyelidikan.
Percaya sebagai warisan, biasanya seseorang sejak kecil telah diajarkan oleh orang tua bahwa Allah itu ada.
Bukti yang diangkat sangat sederhana: kita ada, pasti ada yang mengadakan. Siapakah yang mengadakan? Yang mengadakan adalah Allah.
Kemudian seiring waktu mulai belajar menemukan sendiri tentang keberadaan Allah.
Mempelajari banyak kepercayaan dan agama yang ada, menyandingkan berbagai konsep iman yang ditemukan; sampai akhirnya menetapkan pilihan tentang mana Allah yang benar-benar adalah Allah dan bukan rekayasa.
Percaya bahwa Allah itu ada, membawa kita pada keyakinan bahwa Dia-lah yang menciptakan segala-galanya.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Mengampuni Itu Berarti Menyelesaikan Persoalan
Dia Mahakuasa. Dia berkarya dalam otoritas mutlak. Dia tidak bergantung pada apapun.
Dari Dia-lah kehidupan dan akan kembali kepada-Nya. Ia kekal, mengatasi ruang dan waktu. Ia adalah kasih.
Asal kehidupan adalah dari Dia, makna kehidupan untuk kemuliaan nama-Nya, menjalani kehidupan sesuai dengan kehendak-Nya dan kehidupan akan kembali pada Dia dalam kekekalan sebagai tujuan.
Memercayai Allah yang demikian, seharusnya membawa kita pada sikap yang serius dalam menjalani kehidupan. Fokus hidup adalah kehendak Allah.
Kehendak Allah terus menjadi dasar dalam setiap perilaku yang dipilih. Adanya kita sebagaimana adanya, diadakan oleh Allah untuk hidup dalam ketaatan kepada Dia.
Tujuan hidup bukan tentang diri sendiri, namun tentang Allah yang berkarya dalam kehidupan kita.
Setiap kita hadir untuk sebuah tujuan.
Temukan tujuan tersebut dalam ketaatan kepada Allah. Temukan karya Allah dalam kehidupan kita.
Amin.
Renungan oleh Pdt Feri Nugroho S.Th, GKSBS Palembang Siloam