Renungan Kristen

Renungan Harian Kristen - Mengampuni Itu Berarti Menyelesaikan Persoalan

Bacaan ayat: Amsal 17:9 (TB) Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib

Editor: Suci Rahayu PK
Instagram @ferinugroho77
Pdt Feri Nugroho 

Mengampuni Itu Berarti Menyelesaikan Persoalan

Bacaan ayat: Amsal 17:9 (TB) Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib.

Oleh Pdt Feri Nugroho

Siapa yang belum pernah bertengkar? Tidak ada bukan?

Semua orang pasti pernah bertengkar dengan sesamanya.

Sekedar rasa jengkel dalam hati, atau kata-kata yang dilontarkan dengan keras untuk membela diri, bahkan sampai pergulatan fisik yang menimbulkan luka; semua dapat dikategorikan bertengkar dalam level yang berbeda-beda.

Hasil dari pertengkaran adalah luka, baik itu luka hati maupun luka fisik. Kejengkelan yang disimpan atau pertengkaran mulut, dapat menimbulkan luka hati yang sangat dalam.

Dalam beberapa kasus, luka hati menciptakan kebencian yang mengarah pada keinginan untuk balas dendam.

Luka hati ini bisa menahun, artinya tersimpan lama, meskipun jarang diperlihatkan.

Baca juga: Renungan Harian Kristen - Hidup Sebagai Terang Bagi Sesama

Kelihatannya baik-baik saja, namun sebenarnya ada bara dalam dada yang siap membakar relasi. Istilah psikologinya, telah terjadi trauma.

Berbahayanya ketika luka hati tersebut berpengaruh

pada pikiran yang membentuk paradigma tertentu. Seorang yang terluka karena putus cinta, misalnya; bisa jadi ia akan memandang setiap orang adalah ancaman yang bisa berkhianat.

Paradigmanya telah teracuni dengan sikap curiga yang berlebihan, padahal faktanya tidak demikian.

Pada sisi lain, pertengkaran fisik akan menimbulkan luka fisik.

Dapat sembuh seiring waktu. Namun, hati juga bisa terluka dengan rasa malu, marah, jengkel, dan lain-lain.

Luka fisik bisa saja sembuh dalam kurun waktu tertentu, namun tidak ada jaminan bahwa luka hati akan sembuh pada saat yang sama.

Masih adakah harapan untuk sembuh? Adakah solusi untuk pulih?

Berbicara tentang pengkhianatan, manusia memang setiap hari berada di bibir kurang pengkhianatan.

Jika tidak waspada, sangat mudah terperosok dalam jurang pengkhianatan.

Adam dan Hawa di Eden telah berkhianat dengan tidak taat kepada Allah.

Ilustrasi dikeroyok massa
Ilustrasi dikeroyok massa (www.suarakutim.com)

Berbicara tentang sakit hati, rasanya Allah lah yang paling punya hak untuk melakukan itu.

Kurang apa Allah, ketika Dia telah menciptakan manusia sedemikian rupa, diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, dengan harapan besar dapat memancarkan kemuliaan Allah atas ciptaan yang lain.

Ternyata Allah mendapati Adam dan Hawa tidak taat.

Dalam situasi mencekam tersebut, Allah mendemonstrasikan kasih kekal yang ada pada diri-Nya: Ia merancang untuk menyelamatkan. Ia proaktif bertindak untuk melakukan rekonsiliasi.

Alkitab menjadi catatan sejarah yang memperlihatkan bagaimana tindakan Allah yang nyata dalam sejarah manusia.

Jika Allah saja memperlihatkan tindakan kasih yang sedemikian rupa, siapalah manusia, kita, yang sedemikian berani menyimpan kekesalan hati, kemarahan dan dendam?

Apa yang telah Allah lakukan untuk mengasihi, seharusnya memberi inspirasi kepada kita untuk mengampuni.

Sebagaimana Allah dalam kasih-Nya berkenan untuk mengampuni, demikian halnya kita; dapat memilih untuk mengampuni sebagai solusi menuju rekonsiliasi.

Baca juga: Renungan Harian Kristen - Mari Memuji dan Mengagungkan Tuhan

Penulis Kitab Amsal mempunyai kata mutiara indah yang dapat menginspirasi kita. "Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib."

Tindakan menutupi pelanggaran, apakah itu berarti menyembunyikan kesalahan orang lain dan menganggapnya tidak ada? Tentu tidak demikian.

Sebuah pelanggaran harus tetap diakui sebagai sebuah realita. Kesalahan itu nyata, sebagaimana rasa jengkel dan marah yang menggoda untuk membenci yang menjadi responnya, juga nyata.

Dihubungkan dengan kalimat berikutnya tentang 'membangkit-bangkit perkara', kita dapat pahami bahwa menutupi pelanggaran dimaknai sebagai tindakan untuk melupakan kesalahan dengan cara mengampuni.

Kesalahan yang pernah terjadi tidak akan diungkit-ungkit lagi, meskipun pada masa depan bisa jadi, akan terulang kembali.

Pengampunanlah yang telah menyelesaikan sehingga rekonsiliasi terjadi.

Bukankah hal yang sama telah Allah lakukan bagi kita?
Mengingat-ingat kesalahan orang lain hanya akan melukai diri sendiri dan menghambat rekonsiliasi dalam kehidupan.

Bukankah Yesus Kristus juga pernah menegaskan, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."

Mungkin masih ada sebuah nama yang ketika mengingatnya, tiba-tiba kejengkelan mulai menguasai hati.

Datang pada Tuhan dalam doa. Mohon kemampuan kepada Tuhan untuk mengampuni. Yakinlah, bahwa Roh Kudus akan menolong.

Amin.

Renungan oleh Pdt Feri Nugroho S.Th, GKSBS Palembang Siloam

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved